Pinjam Perusahaan Jasa Konstruksi, Dedi: Direktur dan Peminjam Dapat Dipidana - Bima News

Senin, 10 Oktober 2022

Pinjam Perusahaan Jasa Konstruksi, Dedi: Direktur dan Peminjam Dapat Dipidana

Dedi
Dedi Irawan
 

bimanews.id, Kota Bima- Pemerintah Kita (Pemkot) Bima meliris telaahan hukum kaitan tentang status keperdataan pinjam meminjam perusahan jasa konstruksi. Tanggung jawab yang timbul melekat pada direktur dan peminjam.

"Hati hati bagi para direktur PT atau CV meminjamkan perusahaan pada pihak lain. Karena berakibat secara hukum kepada pemilik perusahan," sebut Kepala Dinas Kominfotik Kota Bima melalui Kepala Bagian Hukum Setda Kota Bima, Dedi Irawan, SH  dihubungi via pesan WhatsApp, Senin (10/10).

Selama ini, pinjam meminjam perusahaan jasa konstruksi menjadi kebiasaan. Ketika peminjaman itu diikuti dengan surat kuasa,  tidak berdampak hukum bagi pemilik perusahan.

Beda jika, pinjam meminjam perusahan  itu tanpa surat kuasa. Maka tanggung jawab tetap melekat pada direktur perusahan.

"Bukan berarti perbuatan meminjam bendera itu tidak mengandung potensi pelanggaran hukum," tuturnya.

Secara keperdataan lanjut dia, yang bertanggungjawab terhadap penyelesaian pekerjaan adalah direktur perusahaan yang menandatangani kontrak.

Apabila ada kerugian negara atau gratifikasi pada pejabat negara, dan terbukti perusahaan dipinjamkan kepada orang lain.  Maka pertanggungjawaban pidana dibebankan pada direktur dan peminjam perusahaan.

“Artinya, keduanya dapat terjerat sebagai pelaku tindak pidana korupsi," terangnya.

Sangkaan pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dapat menjerat pemilik perusahan dan peminjam.  Tergantung delik.

“Jika deliknya adalah perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian negara atau ada pemalsuan dokumen. Keduanya terjerat pasal ikut serta melakukan tindak pidana” jelasnya.

Pasal dalam KUHP yang dapat menjerat pelaku itu diatur pada pasal 55 ayat (1) ke 1 atau bisa juga disebut membantu seperti diatur dengan pasal 56 KUHP.

“Kalau deliknya suap, maka pelaku penyuapan dan yang menerima suap, atau dua duanya bisa dipertanggungjawabkan secara pidana," bebernya.

Meminjamkan perusahaan kepada orang lain setidaknya melanggar tiga persoalan. Yakni, melanggar prinsip dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam pasal 6 dan 7 Perpres Nomor 16 Tahun 2018, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

"Dalam pasal 7 mengharuskan semua pihak yang terlibat PBJ mematuhi etika, termasuk mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara," tuturnya.

Melanggar larangan membuat dan memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan keterangan palsu, sesuai Peraturan LKPP nomor 9 tahun 2019.

Kemudian, menabrak larangan mengalihkan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada pihak lain. Itu diatur pada Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018, tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Pinjam bendera sudah pasti melanggar ketentuan,” tambahnya. (fir)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda