Ikut Demo Emak-emak Ngeluh, Bawang Tidak Laku Hidup Mereka Susah - Bima News

Jumat, 19 November 2021

Ikut Demo Emak-emak Ngeluh, Bawang Tidak Laku Hidup Mereka Susah

Ikut Demo
Ibu-ibu dan anak-anak yang ambil bagian pada aksi demo petani bawang di Kantor Bupati Bima, Kamis (18/11) menuntut perbaikan harga bawang yang saat ini anjlok
 

BIMA-Diantara ribuan petani bawang  Kecamatan Belo yang turun aksi demo di Kantor Bupati Bima, Kamis (18/11) terdapat sejumlah emak-emak.  Bahkan ada yang sudah berusia lanjut.

Mereka ambil bagian saat aksi tersebut, karena ketika harga bawang anjlok apalagi tidak ada pembeli, mereka juga ikut susah. Harapannya, ada solusi diberikan pemerintah dari aksi tersebut. 

Rohana, warga Desa Ngali saat temui ketika berteduh di bawah pohon mengaku, sengaja datang. Menemani sang suami bersama rombongan menggunakan mobil pikup.

Aksi tersebut sebagai bentuk protes menyusul anjloknya harga bawang. Saat ini harga bumbu dapur itu turun drastis Rp 500 ribu per 100 kilogram.

Berbeda dengan saat menjelang akhir tahun 2020 lalu. Harga bawang naik hingga Rp 2 juta per  100 kilogram.

 "Saat ini, sudah harganya anjlok, diperparah tidak ada pembeli. Kita mau makan apa," keluh Rohana.

Kondisi ini kata dia, sudah berlangsung dua bulan. Bawang yang sudah dipanen masih disimpan.

Jika sebulan ke depan tidak ada pembeli, ia khawatir bawang akann membusuk. Apalagi sekarang sudah musim hujan. Tidak ada waktu untuk dijemur.

Rohana mengaku, tidak tahu lagi harus berbuat apa. Bingung. Di satu sisi tidak punya penghasilan lain menutupi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi, uang pinjaman dari rentenir dan bank untuk modal tanam bawang harus dibayar. 

"Sekarang mereka datang tagih terus. Kita mau bayar pakai apa?," ujar ibu tiga anak ini.

Hal senada disampaikan Tati, juga warga Desa Ngali. Ia mengaku kecewa dengan pemerintahan IDP-Dahlan. Tidak mampu mengakomodir dan menstabilkan harga bawang.

Selama bertahun jadi petani, baru kali ini harga bawang turun drastis. Jangankan dapat untung, kembali modal saja tidak dapat.

Idealnya, harga bawang minimal Rp 2 juta per 100 kilogram. Itu sesuai dengan biaya bibit, obat-obatan, pupuk dan lain-lain selama tanam.

Dengan anjloknya harga bawang, ia mengaku masih bisa naik turun rumah tetangga meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi, bagi petani yang anaknya kuliah di luar daerah, tentu sangat berat. Setiap bulan harus kirim uang, sementara sumber penghasilan mereka hanya dari bawang.

"Saya kasihan sama mereka," bebernya.

Begitu juga yang dikatakan Nurita, warga Ngali. Ia mengaku kecewa dengan Bupati Bima. Tidak peduli dengan tuntutan massa aksi. Dari pagi, hingga pukul 14.00 Wita massa tak kunjung ditemui. Paling tidak kedatangan warga diterima dengan baik.

"Itu bukti tidak seriusnya Pemda memperjuangkan hak petani bawang," sesal ibu tiga anak ini.

Harga bawang turun, bagi dia tidak masalah. Asalkan ada yang mau beli dalam waktu dekat. Karena bawang tidak bisa disimpan lama. Akan membusuk.

"Saya tidak tahu nanti, untuk menutupi biaya kuliah anak-anak. Sementara bawang belum ada yang beli," katanya.

Selama ini dia hanya bisa pinjam uang rentenir untuk biaya kuliah anak. Karena ia sudah tidak punya penghasilan lain, selain dari bawang.

"Kalau tidak begitu, kasian anak saya di luar kota. Dia mau makan apa," tanyanya.

Jika tuntutan masa tidak diindahkan Pemda, ia akan berhenti menanam bawang tahun depan. Karena tidak ada untungnya.

"Mending saya berhenti jadi petani bawang. Gak tau nanti, apa harus jadi petani jagung atau bagaimana," katanya.

Pantauan di lokasi, kecewa terhadap anjlok harga bawang, massa aksi dari 8 desa itu memblokir jalan di depan kantor Pemda. Akibatnya, ratusan kendaraan roda dua dan empat tertahan. Tidak sedikit pengendara yang memilih balik arah.

Pengendara, Ahmad mengaku terganggu dengan  blokade jalan oleh massa aksi. Ia terpaksa menunggu berjam-jam, baru bisa melintas. 

Ahmad sempat menerobos barisan massa, namun dihalau. Karena khawatir ditahan, ia memilih menunggu di pinggir jalan. 

"Silakan saja sampaikan aspirasi, tapi jangan tutup jalan seperti ini. Masyarakat lain yang rugi," harapnya.

Setelah menyampaikan aspirasi di kantor Bupati Bima. Massa aksi kemudian beranjak menuju Cabang Talabiu, Kecamatan Woha. Lagi-lagi di tempat itu massa memblokade jalan.

Suasana memanas, bahkan massa aksi terlihat menghentikan sejumlah pengendara. Supaya menambah kemacetan.

Massa aksi juga mengepung mobil dinas berplat merah yang hendak menerobos. Mobil warna biru itu ditendang dan dilempar menggunakan batu dan kayu. Akibatnya kaca belakang dan bagian kanan mobil, pecah. Kemudian, mobil tersebut nekat hingga berhasil menerobos di tengah kerumunan massa aksi. (jul)

 

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda