Bima News: Opini
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Mei 2023

Bawaslu di Antara Pusaran Politik Identitas dan Media Sosial

Ilustrasi
Ilustrasi
 

Oleh : Atina, SH (Pegiat Media)  

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia.  Perhelatan 5 tahun sekali ini, memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih langsung pemimpin negara Indonesia, kepala daerah dan perwakilan di lembaga legislatif.

Dalam sejarah kepemiluan Indonesia, tahun 2004 menorehkan sejarah baru yakni diterapkannya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.

Pada periode sebelumnya, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui sidang umum.

Pemilihan langsung yang ditetapkan pasca Reformasi tersebut diputuskan, untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara.

Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yang mana menyebutkan Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat.

Dalam perjalanannya, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI secara langsung ini menimbulkan dinamika politik yang baru di Indonesia.

Politisi mulai mengubah pergerakan mesin-mesin politiknya, satu di antaranya cara berkampanye.

Karena rakyat memiliki kedaulatan utuh untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden pilihannya sendiri, maka politisi baik itu Parpol dan pendukungnya, berupaya mengenalkan Identitas sosok yang dicalonkan.

Ironisnya, upaya mengenalkan identitas calon presiden yang disodorkan kepada rakyat ini kerap menyentuh hal-hal sensitif.

Seperti identitas agama, suku dan ras calon yang disodorkan untuk menjadi pemimpin Indonesia.

Sedangkan identitas berupa latar belakang pendidikan, intelektual, kapasitas, kapabilitas, hingga program unggulan yang ditawarkan bagi rakyat, justeru menjadi nomor kesekian untuk disodorkan ke rakyat.

Hasilnya, seperti yang dikenal saat ini munculnya Politik Identitas yang mengedepankan perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).

Seperti menurut para ahli, Politik identitas didefinisikan sebagai politik yang dasar utama kajiannya dilakukan untuk merangkul kesamaan relasi etnis, agama, hingga kelamin. Demikian Abdillah (2002).

Pada konteks yang lebih detail, Cressida Heyes dalam bukunya Stanford Encyclopedia of Philosophy (2007), politik Identitas diartikan sebagai jenis aktivitas politik yang dikaji secara teoritik berdasarkan kesamaan pengalaman dan ketidakadilan yang dirasakan golongan tertentu.  

Era digital saat ini, membuat rakyat dengan cepat mengakses informasi apapun dan di mana pun, dengan sangat mudah.

Keberadaan telepon pintar atau handphone, semakin mempercepat penyebaran dan penyerapan informasi.

Bak dua sisi mata pisau, digitalisasi informasi ini menimbulkan dampak positif dan negatif.

Arus informasi saat ini tidak hanya disajikan media mainstream, tapi juga media sosial yang sekatnya sangat tipis jika dibandingkan dengan media mainstream, baik itu cetak atau online.

Pada masa kini, Media Sosial tidak hanya digunakan untuk wadah bersosialisasi dan eksistensi, tapi juga pendistribusian Informasi.

Hasilnya, propaganda politik Identitas banyak bermunculan di media sosial karena untuk memilih media mainstream, itu tidak dimungkinkan.

Derasnya arus informasi propaganda di media sosial ini, tidak sebanding dengan kecerdasan dan kebijakan masyarakat Indonesia, menyaring informasi tersebut.

Tidak sedikit, propaganda politik identitas sangat mudah kita temui di media sosial, dengan tampilan yang menarik.

Sejak Pemilu 2019 lalu, istilah Cebong dan Kampret begitu mudah kita baca dan lihat di media sosial.

Bahkan 2 istilah tersebut menjadi kata-kata yang digunakan, untuk mengkotak-kotakan pendukung 2 calon presiden.

Tidak hanya di kota-kota besar, tapi masif hingga ke daerah-daerah.

Pada Pemilu 2024 ini, kita tidak menemukan lagi istilah Cebong dan Kampret tapi istilah baru, seperti Kadrun dan Buzzer.

Ini bukan hanya sekedar istilah, tapi mengandung banyak perbedaan yang terus dikerucutkan di dalamnya.

Bukan hanya soal perbedaan sosok yang dipilih sebagai presiden, tapi ada perbedaan agama, suku dan ras yang dikandung dalam istilah-istilah tersebut.

Tanpa kita sadari, istilah Cebong, Kampret, Kadrun hingga Buzzer telah menjadi ancaman yang tidak terlihat bagi Indonesia.

Ancaman yang sangat ditakutkan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia dulu, yakni ancaman Persatuan dan Kesatuan Indonesia.

Sejatinya Pemilu sebagai media pembelajaran bagi rakyat Indonesia, untuk memahami secara dewasa sebuah perbedaan pandangan dan pilihan politik.

Lalu bagaimana posisi Badan Pengawas Pemilu di pusaran Politik Identitas?  

Layaknya sebuah pertandingan sepakbola, Pemilu sebuah perhelatan pemilihan yang digelar secara sportif.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bisa disebut sebagai wasit bagi seluruh pihak yang terlibat dalam Pemilu.

Pada Undang Undang Pemilihan Umum, irisan politik identitas diatur dalam penggunaan politik SARA diatur dalam Pasal 69 huruf b. Dalam pasal tersebut menyebutkan dalam masa kampanye dilarang menghina seseorang, Agama, Suku, Ras, Golongan. Baik itu terhadap Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Wali Kota, Calon Wakil Wali Kota, dan/atau Partai Politik.

Tapi menurut para ahli, di luar masa kampanye, Bawaslu tidak dapat menindaknya, sebab Bawaslu bekerja sesuai undang-undang. Tapi dalam konteks pencegahan pada prinsipnya Bawaslu tidak perlu terlalu terpaku pada regulasi dengan menempuh upaya upaya preventif.

Semakin maraknya penggunaan politik identitas saat ini, sudah waktunya Bawaslu bergerak secara masif untuk mencegah dan menerapkan strategi treatment awal.

Pendekatan secara langsung ke masyarakat, menjadi langkah paling baik untuk dilakukan.

Tentu saja, dengan melibatkan banyak unsur di masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga tokoh pemuda dan perempuan.

Dengan memberikan pendidikan politik yang baik, maka masyarakat bisa menyaring sendiri informasi yang diperoleh.

Sehingga mampu membedakan, apakah informasi tersebut layak dikonsumsi atau tidak.

Namun yang tak kalah penting lagi adalah, Bawaslu juga harus memberikan penegasan kepada Peserta Pemilu, untuk tidak menggunakan politik identitas.

Jika Peserta Pemilu dalam hal ini Partai Politik bersepakat dan berkomitmen, maka akan diteruskan kepada pendukung-pendukungnya.

Perlahan namun pasti, polarisasi politik identitas akan bisa hilang dalam warna Pemilu Indonesia.

Digantikan oleh program-program cerdas dan solutif, yang ditawarkan oleh politisi-politisi di Indonesia.

Sehingga tujuan Pemilu untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas, benar-benar bisa terwujud.

Tentu saja yang lebih utama adalah, persatuan dan kesatuan Indonesia yang dibayar mahal dengan darah para Pahlawan tidak terancam. 

Hal yang penting dicatat sebagai referensi, generasi muda yang masuk dalam kelompok Gen Z dan milenial adalah kelompok rentan yang terpapar negatifnya efek media sosial. Tapi sebaliknya, mereka justeru kelompok paling berpeluang dan efektif dilibatkan dalam kampanye anti politik identitas.

Mereka adalah kelompok yang tercatat dalam statistika 53,81 persen sebagai subjek aktif yang menentukan arah demokrasi Indonesia dengan hak pilihnya. 

Kegemaran mereka pada media sosial, juga dapat dikapitalisasi sebagai agen kampanye untuk membentuk kesadaran politik masyarakat, bahwa identitas itu bukan lagi senjata efektif karena memicu perpecahan sesama bangsa sendiri.  (*)

 

Minggu, 06 November 2022

Kematian Muardin, Matinya Nurani Para Pemimpin

Kadafi
Oleh: Muamar Afdal, Tim PBH LPW NTB 

Meninggalnya Muardin menjadi tragedi pahit bagi keluarga, anak dan cucunya. Menjadi sejarah kelam bagi pesta demokrasi yang berlangsung di Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima. Musibah yang sama tidak tertutup kemungkinan akan kembali terjadi pada masa yang akan datang.

Pilkades serentak, ricuh, menjadikan Muardin sebagai tumbal. Kondisi ini menjadi preseden buruk bagi Pilkades serentak di Kabupaten Bima. Siapa yang bisa memberikan jaminan, pesta demokrasi yang akan berlangsung di Kabupaten Bima ke depan akan baik-baik saja.

Kendati aparat penegak hukum mengaku, mengerahkan kekuatan TNI dan Polri untuk menjaga keamanan selama pelaksanaan pesta demokrasi.  Supaya berjalan lancar, aman dan terkendali. Karena peristiwa yang menimpa Muardin, justru terjadi disaat aparat keamanan melakukan tugasnya mengamankan pesta dmokrasi.

Kisah Tragis Demokrasi

Demokrasi adalah sistem yang di anut oleh bangsa Indonesia yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, serta kesamaan hak. Menghargai pendapat, keberagaman, kepercayaan, pilihan, cita-cita, serta mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana yang termuat dalam "Pasal HAM UUD 1945".

Di lansir dari "Kumparan.com (2/3/19)", sebagai pembanding, ada kisaran ratusan bahkan ribuan penyelenggara dan pengawas pemilu bernasib seperti Rudi dan Niman. Berdasarkan data KPU per Rabu (1/5) malam, total 380 meninggal dunia, 3.192 dalam keadaan sakit. Jumlah itu belum termasuk korban dari jajaran pengawas pemilu.

Infografis Korban Nyawa di Pemilu Raya

Bawaslu mencatat 79 orang pengawas meninggal. Sementara, korban dari pihak kepolisian mencapai 22 orang yang wafat. Dengan penyebab kematian para korban beragam. Tetapi, sebagian besar dari mereka mengalami serangan jantung. Rentetan panjang proses pemilu diduga menjadi menjadi pemicunya.

Hingga pada 6 Juli 2022, Pilkades serentak (Kabupaten Bima) menelan korban nyawa. Beberapa korban luka-luka akibat tembakan gas air mata dan satu korban meninggal dunia (Muardin). Di duga kematian Muardin akibat terkena benda tumpul (hasil autopsi jenazah dan keterangan saksi-saksi), dugaan kuat mengarah akibat terkena tabung peluru gas air mata.

Walaupun kematiannya berbeda-beda penyebab (antara kelelahan dengan konflik), namun tragedi pemilu 2019 hingga Pilkades serentak Kabupaten Bima 2022, terekam peristiwa yang sama, ada korban meningga dunia. Ini menyimpulkan bahwa demokrasi dari tahun ke tahun tidak aman, selalu saja ada tumbal.

Hukum dan Sistem Penegakan

Hukum materil akan tegak apabila hukum formil berlaku tegak. Jadi perangkat hukum formil menjadikan hukum ini sebagai pejantan sesungguhnya yang bisa memberikan rasa aman, nyaman, damai serta ketertiban.

Hukum dalam sistem penegakan menyerukan kesamaan bagi setiap manusia asas (aquall). Ini jelas diuraikan dalam asas hukum pidana tentang kesamaan di depan hukum. Namun tidak secara tegak lurus diberlakukan, atas kepentingan-kepentingan tertentu, kemurnian hukum tergeser oleh sistem penegakan yang tidak taat hukum.

Prof. Dr. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penegakan hukum terjadi apabila ada ketidakserasian antara nilai, kaidah, dan pola perilaku (Tritunggal).

Namun penegakan hukum akan tidak maksimal bila dipengaruhi oleh faktor hukum (kebijakan), penegak hukum (tidak profesional) sarana atau fasilitas (tidak memadai), kondisi masyarakat (hilang kepercayaan) dan pengaruh kebudayaan (bertolak belakang).

Selain dari faktor-faktor tersebut timbul faktor-faktor yang menyayat moral hukum. Seperti halnya kasus "Sambo dan Teddy Minahasa". Yakni, tindakan inkonsistensi serta an-profesional Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ini yang memicu lunturnya kepercayaan publik pada tubuh institusi Kepolisian RI, sehingga tuntutan Reformasi Birokrasi sedang gencar dilakukan.

"Setiap masyarakat dianggap tahu hukum", asas yang menjadi dasar untuk menutup sebuah alasan dari perbuatan yang melawan hukum. Sekalipun produk hukum tersebut baru saja disahkan dan diundangkan serta diumumkan dalam berita Negara.

Di sini peran Lembaga-lembaga penegak hukum atau lembaga terkait dalam melakukan "advokasi" agar hukum dan peraturan perundang-undangan dapat benar-benar disosialisasikan dan dipatuhi oleh semua komponen. Seperti halnya membangun tekad (komitmen) bersama dari para penegak hukum yang konsisten.

Komitmen ini diharapkan dapat lahir terutama yang dimulai dan diprakarsai oleh "Catur Wangsa" atau 4 unsur Penegak Hukum, yaitu : Hakim, Advokat, Jaksa dan Polisi. Yang berwenang melakukan penegakan hukum.

Misteri Kematian Muardin

Hingga kini belum ada titik terang tentang siapa yang berbuat di balik meninggalnya Muardin. Berdasarkan uraian kuasa hukum Muardin (PBH LPW) yang diwakilkan Adhar, S.H,M.H mengaku, belum ada benang merah atas kasus yang menimpa kliennya.

Beberapa catatan dari hasil investigasi tim mereka menyatakan, ada indikasi pengaburan fakta-fakta hukum. Intimidasi saksi-saksi, dan mengesankan seolah-olah kasus ini tidak bisa diungkap.

Tidak heran, hingga hari ini penyidik Polres Bima Kota belum menetapkan siapa tersangka atas meninggalnya korban Muardin. Alasannya belum ada alat bukti.

Miris, apakah kematian Muardin dianggap seperti hal matinya anak ayam?  Apakah tidak ada yang terluka, berduka, ataukah kematiannya Muardin menjadikan matinya nurani Kopilisian Resor Bima Kabupten/Kota, Polda NTB serta Pemda Bima dan Pemprov NTB?

Tugas pokok dan wewenang Polri diatur melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tertuang pada Pasal 13, yakni: Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Menegakkan hukum, dan Memberikan perlindungan, pengayom.

Kalau saja kasus yang menimpa Muardin tidak secara terang diproses dan tidak pula menemukan kesimpulan, tentu akan menjadi catatan buruk bagi institusi kepolisian.

Tidak hanya polisi sebagai penegak hukum, pemerintah Kabupaten Bima dalam hal ini Bupati Bima juga harus bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Sebagai bentuk pemerintahan yang baik, pengayom, melindungi, serta sebagaimana falsafah "Bima Ramah".

Artinya percikan falsafah itu tidak hanya hidup dalam genggaman kata, semboyan saja, tetapi hidup dalam napas perjuangan, napas Pemda Bima.

Harusnya peristiwa ini tidak mesti melibatkan pemuda/mahasiswa, LSM, serta kelompok-kelompok tertentu. Kalau nurani instansi pemerintah, kepolisian itu kuat nan pemerhati.

Jangan salahkan masyarakat kalau keberlakuan sistem hukum absolutisme dalam dataran masyarakat atas hilangnya kepercayaan terhadap institusi Kepolisian dan pemerintah itu terjadi di Kabupaten Bima. (*)

Rabu, 02 November 2022

Mengapa Harus REGSOSEK?

 


Iin
Oleh: Iin Suprihatin (Statistisi Ahli Muda, BPS Kota Bima)


Program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia memegang peran penting dalam upaya pengentasan kemiskinan serta pembangunan ekonomi. 

Pertumbuhan ekonomi yang menjamin pemerataan dan keadilan adalah tantangan besar yang harus direalisasikan, terutama untuk mengurangi kemiskinan. Meski masih dibayangi dengan meningkatnya risiko ketidakpastian global, ekonomi Indonesia mampu tumbuh impresif pada Triwulan II 2022 sebesar 5,44% (yoy), tren positif ini menjadi  upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat  jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini menurun 0,17 persen jika dibandingkan tahun 2021. 

Meskipun perekonomian Indoensia menunjukkan performa cenderung membaik, pun kemiskinan juga mengalami penurunan. 
Namun  tingkat kemiskinan tahun 2022 masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi . 

Pemerintah Indonesia secara intensif telah menjalankan berbagai program pengentasan kemiskinan berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan. Perlindungan sosial dan pemberdayaan sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam pengentasan kemiskinan berperan cukup signifikan setelah beberapa program jaminan dan bantuan sosial diluncurkan. 

Namun pada pelaksanaannya, beberapa program tersebut masih terfragmentasi bahkan data penerima manfaat program masih bersifat sektoral  sehingga berjalan kurang efektif dan efisien serta menyebabkan masyarakat miskin dan rentan tidak mendapatkan layanan bantuan yang komprehensif. 

Mekanisme penargetan program yang belum terstandar dengan baik juga tidak berjalannya pemutahiran basis data sehingga menyebabkan terjadinya exclusion error dan inclusion error.

Tantangan yang muncul kemudian adalah upaya memperbaiki dan mempercepat koordinasi penyelenggaraan program-program perlindungan sosial ke dalam suatu sistem yang terintegrasi, tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga hingga tingkat daerah. 

Data perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat berbasis Registrasi Sosial Ekonomi merupakan solusi yang ditawarkan oleh pemerintah guna melakukan  percepatan dan perbaikan koordinasi antar program-program perlindungan sosial ke dalam satu sistem yang terintegrasi.

Regsosek merupakan salah satu arah kebijakan perlindungan sosial yang perlu diprioritaskan guna pengembangan Sistem Rujukan dan Layanan Terpadu. 

Sistem yang perlu ini mencakup koordinasi antarinstansi dan antarprogram, pengelolaan basis data kemiskinan yang aspiratif dan berkala, serta pemberian kewenangan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan koordinasi program di tingkat lokal sehingga mampu membuat program yang lebih responsif dan relevan dengan kebutuhan daerah.

Harapannya Sistem Registrasi Sosial Ekonomi menjadi single  source of truth  profil data sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang komprehensif dalam mewujudkan Satu Data Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. (*) 

Minggu, 02 Oktober 2022

Tragedi Oktober di Kanjuruhan

Dhimam
Oleh: Dr Dhimam Abror Djuraid, Wakil Ketua Dewan Pakar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat

 

DUNIA sepak bola Indonesia berduka cita. Kompetisi Liga 1 yang mempertandingkan Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Minggu (1/10) berakhir menjadi tragedi.

Arema kalah dari Persebaya 2-3, suporter marah, dan kerusuhan meledak menjadi huru-hara yang menewaskan sedikitnya 134 orang.

Ini merupakan jumlah korban kerusuhan sepak bola terbesar dalam sejarah sepak bola Indonesia. Bahkan, sangat mungkin jumlah ini merupakan yang terbesar dalam sejarah kerusuhan sepak bola di seluruh dunia. Jumlah korban di Malang masih sangat mungkin bertambah, karena sampai pagi ini masih tercatat 180 orang dirawat di rumah sakit.

Tragedi ini jauh lebih mengerikan dari tragedi Heysel di Brussel, Belgia pada 1985. Ketika itu berlangsung final Piala Champions antara Juvenetus melawan Liverpool, yang dimenangkan oleh Juventus dengan skor 1-0. Suporter Liverpool mengamuk dan membuat kerusuhan. Ratusan orang terluka akibat dinding stadion yang berjatuhan dan 39 meninggal dunia.

Otoritas sepak bola Eropa, UEFA, bertindak tegas dengan menjatuhkan sanksi keras berupa larangan bagi seluruh klub Inggris untuk mengikuti kompetisi apa pun di level Eropa. Bukan hanya Liverpool yang dikenai sanksi, tapi seluruh klub Inggris. Yang berbuat onar adalah suporter Liverpool, tapi yang menanggung sanksi adalah seluruh klub sepak bola Inggris.

Dengan sanksi tegas dan keras tanpa kompromi itu seluruh klub di Eropa berbenah dan menata hubungan dengan suporter. Organisasi suporter di seluruh Eropa berbenah dengan memperbaiki manajemen dan memberikan edukasi terhadap suporter-suporter yang menjadi anggota. Sanksi keras yang dijatuhkan oleh UEFA membawa efek jera yang kongkret.

Di Inggris suporter Hooligan yang terkenal fanatik dan beringas akhirnya bisa memperbaiki diri. Mereka kemudian berubah menjadi kelompok suporter yang punya fanatisme tinggi tapi tidak lagi beringas dan anarkis. Demikian halnya dengan kelompok suporter garis keras klub-klub Italia yang dikenal sebagai ‘’ultras’’. Mereka berbenah dan memperbaiki manajemen, sehingga berhasil menjadi kelompok suporter yang militan tapi tidak brutal.

Di Indonesia tragedi kematian suporter sangat sering terjadi, baik akibat perkelahian antar-suporter maupun karena kecelakaan di dalam atau di luar stadion. Tapi, sampai sejauh ini sanski yang dijatuhkan oleh PSSI, sebagai otoritas tertinggi sepak bola Indonesia, tidak memberikan efek jera yang bisa membawa reformasi total dalam pengelolaan suporter di Indonesia.

Sebelum kompetisi Liga 1 dimulai sudah terjadi korban tewas dalam pertandingan pra-musim Piala Presiden 2022, Juni lalu. Dalam laga di Geloran Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung, antara Persib melawan Persebaya, 2 orang bobotoh, suporter Persib, meninggal dunia akibat terjatuh dan terinjak-injak oleh penonoton lain.

Dari laporan match summary terungkap bahwa kerusuhan terjadi karena penonton berdesak-desakan berebut memasuki stadion. Kapasitas GBLA yang 38 ribu full house hampir 100 persen. Data yang terungkap dari penjualan tiket menunjukkan bahwa jumlah penonton mencapai 37. 872 orang. Ini berarti 99,7 persen stadion dipenuhi suporter.

Hal ini merupakan pelanggaran karena aturan Piala Presiden menyebutkan bahwa kapasitas stadion maksimal hanya boleh diisi 75 persen. Dalam pernyataan resmi juga disebutkan bahwa panitia hanya mencetak 19.000 tiket setiap pertandingan. Dalam kenyataannya tiket yang beredar jumlahnya dua kali lipat. Semua penonton yang hadir dalam pertandingan itu diketahui memegang tiket resmi.

Pelanggaran prosedur penjualan tiket, dan antisipasi keamanan yang tidak maksimal, menyebabkan dua nyawa melayang. Harusnya ada evaluasi dan ada sanksi atas kejadian ini. Tetapi ternyata keputusan yang diambil hanya formalitas saja.

Alarm tanda bahaya juga sudah muncul di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo dua minggu yang lalu. Ketika itu ratusan suporter  Bonek mengamuk setelah Persebaya kalah 1-2 dari Rans Nusantara. Suporter Bonek mengamuk, turun ke lapangan, merusak fasilitas stadion, dan melakukan penjarahan. Akibat kerusuhan ini Persebaya harus mengganti kerusakan stadion sampai seratus juta lebih. Persebaya dijatuhi sanksi 5 kali bermain tanpa penonton dalam pertingan home.

Peristiwa di GBLA dan Gelora Delta menjadi alarm tanda bahaya akan munculnya tragedi yang lebih dahsyat. Dan tragedi itu pun akhirnya menjadi kenyataan di Stadion Kanjuruhan. Sampai sekarang masih belum diketahui penyebab jatuhnya korban yang begitu besar.

Bisa dipastikan bahwa korban meninggal bukan karena bentrok dengan suporter Bonek Persebaya, karena pihak keamanan sudah melarang suporter Bonek untuk datang ke Malang. Kemungkinan yang terjadi adalah suporter meninggal karena mengalami sesak nafas, karena dari video dan foto-foto yang beredar tidak terlihat korban tewas yang mengalami luka parah.

Dugaan sementara menyatakan korban tewas karena sesak nafas oleh gas air mata. Jika benar bahwa gas air mata dipakai untuk membubarkan kerusuhan di stadion maka hal ini merupakan pelanggaran terhadap aturan FIFA, federasi sepak bola internasional, yang tidak memperbolehkan gas air mata dipakai di stadion. PSSI menghadapi risiko sanksi dari FIFA jika terbukti melakukan pelanggaran.

Tragedi Kanjuruhan terjadi ketika publik sepak bola Indonesia masih menikmati sisa-sisa euforia karena penampilan timnas Indonesia yang mengesankan. Dua kemenangan dalam pertandingan FIFA Match Day melawan Curacao, pekan lalu, membuat publik sepak bola nasional terhibur.

Di level kompetisi internasional Indonesia sedang menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Polesan pelatih timnas Shin Tae-yong berhasil membawa timnas senior berhasil lolos ke Piala Asia 2023. Timnas junior U-20 juga lolos ke Piala Asia 2023 di Uzbekhistan. Timnas Indonesia U-20 juga lolos otomatis dalam Piala Dunia U-20 yang bakal digelar di Indonesia, Mei tahun depan.

Tragedi Oktober di Kanjuruhan dikhawatirkan akan membawa sanksi yang memengaruhi keikutsertaan Indonesia di ajang kompetisi internasional itu. PSSI harus segera melakukan antisipasi terhadap hal ini. Sanksi tegas harus dijatuhkan terhadap siapa pun yang bersalah, tanpa pandang bulu. Tim gabungan ‘’fact finding’’ dari PSSI, Polri, dan unsur lain harus dibentuk untuk mengungkap tragedi ini secara tuntas.

Selama ini, PSSI selalu gamang dalam mengambil keputusan tegas, karena adanya konflik kepentingan di internal PSSI. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa banyak petinggi PSSI yang mempunyai klub yang berkompetisi di liga Indonesia. Kali ini PSSI tidak punya pilihan lain kecuali bertindak tegas dan menyingkirkan berbagai konflik kepentingan.

Publik tahu bahwa seorang petinggi PSSI mempunyai saham pribadi di Arema Malang. Konflik kepentingan ini harus disisihkan. Kalau tidak, PSSI akan terancam disisihkan dari perhelatan sepak bola internasional. (*)

Senin, 05 September 2022

Optimalisasi Peran Perempuan Dalam Pembangunan di Kota Bima

Iin
Oleh, Iin Suprihatin (Statistisi Ahli Muda, BPS Kota Bima)


Perempuan dengan segala jenis problematikanya memiliki sejarah panjang di negeri ini. Mirisnya tidak sedikit hasil kajian yang menyebutkan bahwa  perempuan dan anak tergolong kelompok rentan mendapatkan masalah dari isu kekerasan, kemiskinan bahkan kesulitan dalam mengakses pasar kerja. 

Meskipun menjadi populasi terbesar di Kota Bima yang mencapai 91.479 jiwa sampai  saat ini perempuan dicap sebagai kelompok kelas kedua (subordinat) sehingga dianggap hanya mampu melaksanakan home based job atau dalam  istilah ketenagakerjaanya  adalah pekerja informal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik  Propinsi NTB Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bima sejak empat tahun terakhir  menunjukkan  nilai yang  tidak stabil. Hal ini mengindikasikan program pemerintah  berbasis gender belum memberikan hasil positif terhadap peningkatan kapasitas dasar perempuan Kota Bima. 

Meskipun demikian dengan capaian  IPG  Kota Bima pada tahun 2021 ini yaitu sebesar  96,41 persen menunjukkan pemerintah telah mampu mengurangi gap secara nyata dalam pencapaian kemampuan dasar laki-laki dan perempuan. 

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)  Kota Bima mengalami peningkatan sebesar 0,58 persen dibandingkan tahun  sebelumnya.  Disinyalir meningkatnya proporsi perempuan yang berstatus tenaga kerja professional juga keterwakilan perempuan di parlemen merupakan pengungkit dari IDG ini.

Jadi dapat dikatakan daya tawar perempuan Kota Bima dalam pengambilan kebijakan relative menguat dibandingkan tahun sebelumnya. 

Kenaikan IDG ini tidak diikuti oleh indeks perempuan sebagai tenaga professional yang hanya 47,80 persen.  Mirisnya sejak 4 tahun terakhir terjadi trend  penurunan indeks tersebut. 

Terkait penurunan ini perlu dilakukan kajian mendalam, selain itu pemerintah harus mendorong kebijakan dengan perspektif kesetaraan dan keadilan gender yang terefleksi dari aturan dan program yang responsive gender bukan sebaliknya bias gender.

Masih dari data BPS, sumbangan pendapatan perempuan Kota Bima memiliki trend naik namun hanya sekitar 38,2 persen. Angka ini merefleksikan kedudukan perempuan di pasar kerja yang belum diperhitungkan. 

Situasi ini bisa saja disebabkan oleh berbagai faktor. Namun aspek ketidaksetaraan gender menjadi faktor determinan.

Meskipun telah banyak program, kebijakan dan peraturan, diskriminasi antar gender masih sering terjadi di pasar kerja. Hal ini  dikarenakan implementasinya yang belum optimal.

Penghapusan diskriminasi gender dalam ekonomi tidak hanya menjadi peran pemerintah saja, lebih jauh lagi. Sehingga perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, seperti pengusaha, lingkungan kerja, keluarga hingga masyarakat. 

Perempuan juga berhak untuk mendapatkan pekerjaan, jabatan, promosi, juga pelatihan demi meningkatkan kualitas dan kapasitasnya. Sehingga nantinya perempuan bisa menjadi actor strategis di dalam pembangunan, tidak hanya di Kota Bima tetapi juga pembangunan juga secara nasional sehingga mampu mengubah kehidupan masyarak lebih baik dan sejahtera. (*)

Senin, 01 Agustus 2022

Tumpas “Iblis” di Pupuk Bersubsidi

Sarwon

Catatan: Sarwon Al Khan *) 


PUPUK bersubsidi merupakan salah satu kebutuhan mendasar petani dalam sejumlah usaha produksi pertaniannya. Sayangnya, tengara permainan “iblis” dalam “lingkaran setan” telah menyiksa petani. Para petani sangat merasakan dampak (akibat) permainan terkutuk itu.


Setiap tahun para petani di Kabupaten Dompu dan di berbagai daerah dihantui dan didera persoalan pupuk. Khususnya pupuk bersubsidi. Masalahnya sudah mengklasik. Ibarat penyakit, kondisinya sudah kronis. Stadium empat.


Setiap tahun pula bahan kebutuhan pokok petani itu mengalami kelangkaan. Sejumlah petani sempat menyebut, oknum-oknum pengecer diduga kerap menjualnya ke luar wilayah RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani).


Selain itu, juga dampak dari kelangkaan, harganya membumbung tinggi. Tidak main-main, harga pupuk bersubsidi di Bumi Nggahi Rawi Pahu sampai menembus Rp. 175 ribu per sak.


Itu jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Yakni melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI Nomor 49 Tahun 2020, tanggal 30 Desember 2020 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi.


Terbaru, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.


Meski Permentan 49/2020 itu telah berjalan hampir dua tahun, kondisi di lapangan (di daerah-daerah) masih memprihatinkan. Oknum-oknum pengecer nakal di daerah, masih mengabaikan dengan regulasi tersebut.


Khususnya di Kabupaten Dompu. Para petani di sana, terutama di wilayah bagian timur, merasa sudah lama dirugikan dan dipermainkan oleh beberapa oknum pengecer zalim.


Karena itulah, saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPRD Kabupaten Dompu, puluhan petani dan pemuda dari Dompu timur menuntut agar oknum-oknum pengecer nakal segera diproses dan dicabut izinnya. Prilakunya dinilai brengsek. Mengais keuntungan di atas penderitaan rakyat petani.


HET Sesungguhnya


Semua elemen masyarakat, terutama petani, perlu mengetahui berapa sesungguhnya HET pupuk-pupuk bersubsidi.


Berdasarkan Permentan 49/2020, harga Pupuk Urea hanya Rp. 2.250 per Kg atau Rp. 112.500 per karung. Pupuk ZA harganya Rp. 1.700 per Kg atau Rp. 85.000 per karung.


Sementara jenis SP-36 harganya Rp. 2.400 per Kg atau 120.000 per karung, NPK Phonska Rp. 2.300 per Kg atau Rp. 115.000 per karung, dan Petrogani Rp. 800 per Kg atau 32.000 per karung.


Dalam Permentan itu juga (antara lain) mengatur tiga hal;


Pertama, Harga Eceran Tertinggi (HET) berlaku untuk pembelian pupuk bersubsidi oleh petani yang melakukan usaha tani sebagai berikut:

a. Petani tanaman pangan perkebunan hortikultura dan/atau peternakan dengan luasan paling luas 2 hektare setiap musim tanam.

b. Petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan pada lahan Perluasan Areal Tanaman Baru (PATB).

c. Pembudidaya ikan dengan luasan usaha budidaya paling luas satu hektare setiap tahun.


Kedua, pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang:

a. Tergabung dalam kelompok tani. 

b. Terdaftar dalam sistem e-RDKK.

c. Menunjukkan identitas atau kartu tanda penduduk D mengisi form penebusan pupuk bersubsidi. 


Ketiga, pembelian dilaksanakan di penyalur Lini IV (Kios Resmi PT. Pupuk Indonesia) secara tunai dan diambil sendiri dalam kemasan sebagai berikut:

a. Urea, ZA, SP-36, Phonska: 50 Kilogram

b. Petroganik: 40 Kilogram.


Tinggal Dua Jenis Pupuk Subsidi


Itu menurut Permentan 49/2020, regulasi lama. Sedangkan regulasi barunya, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.


Dalam Permentan 10/2022 disebutkan, pupuk bersubsidi dari pemerintah tinggal dua jenis. Urea dan NPK Phonska.


Sekda Kabupaten Dompu Gatot Gunawan P. Putra dan Kadistanbun Muhammad Syahroni menjelaskan hal itu di WAG LakeyNews.Com, Minggu (31/7) malam ini.


Kata mereka, pada 19 Juli lalu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan melaksanakan rapat koordinasi (Rakor). Rakor nasional secara zoom meeting itu membahas Tata Pengelolaan Pupuk Bersubsidi. Bagaimana hasilnya?


Merujuk pada Permentan Nomor 10 Tahun 2022, paling tidak, ada dua hal mendasar yang berubah terkait tata kelola pupuk bersubsidi, jika dibandingkan regulasi sebelumnya.


Pertama, pada regulasi sebelumnya, ada lima jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah. Yaitu Urea, NPK Phonska, SP-36, ZA dan Pupuk Organik.


Namun, dengan regulasi baru (Permentan Nomor 10/2022), pupuk bersubsidi hanya tinggal dua jenis, Urea dan NPK Phonska. Ketentuan ini akan efektif berlaku atau terhitung mulai tanggal 30 September 2022.


Dan, perubahan kedua, hanya sembilan komoditi yang boleh mendapatkan (diperuntukan) pupuk bersubsidi, yaitu:

- Tiga Komoditi Tanaman Pangan; Padi, Jagung dan Kedelai

- Tiga Komodiri Hortikultura; Cabai, Bawang Merah dan Bawang Putih, dan

- Tiga Komoditi Perkebunan; Tebu Rakyat, Kakao dan Kopi.


Artinya, jika regulasi sebelumnya, pupuk bersubsidi masih bisa dikonsumsi oleh Subsektor Perikanan (tambak) dan Subsektor Peternakan (hijauan makanan ternak), maka mulai 30 September mendatang hal itu sudah tidak diperbolehkan lagi.


Tulisan ini menjadi pengingat, sekalian pencerahan bagi para petani khususnya, dan semua elemen masyarakat pada umumnya.


Harapannya, agar masyarakat petani tidak terus menerus dirugikan oleh praktik licik dan picik oknum-oknum tidak bertanggung jawab.


Dengan demikian, dapat sama-sama berkontribusi dalam memantau dan mengawasi penjualan/penyaluran pupuk bersubsidi. Sehingga, harganya sesuai dengan HET dan pendistribusian tepat sasaran.


Jika menemukan, praktik-praktik yang bertentangan dengan Permentan 49/2020, Permentan 10/2022 dan peraturan lainnya, patut ditumpas bersama. Laporkan ke Pemkab (Dinas Perindag) Kabupaten Dompu dan/atau pihak terkait lainnya.


Katakanlah itu diduga dilakukan oknum-oknum pengecer atau distributor. Tentu saja harus disertakan bukti-bukti dan fakta-fakta pendukung. Sehingga laporan layak ditindaklanjuti pemerintah.


Semoga kegalauan, kerisauan, kegelisahan dan keresahan kaum tani, kerugian dan kezaliman terhadap mereka sesegera mungkin disudahi. Wallahu’alam bissawaab! (*)


*) Penulis adalah Wartawan dan Pemred Lakeynews.com, serta Ketua DPD Media Independen Online (MIO) Indonesia Kabupaten Dompu.

Kamis, 31 Maret 2022

Sifat-Sifat Kepemimpin yang Efektif Dalam Islam

Sifat
Oleh: Mukhlis (Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

Dosen Pengampu : Shanti Wardaningsih S.Kep, Ns.,M.Kep.,Sp.Jiwa.,Ph. D

 

Fitrah Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia diciptakan oleh Allah SWT kemuka bumi ini sebagai khalifah (pemimpin), oleh sebab itu maka manusia tidak terlepas dari perannya sebagai seorang pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan suatu peran sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab jatuh bangunnya suatu organisasi. Dalam menyoroti pengertian dan hakikat kepemimpinan, sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat luas serta merupakan proses yang melibatkan berbagai komponen yang didalamnya saling mempengaruhi.

 

Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang secara bahasa berarti seseorang yang bisa dan mampu menjadi panutan yang akan diikuti segala perintah dan perbuatannya oleh suatu kelompok atau golongan tertentu untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, melarang dan membimbing orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan disini bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sesuatu yang muncul dari proses panjang perubahan dalam diri, ketika seseorang menemukan visi dan misi dalam hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk suatu karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati.

 

Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna untuk menjadi pemimpin dunia yang diciptakan dengan akalnya sebagai alat berpikir tentulah yang paling layak untuk memimpin dunia agar terciptanya sebuah kemaslahatan satu sama lain baik itu sesama manusia maupun manusia dengan alam serta makhluk hidup lainnya. Hal ini telah ditegaskan Allah SWT dalam firmannya yang berbunyi :

 



Artinya : "Ingatlah ketika tuhanmu kepada para malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Allah swt berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

 

Kepemimpinan lahir dari proses internal dalam diri seseorang. Dimana proses itu berlangsung melalui konsep kepemimpinan yang dimilikinya. Konsep kepemimpinan adalah peran dan aktivitas seseorang yang berhubungan dengan keterampilan dalam mempengaruhi seseorang. Artinya peran seseorang dalam mempengaruhi orang lain berdasarkan kemampuan yang ada dalam dirinya. Untuk menjadi pemimpin yang efektif, maka harus memiliki sifat-sifat yang baik. Mengenai sifat-sifat kepemimpinan pada umumnya memerlukan sifat-sifat kelebihan dari si pemimpin terhadap yang dipimpin. Kelebihan-kelebihan itu meliputi tiga hal, yakni :

 

1. Kelebihan dalam penggunaan ratio (pikiran) yaitu memiliki pengetahuan tentang hakikat tujuan dari pada organisasi yang dipimpinnya

2. Kelebihan dalam rohaniah yaitu kelebihan dalam memiliki sifat-sifat yang memancarkan keluhuran budi, ketinggian moral dan kesederhanaan watak.

3. Kelebihan dalam badaniah yaitu memiliki kesehatan badan yang memungkinkan pemberian contoh serta prestasi kerja sehari-hari.

 

Dalam pandangan islam konsep kepemimpinan ini berdasarkan aturan islam yaitu Al-quran dan Hadist. Konsep kepemimpinan dalam Islam sendiri, sebenarnya memiliki kriteria dasar yang sangat kuat dan kokoh. Kepemimpinan dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transendental, namun telah dicontohkan dan dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh Nabi Muhammad S.A.W, para Sahabat dan AlKhulafa' Al-Rasyidin. Pijakan kuat yang bersumber dari Al-quran dan Assunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan kriteria kepemimpinan Islam sebagai salah satu contoh kepemimpinan yang diakui dan dikagumi oleh dunia internasional.

 

Imam al-Auza’iy pernah berkata kepada Khalifah Abu Ja’far al-Manshur “Sesungguhnya, Umar bin Khaththab ra pernah berkata, “Pemimpin itu ada empat macam :

 

Pemimpin yang dirinya dan pengikutnya memiliki jiwa yang kuat seperti halnya para mujahid yang berjuang dijalan Allah s.w.t, sehingga tangan Allah s.w.t terbentang untuk memberikan rahmat kepadanya.

Pemimpin yang lemah jiwanya, sehingga dikendalikan oleh pengikutnya. Sesungguhnya, pemimpin seperti ini sangat dekat dengan kehancuran, kecuali Allah swt memberinya rahmat.

Pemimpin yang pengikutnya lemah, sehingga dia mengendalikan mereka, maka pemimpin seperti ini akan dimasukkan ke dalam neraka Huthamah, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah s.a.w, “Berilah khabar gembira kepada pemimpin Huthamah, karena dia sendirilah yang akan binasa”.

Pemimpin yang dirinya dan pengikutnya saling berebut pengaruh dan kekuasaan, sehingga mereka semua terjatuh dalam kebinasaan”.

 

Sedangkan dalam Islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sekurang-kurangnya 4 (empat) sifat dalam menjalankan kepemimpinannya, yakni: Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah :

 

1. Siddiq (jujur) sehingga ia dapat dipercaya,

2. Tabligh (penyampai) atau kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi,

3. Amanah (bertanggung jawab) dalam menjalankan tugasnya,

4. Fathanah (cerdas) dalam membuat perencanaan, visi, misi, strategi dan mengimplementasikannya.

 

Pentingnya kepemimpinan dalam islam banyak sekali hadits Nabi yang menyebutkan keutamaan bagi seorang pemimpin yang adil dan amanah terhadap rakyatnya. Bahkan sebagian ulama mengatakan sebuah Negara yang memiliki seorang pemimpin bodoh sekalipun lebih baik dari pada tidak memiliki seorang pemimpin di negara tersebut. Karena saking pentingnya keberadaan pemimpin ditengah kehidupan manusia, Islam sangat mengatur hal-hal yang berkaitan dengan sifat-sifat yang baik bagi seorang calon pemimpin dan bagaimana karakter pemimpin menurut islam yang ideal.(*)

 

Kamis, 23 Desember 2021

Refleksi Hari Ibu “Dualisme Peran Sebagai Ibu dan Working Mother”

Iin
Iin Suprihatin, S.Si (Statistisi BPS Kota Bima)
 

Pemberlakuan aturan Social distancing bagi masyarakat, guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19 memunculkan suatu keadaan baru dalam aktifitas bekerja dan belajar yang terjadi dalam satu setting tempat, yaitu rumah. Saat ini banyak orangtua yang bekerja dari  rumah (Work from home) sekaligus harus mendampingi anak belajar jarak jauh dari rumah (school from home). Sehingga mengharuskan ibu merangkap dua peran sebagai ibu dan working mother.

Menghadapi tugas yang muncul dalam waktu bersamaan dan harus disikapi dengan kepala dingin, tentunya menuntut upaya yang tidak sederhana, dan kondisi tersebut harus dilakukan demi tercapainya kesejahteraan kehidupan rumah tangga.  Tuntutan tersebut dapat menambah stresor negatif yang dirasakan oleh seorang Ibu yang bekerja  sekaligus harus beradaptasi terhadap penggunaan media pekerjaan secara virtual, kebutuhan dan caring terhadap anggota keluarga lain juga hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan kantornya yang harus dilakukan di rumah.

Badan Pusat Statistik Kota Bima melansir dalam Statistik Ibu dan Anak Kota Bima(2020), pekerja perempuan berumur 15 tahun keatas yang berstatus kawin di Kota Bima  sebesar 72,03 persen dengan rata-rata waktu kerja 47,27 jam dalam seminggu. Sebanyak  38,07 persen ibu berstatus buruh/karyawan/pegawai dengan 74,81 persen ibu memilih bekerja pada lapangan usaha jasa.

Umumnya  motivasi seorang ibu  untuk  bekerja antara lain, tuntutan finansial, menggantikan peran suami, pemanfaatan kondisi kesehatan, dan menunjukkan eksistensi sebagai ibu sekaligus wanita pekerja sehingga menjadi contoh terbaik dalam keluarga. Bagi working mother kebijakan working from home merupakan sebuah previledge, tetapi tidak bisa menampik fakta bahwa bagaimana lekatnya pekerjaan domestik pada ibu. Melekatnya pekerjaan domestik membuat para ibu pekerja tidak bisa sepenuhnya fokus pada kesibukan kantor, melainkan memaksanya untuk bisa melakukan multitasking.

Multitasking merupakan aktivitas melakukan beberapa hal dalam satu waktu. Nyatanya multitasking tidak mempercepat pekerjaan selesai, justru menurunkan produktivitas. Ketika menjalankan multitasking, fokus akan terpecah dan dapat berdampak panjang pada kondisi psikologis seseorang. Mother working lebih rentan mengalami konflik pekerjaan dan keluarga (work-family conflict) (Susanti, Matulessy, & Pratikto, 2017). Seorang ibu diposisikan untuk tetap bisa mengurus anak, suami, dan rumah tangga bersamaan dengan kewajiban kantor. Beberapa mungkin memiliki asisten rumah tangga  untuk membantu pekerjaan rumah, namun bukan berarti membebaskan seorang ibu terhadap distraksi yang ada. Butuh waktu, energi, dan emosi untuk memfokuskan diri mengimplementasikan ide dalam pekerjaan.

Perlu cara jitu  mother working untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya adalah membiasakan praktek mindfulness. Terlepas dari berbagai peran yang harus dijalani, kondisi mindfull  nyatanya memberikan kesadaran terhadap kontrol diri pada individu, mengurangi timbulnya keterpecahan pikiran, perasaan tidak nyaman, gelisah, dan cemas. Sehingga mengurangi beban yang timbul dari dualism peran seorang ibu dalam kesehariannya. Ketika seseorang melihat situasi lebih jernih, menghasilkan keputusan yang lebih tepat yang harapannya tercapai keseimbangan di antara dunia kerja maupun keluarga.(*)

Sabtu, 13 November 2021

Ujung Perjalanan Demokrasi

Safitri
Oleh: Ainu Safitri, Mahasiswa PGSD Universitas Muhammadiyah Malang

Berawal dari dilantiknya Soekarno-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden sehari setelah kemerdekaan negara Indonesia dideklarasikan , yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada saat itu pemerintah Indonesia belum mengatur sistem apa yang akan di anut oleh negara Indonesia. Presiden dan wakil presiden pun saat itu masih mencari sistem apa yang sekiranya cocok untuk dianut dan dijalankan oleh negeri ini.

Demokrasi, dipilih, diputuskan menjadi jalan. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang dilandasi oleh konsep berpikir dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam mejalankan pemerintahan, pemerintah dikontrol dan diawasi oleh rakyat melalui undang – undang yang dibuat oleh wakil-wakilnya di parlemen. Dalam sistem demokrasi juga mengenal sebuah konsep “trias politika”, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Dalam perjalanan Demokrasi di Indonesia, pertama kali dikenal dengan istilah Demokrasi Parlementer pada tahun 1945 – 1959 yaitu demokrasi yang kerap kali disebut sebagai era demokrasi liberal. Munculnya sistem parlementer di Indonesia karena jatuhnya kabinet presidensial pertama pada tanggal 14 november 1945 yang disebabkan oleh keluarnya maklumat Wakil Presiden No. X/1945 pada 16 oktober 1945. Masa itu adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehiduupan politik di Indonesia.

Karakteristik yang dianut pada demokrasi parlementer yaitu sistem multipartai, basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah, pengawasan ketat dari parlemen. Parlemen pemegang kekuasaan politik terbesar dan kabinet pemerintahan koalisi tidak stabil.

Terdapat 6 kabinet pada masa itu diantaranya, Kabinet Natsir (september 1950 – maret 1951), Kabinet Sukiman (april 1951 – april 1952), Kabinet Wilopo (april 1952 – juni 1953), Kabinet Burhanuddin Harahap (agustus 1955 – maret 1956), dan Kabinet Ali Sastroamijoyo (juli 1953 – agustus 1955).

Berakhirnya demokrasi parlementer kemudian muncullah demokrasi terpimpin pada tahun 1959 – 1966. Pada masa demokrasi ini dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik dan perkembangan pengaruh komunis, serta peran ABRI sebagai unsur sosial – politik semakin meluas dan hak berserikat dan berkumpul dijamin.

Karakteristik demokrasi ini ditandai dengan melemahnya sistem kepartaian karena kekuasaan presiden yang semakin besar dan juga peran kontrol gotong – royong melemah, kewenangan daerah terbatas, kebebasan pers dibatasi dan sejumlah media dibredel. Selain itu juga pada sistem demokrasi ini pemilu tidak terselenggara dan tidak memperbaiki sistem ekonomi dan sosial pada masa sebelumnya.


Karikatur
Ilustrasi 


Kemudian muncul demokrasi baru yang dinamakan Demokrasi Pancasila/Orde Baru pada tahun 1966 – 1998 dimana masa demokrasi ini merupakan demokrasi konstitusional yang mengutamakan sistem presidensial. Gagasan formal periode ini adalah Pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka membenarkan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yaitu terjadi pada masa demokrasi terpimpin. Namun dalam perkembanganya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga negara yang lain.

Era demokrasi pancasila diawali dengan suatu peristiwa sejarah yang sangat kelam bagi Indonesia yaitu Gerakan 30 September (G30S). Pada masa ini Indonesia menggunakan sistem presidensial sehingga kekuatan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangat tinggi sehingga masih sangat kuat campur tangan pemerintah mengenai partai dan publik, masa ini tidak berlaku pergantian kekuasaan politik walupun penyelenggaraan Pemilu teratur setiap 5 tahun. 

Jumlah partai politik pun dibatasi dan juga kebebasan pers masih dibatasi dalam hal ini peran militer sangat kuat dengan konsep difungsi ABRI. Diakhir masa orde baru perekonomian kacau, harga BBM naik, kebutuhan pokok melambung kemudian terjadi demonstrasi masa yang dimotori mahasiswa yang menuntut reformansi.

Memasuki demokrasi terakhir yaitu Demokrasi Transisi/Reformasi mulai pada tahun 1998 – sekarang, era reformasi di awali dengan turunnya Soeharto karena demonstrasi masa yang dimotori mahasiswa pada tahun 1998. Era reformasi sangat berakar pada kekuatan multipartai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikadif. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru. Dengan kata lain demokrasi era reformasi ini kurang mendasar pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seperti yang diterapkan pada sila ke-5.

Demokrasi ini parlemen terdiri dari banyak partai yaitu menggunakan sistem unjuk partai, sistem pemilihan langsung dilakukan untuk presiden dan kepala daerah. Pada Demokrasi ini pers dan media dibebaskan menyatakan pendapat, saat ini Indonesia menggunakan sistem desentralisasi dengan mode otonomi daerah.

Dari sistem demokrasi sekarang kerap kali kualitasnya dianggap menurun dalam tujuh tahun terakhir, Indonesia menunjukkan penurunan kinerja demokrasi yang serius, salah satu faktor utama penurunan itu adalah masih kuatnya diskriminasi terhadap kalangan yang dianggap minoritas, yang kadang diwujudkan dengan menggunakan kekerasan, dan seolah dibiarkan oleh pemerintah. Karena itu, ke depan, Indonesia memerlukan kepemimpinan strategis di tingkat pusat hingga daerah yang mengedepankan prinsip-prinsip dasar kesetaraan warga negara. Dengan kata lain sistem demokrasi di Indonesia masih dianggap sebagian bebas.

Di sisi lain, yang menyebabkan kinerja demokrasi di Indonesia dianggap terus menurun adalah yang terkait dengan dimensi kebebasan sipil. Termasuk dalam kebebasan sipil antara lain kebebasan berbicara, kebebasan akademik, kebebasan berorganisasi serta kebebasan menjalankan dan menyatakan keyakinan agama atau bahkan tidak percaya pada agama secara tidak terbuka.

Selain itu, kebebasan berkumpul juga masih kurang terlindungi, terutama berkumpul untuk protes terhadap pemerintah terkait dengan kasus-kasus masa lalu. Ada intimidasi terhadap gerakan yang berusaha meminta pemerintah membuka kembali kasus kekerasan G30S, kerusuhan 1998 dan lainya.

Belakangan ini, masyarakat semakin merasa takut untuk berbicara, dengan cara penutupan saluran ekspresi di media sampai dengan penangkapan oleh polisi secara sewenang-wenang. Seharusnya setelah lebih dari 20 tahun kita meninggalkan rezim otoriter orde baru, kualitas demokrasi kita sudah sepantasnya  berangsur membaik terutama dalam hal kebebasan penuh dalam menyamapaikan pendapat dan berekspresi.(*)

Kamis, 26 Agustus 2021

Mengakrabkan Pajak Kepada Siswa Sumbawa di Tengah Pandemi

Yacob
Oleh: Yacob Yahya, SE,AK, MBA (Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumbawa Besar)
 

Pada hari Rabu, 25 Agustus 2021, secara serentak seluruh unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak menyapa siswa sekolah dalam program tahunan Pajak Bertutur. Kegiatan tahun ini tak jauh beda dari tahun lalu, yakni masih dalam situasi pandemi COVID-19. Oleh karena itu, aktivitas harus senantiasa menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Di daerah yang berisiko tinggi, kegiatan selayaknya digelar secara daring, sedangkan di zona yang berisiko lebih rendah, dapat dilakukan secara tatap muka dengan jumlah peserta terbatas dan beberapa modifikasi. Pada kesempatan kali ini, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumbawa Besar melangsungkan Pajak Bertutur bersama para siswa SMA Negeri 2 Sumbawa Besar dan SMK Negeri 1 Sumbawa Besar, secara terpisah.

Pajak Bertutur bertujuan untuk mengenalkan pajak kepada siswa sekolah sehingga menggugah kesadaran melaksanakan kewajiban perpajakan mereka, kelak dua-tiga dekade kemudian. Pada saatnya tiba, mereka akan menjadi generasi emas yang menentukan wajah negeri ini. Pada tahun 2045 nanti, anak-anak sekolah ini bakal memasuki usia produktif dan diproyeksikan mendominasi 60% dari 297 juta jiwa jumlah penduduk.

Di tengah wabah COVID-19 yang belum mereda sejak satu setengah tahun yang lalu, anggaran belanja dan pendapatan negara (APBN) tahun 2021 dan tahun depan masih menekankan pemulihan ekonomi dan kesehatan. Pada tahun ini, prioritas belanja negara tersebut antara lain Rp169,7 triliun untuk sektor kesehatan, Rp550 triliun untuk bidang pendidikan, dan Rp417,4 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Hingga akhir Juli 2021, belanja vaksinasi telah mencapai Rp11,72 triliun dengan menyasar 65,79 juta dosis.

Dari manakah sumber penghasilan negara untuk belanja kebutuhan vital itu tadi? Pendapatan negara dipatok pada angka Rp1.743,6 triliun, yang ditargetkan terkumpul dari pajak (Rp1.229,6 triliun), bea dan cukai (Rp215 triliun), penerimaan negara bukan pajak (Rp298,2 triliun), serta hibah (hampir Rp0,9 triliun). Ibarat air yang menyusun sebagian besar tubuh manusia, pajak bersumbangsih atas 71% dari pendapatan negara. Jika kekurangan pasokan pajak, negara akan “dehidrasi” dan bisa ambruk.

Dengan antusias para siswa memahami filosofi pembebanan pajak kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di sinilah dapat kita pahami bahwa di dalam pemajakan terdapat demokrasi. Memang betul, pajak bersifat memaksa, namun pemaksaan tersebut harus sudah melalui kesepakatan antara negara dan rakyat, yang tertuang di dalam Undang-Undang. Sedangkan Undang-Undang itu sendiri merupakan payung hukum yang disusun, dibahas dan disahkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, mencuatlah semboyan yang terkenal, “no taxation without representation” (tiada pemajakan tanpa perwakilan rakyat) dan “taxation without representation is robbery” (pemajakan tanpa perwakilan rakyat adalah perampokan).

Di era modern sekarang ini, membayar pajak juga dapat disetarakan dengan membela negara. Pengertian bela negara sudah bukan terbatas pada angkat senjata seperti halnya pada masa perang, namun juga perlu didefinisikan ulang dengan berkontribusi menunaikan kewajiban perpajakan. Dana pajak ini diperlukan untuk membangun ketahanan di tengah gempuran wabah COVID-19 yang belum surut. Vaksinasi, yang dapat dinikmati secara gratis oleh warga dan dibiayai oleh negara, merupakan perisai yang menjadi bekal dalam melawan virus korona tersebut.

Pajak juga merupakan sumber kemandirian bangsa, karena selama pembangunan dan penyelenggaraan keberlangsungan negeri ini sebagian besar atau bahkan seluruhnya didanai dari pajak, maka negara kita tidak bergantung dari pihak lain.

Program Pajak Bertutur ini dirasa perlu dan penting untuk makin mendekatkan pajak dengan para siswa. Karena suatu saat nanti, mereka akan menjadi pembayar pajak dan merasa bangga memberikan kontribusi untuk negara.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.

Ad Placement

Kota Bima

Bima

Dompu