Selasa, 10 Januari 2023
Mundur Saat Pelatihan, Dua PMI Asal Bima Ditahan Perusahaan, Dimintai Ganti Rugi
Ilustrasi |
bimanews.id, Bima-Heboh dimedia sosial
dua Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bima ditelantarkan perusahaan penyalur.
Mereka bahkan dimintai uang ganti rugi hingga Rp 20 juta, gara-gara unndur diri
saat mengikuti pelatihan.
Kepala Pembinaan Penempatan Tenaga
Kerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bima
Ruvaidah mengaku ada pengaduan dari dua orang
calon PMI. Mereka atas nama Hajratul Aswad, asal Desa Raba, Kecamatan Wawo dan
Kartini, asal Desa Belo, Kecamatan Belo.
Dua wanita asal Kabupaten Bima ini
berangkat sejak Juni 2022 lalu melalui perusahaan PT Citra Putra Indarah (PT
CPI). Mereka akan diberangkatkan ke Singgapura.
Sebelum berangkat mereka harus
mengikuti pelatihan bahasa terlebih dahulu di Jakarta sekitar tiga bulan. Saat
pelatihan berlangsung mereka mundur, ingin balik ke Bima.
‘’Karena dianggap memutuskan kontrak, perusahaan
meminta uang ganti rugi pada dua orang tersebut,’’ jelasnya pada media ini,
Selasa (11/1).
Nilai ganti rugi yang dituntut
perusahaan, belum dapat informasi pasti. Disnakertrans masih meminta keterangan
dari perusahaan penyalur.
Soal ganti rugi diakui Ruvaidah,
tertuang dalam surat perjanjian yang ditandatangani calon PMI dengan perusahaan
penyalur, ketika ada pihak yang
memutuskan kontrak, maka bersangkutan harus membayar ganti rugi. Besarannya,
tergantung perusahaan.
"Kami masih berupaya mencari
solusi terhadap masalah ini," katanya.
Kepala Cabang PT CPI Kota Bima
Sahbudin membenarkan, dua PMI asal Bima masih di tempat penampungan di Jakarta,
bukan ditahan. Mereka belum bisa pulang ke Bima karena belum ada kesepakatan
soal pembayaran ganti rugi.
Ditanya soal nilai ganti rugi Rp 20
juta, Sahbudin membantahnya. Kata dia,
nilainya tidak sebesar itu, hitungannya sesuai biaya yang telah dikeluarkan
perusahaan selama proses persiapan keberangkatan ke luar negeri.
‘’Soal ganti rugi ini sudah tertuang
dalam surat perjanjian,’’ terangnya.
Ikhsan keluarga dari PMI Kartini
mengaku, sudah melayangkan surat pengaduan ke Disnakertrans Kabupaten Bima.
Harapannya agar keluarga mereka ini bisa segera dipulangkan ke Bima. ‘’Kami juga sudah bersurat ke PT CPI, meminta
solusi atas persoalan dihadapi Kartini,’’ ujarnya.
Untuk ganti rugi akunya, keluarga
tidak menutup mata. Mereka sudah siapkan uang
Rp 3 juta. (nk)
Jembatan Jatibaru dan Sanggar Jadi Prioritas, Ditender Bulan Ini
Ridwan Syah |
Senin, 09 Januari 2023
Gara-gara Pagar Jatuh, Nenek 60 Tahun Dibacok Tetangga
Ilustrasi |
Minggu, 08 Januari 2023
Wali Kota Akui Ada 101 Warga Bantaran Sungai Belum Dapat Rumah Relokasi
Wali Kota Bima Lantik 87 Pejabat, Tiga Diantaranya Hasil JPT
Jumat, 06 Januari 2023
421 Calon Anggota PPS Mengikuti Seleksi Tertulis
Mursalin |
Rumah Relokasi Tak Ditempati akan Dialihkan, Warga Kena Gusur Diberikan Tali Asih
Inilah rumah relokasi di Kelurahan Oi Foo yang diperuntakan bagi warga bantaran sungai. |
Sejak 2021 Disnaker Kota Telah Kirim 400 PMI ke Luar Negeri
Ir. H. Tafsir |
Kamis, 05 Januari 2023
Penataan Daerah Pemilihan di Kota Bima Menunggu Keputusan Pusat
Rabu, 04 Januari 2023
Kasus Kekerasan Seksual Anak di Kabupaten Bima Tahun 2022 Masih Tinggi.
Ilustrasi |
bimanews.id,
Bima-Kendati mendapat anugerah sebagai kabupaten layak anak, namun kasus
kekerasan sesksual terhadap anak di Kabupaten Bima masih cukup tinggi. Dari
data pekerja sosial Kabupaten Bima, Abd. Rahman Hidayat, SST terdapat 134 orang
anak yang berhadapan dengan persoalan hukum yang didampinginya selama tahun
2022.
Dari jumlah
itu, sebanyak 71 orang anak sebagai korban kekerasan seksual maupun sebagai
saksi. 33 kasus kekerasan fisik, 24 kasus pencurian dan 10 kasus narkoba dan lain-lain.
‘’Setiap
tahun kasus anak di wilayah Kabupaten Bima selalu meningkat,’’ katanya kepada
media ini, Selasa (3/1).
Khusus kasus
kekerasan seksual terhadap anak, secara kuantitas maupun kualitas meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Misalnya, ada anak usia balita yang jadi korban, kemudian anak digilir beberapa
pelaku, hingga anak kandung digarap bapaknya.
"Kasus kekerasan seksual terhadap anak tahun 2022 secara kualitas sangat parah,’’ prihatinnya.
Meningkatnya
kasus kekerasan seksual terhadap anak katanya, disebabkan banyak faktor.
Diantaranya, lemahnya pengawasan orangtua lantaran mereka bekerja di tempat
yang jauh dengan meninggalkan anaknya
sendirian di rumah tanpa pengawasan.
Selanjutnya pola
asuh yang salah, membiarkan anak menginap ditempat temannya atau keluarga.
Memberikan fasilitas kepada anak seprti HP, tanpa ada pengawasan.
Karena itu,
pria yang akrab disapa Dayat ini berharap orang tua selalu mengawasi
anaknya. Berteman dengan siapa, selalu
mengontrol kemana saja mereka pergi dan melakukan apa.
Termasuk
memberikan pemahaman kepada anak, supaya memilih teman yang baik. Tidak
melakukan perbuatan yang melanggar norma hukum maupun agama dan tidak
meninggalkan mereka dalam waktu yang lama.
Sementara terhadap
pemerintah daerah melalui instansi terkait terus mengedukasi masyarakat menjadi
orang tua, agar mereka mendidik anak-anak menjadi generasi yang baik. Mampun
menjaga kehormatan diri dan keluarga.
‘’Saya juga
berharap dukungan operasional dari Pemerintah Kabupaten Bima, sehingga kita bias
maksimal memberikan pendampingan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan
persoalan hukum,’’ harapnya. (red)