Sengkarut Sengketa Lahan Warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro (Bagian I) - Bima News

Rabu, 24 Juni 2020

Sengkarut Sengketa Lahan Warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro (Bagian I)


Pemerintah Kabupaten Bima Ambigu, Lahirkan Keputusan Tumpang Tindih









Ibarat mengurai benang kusut, itulah kondisi yang kini dihadapi warga Desa Oi Katupa Kecamatan Tambora. Sengketa lahan warga setempat dengan PT Sanggar Agro, seperti tidak ada ujungnya.





………………………………





Belum hilang dalam ingatan, di penghujung tahun 2016 lalu, ratusan warga Oi Katupa long march, jalan kaki menuju Kantor Bupati Bima yang berkedudukan di Kota Bima.





Tindakan itu diambil
warga, untuk menyuarakan nasib mereka. Sudah puluhan tahun bermukim di desa
pemekaran dari Kawinda To’i, lahan pertanian, rumah, kebun, yang mereka garap
turun temurun digusur oleh PT Sanggar Agro, tanpa diberikan ganti rugi.





Untuk menuntut keadilan
sekaligus perhatian pemerintah daerah, warga sampai membangun tenda di eks
Kantor Bupati Bima, jalan Soekarno Hatta. Sekitar tiga bulan warga tidur di tenda,
menunggu kejelasan nasib dan sikap dari pemerintah daerah saat itu.





Alhasil, Bupati Bima Hj
Indah Dhamayanti membentuk tim, menindaklanjuti rekomendasi DPRD Kabupaten Bima
Nomor: 172/358/DPRD/2016 terkait Hak Guna Usaha PT Sanggar Agro Karya Persada
di Kecamatan Tambora.





Tanggal 20 Oktober 2016
Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri keluarkan Surat Keputusan Bupati Nomor:
188.45/948/03.4/2016, tentang perubahan atas keputusan Bupati Nomor:
188.45/922/03.4/2006 tentang pembentukkan tim tindaklanjut rekomendasi DPRD
Kabupaten Bima Nomor: 172/358/DPRD/2006 terkait HGU PT Sanggar Agro.





Kemudian tanggal 16
Februari 2017 dibuat berita acara serahterima lahan seluas 200 hektare antara
PT Sanggar Agro dengan Pemerintah Kabupaten Bima.





Serahterima tanah 200
hektare antara pemerintah Kabupaten Bima dari PT Sanggar Agro, tidak berarti
persoalan tanah di Desa Oi Katupa selesai.





Masalahnya, lahan 200
hektare itu titik koordinatnya dimulai dari mana. Warga setempat dibuat
was-was, karena tanah yang saat ini mereka garap malah terancam akan digusur
oleh PT Sanggar Agro.





‘’Pasca ada kesepakatan
antara Pemerintah Kabupaten Bima dengan PT Sanggar Agro soal lahan 200 hektar
itu,  kita tidak pernah ditunjuki. Ini
lahan yang boleh boleh digarap. Batasnya mulai dari sini sampai ke sana. Sama
sekali tidak ada penetapan,’’ keluh Syamsudin Muchsin, warga Oi Katupa





Apalagi kata dia, untuk menyelesaikan
masalah sebelumnya. Hak-hak warga yang dirampas dan didzolimi oleh pihak
perusahaan. Sementara pemerintah Kabupaten Bima terlihat ambigu dalam mengambil
keputusan. Itu tergambar dengan jelas dari beberapa keputusan yang tumpang
tindih dari pemerintah Kabupaten Bima.





Belum lagi, sikap
perusahaan yang terus mengitimidasi dan mengancam akan mengusur lahan yang kini
di garap warga setempat. Tidak heran, perjuangan warga untuk mendapatkan
kembali hak-hak meraka yang selama ini telah dirampas tidak pernah berakhir.





Terakhir,  warga setempat melaporkan masalah itu
langsung ke pemerintah pusat. Laporan itu ditujukan pada Ketua DPR RI di
Senayan melalui surat Nomor, 047/LASDO/XII/2019. Perihal, warga masyarakat Desa
Oi Katupa Kecamatan Tambora Kabupaten Bima Provinsi NTB menggugat PT Sanggar
Agaro Karya Persada.





Untuk laporan ke pusat itu
warga meminta bantuan Lembaga Adat Syariat Donggo (Lasdo).  Membantu memediasi  dan menyelesaikan sengketa tanah antara warga
Desa Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro.





Dalam laporan setebal
sekitar 200 halaman itu, dibeberkan semua, mulai dari HGU yang dipegang PT
Sanggar Agro, aktivitas yang dilaksanakan. Beberapa keputusan dikeluarkan
pemerintah daerah untuk menyelesaikan sengketa antara warga dengan PT Sanggar
Agro. Hingga beberapa kejadian penggusuran tanah warga oleh perusahaan
tersebut.





Dalam laporan yang
ditandatangani Ketua LASDO, Arifin J Anat diuraikan secara gamblang tentang HGU
yang dimiliki PT Sanggar Agro. Apa aktvitas yang dilakukan perusahaan tersebut
selama memegang HGU. Hingga muncul sengketa antara warga Oi Katupa dengan
perusahaan tersebut.





Digambarkan, PT Sanggar
Agro  awalnya memegang HGU atas lahan
seluas 598,8 hektare. Melalui surat No. 60/HGU/BPN/1996, tanggal 14 Desember
1996. Dengan jenis kegiatan, menanam kelapa hybrid seluas 10 hektare di lokasi
so (Kawasan) Nanga La Hamid dan 2 hektare di so Sori Katupa.





Kemudian, memelihara dan
melepas hewan ternak sapi di Desa Piong Kecamatan Sanggar. Sementara untuk
penanaman coklat sebagaimana tertera dalam HGU, tidak dilaksanakan.





‘’Kegiatan PT Sanggar Agro
saat itu hanya bertahan sekitar satu tahun, karena semua hewan ternak yang dipelihara
mati, hilang dan tidak terurus dengan baik. Bukti adanya aktivitas itu, saat
ini masih ada bekas baik air dan tempat untuk menaikkan dan menurunkan
ternak,’’ sebut Arifin dalam surat itu.





Tahun 1999, muncul HGU PT
Sanggar Agro No. 22/HGU/BPN/1999, tanggal 11 Maret 1999  dengan luas lahan, 3.962 hektare. Jenis
kegiatan, penanaman jambu mete dan peternakan. Namun, kegiatan ini tidak
dilaksanakan, karena tidak ditentukan lokasinya di mana.





‘’Praktis selama sekitar
18 tahun, tidak ada aktivitas dilaksanakan PT Sanggar Agro di atas lahan HGU
tersebut,’’ tandasnya.





Karena di lahan HGU itu,
tidak ada kegiatan, tahun 2000 dan 2001, Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTB
keluarkan surat peringatan pada PT Sanggar Agro. Yakni melalui surat, Nomor
460/108/2000, tanggal 28 Agustus 2000, perihal, peringatan I, penertiban dan
pendayagunaan tanah. Kemudian surat Nomor 450/61/2001, tanggal 11 September
2001, perihal peringatan kedua, penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.   





‘’Tahun 2014 PT Sanggar
Agro datang, mereka meminta lahan pada Kepala Desa Oi Katupa untuk pembibitan
kayu putih seluas 10 hektare di kawasan Sera Kara,’’ sebutnya. (Indra Gunawan-Bima/bersambung)






Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda