Bima News: Opini
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Juni 2024

Kekeringan Berulang, Bagaimana Islam Mengatasinya?

 

Heni

   Oleh : Heni Kusma


Musim hujan kebanjiran, musim kemarau kekeringan. Saat ini kita sudah memasuki musim kemarau. Sejumlah daerah yang ada di kabupaten Bima mengalami krisis air bersih alias kekeringan. 

Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bima, Isyrah menyampaikan, sejauh ini baru dua desa yang melaporkan kekurangan air bersih, yakni Desa Kalampa dan Desa Talabiu, Kecamatan Woha. Diakuinya pula bahwa dua desa tersebut  menjadi langganan kekeringan tiap tahunnya. Merespon hal tersebut, BPBD Kabupaten Bima telah menyalurkan air bersih kepada masyarakat setempat (teras.id, 3/06/2024). 

Tak hanya di kabupaten Bima, sejumlah wilayah di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) juga mengalami krisis air bersih. Pemerintah KSB melalui BPBD telah mulai melakukan pendistribusian air bersih, lantaran sejumlah wilayah telah diklaim kesulitan ekstrem mendapatkan air bersih (sumbawabaratpost.com, 5/06/2024).

Dampak Kekeringan

Masalah kekeringan tentu tidak hanya dialami beberapa daerah, bisa jadi terus meluas. Sebagaimana dinyatakan oleh Kalak BPBD kabupaten Bima Isyrah, bahwa bencana kekeringan dan krisis air bersih di Kabupaten Bima diperkirakan akan meluas. Mengacu pada tahun sebelumnya, ada 38 desa dari 11 kecamatan yang terdampak.

Terlebih, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan berdasarkan monitoring dan prediksi curah hujan dasarian, delapan daerah di NTB berpotensi untuk bersiaga mengalami kekeringan meteorologis. Dan Kabupaten Bima (Kecamatan Belo, Donggo, Lambitu, Palibelo, Wawo, Wera) serta KSB termasuk dari delapan daerah siaga kekeringan (antaranews.com, 12/06/2024). 

Dampak dari kekeringan tentu saja tidak hanya menyebabkan krisis air bersih, akan tetapi bisa mengantarkan pada gagal panen karena sawah tidak mendapatkan pengairan yang memadai. Padahal pangan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Bisa dibayangkan, jika gagal panen? Apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat? Ditambah lagi, hampir semua kebutuhan harganya mengalami kenaikan. Beras naik, listrik naik, bensin naik, minyak naik dan lain-lain. 

Parahnya lagi, kekeringan yang terjadi dalam jangka panjang menyebabkan kemiskinan akut. Apalagi berdasarkan data yang dihimpun dari beberapa media, tingkat kemiskinan di NTB terus mengalami kenaikan. Kalaupun turun, itu hanya nol koma sekian persen. Bahkan NTB sendiri termasuk provinsi ke-8 dari 10 provinsi termiskin di Indonesia. Jika kemiskinan meningkat, itu berarti kriminalitas pun akan meningkat.

Akar Masalah

Mengingat berulangnya kekeringan tiap tahun, tentu memunculkan beragam pertanyaan. Kenapa bisa? Apakah pemerintah tidak melakukan upaya untuk mengatasi masalah kekeringan? Bukankah pemerintah bertanggung jawab untuk mengurus urusan rakyat? 

Diakui memang, pemerintah tidak tinggal diam. Sejumlah upaya telah dan sedang dilakukan. Diantaranya, mendistribusikan air bersih di daerah yang terdampak kekeringan, meskipun terbatas. Karena dalam satu keluarga terdapat banyak anggota keluarga. Penggunaan air tidak hanya untuk urusan masak memasak, akan tetapi mencuci, mandi, berwudhu dan lain-lain. Pemerintah pun sedang menyiapkan pipa untuk irigasi ke sawah pertanian dengan menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Hal itu dilakukan untuk mengatasi gagal panen akibat kekeringan.  Sayangnya, upaya-upaya tersebut tidak bisa mengatasi kekeringan. Pasalnya, upaya tersebut hanya masalah cabang, sementara akar masalah penyebab kekeringan tak disentuh.

Hutan yang seharusnya menjadi tempat resapan air, justru gundul akibat dialihfungsikan menjadi lahan pertanian untuk menanam jagung. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB mencatat, laju kerusakan hutan di NTB mencapai 60 persen dari total kawasan hutan 1.071.722 juta hektare. Kerusakan hutan disebabkan karena aktivitas pertambangan, perambahan hutan dan alih fungsi lahan untuk kepentingan pembangunan pariwisata (lombokpost.jawapos.com, 6/12/2023).

Dengan demikian, wajar kekeringan terus berulang. Meskipun di tiap daerah yang terdampak kekeringan sudah ada bendungan-bendungan untuk menampung persediaan air, namun kebutuhan akan air tetap tidak terpenuhi. Padahal air adalah salah satu Sumber Daya Alam (SDA) yang dibutuhkan rakyat. Bahkan telah diatur dalam Undang-undang, namun keberadaan UU tersebut tidak menjamin rakyat bisa mendapatkan air.

Ditambah lagi adanya kapitalisasi air sehingga membuat masyarakat sulit mendapatkan air bersih dengan mudah. Seperti kita ketahui, banyak perusahaan-perusahaan air kemasan yang dimiliki oleh para pengusaha, kemudian air kemasan tersebut dijual demi mendapatkan keuntungan. 

Kondisi tersebut hanya dijumpai dalam negeri yang menerapkan aturan buatan manusia yakni sistem kapitalisme liberalisme. Sistem ini hanya menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama. Makanya wajar, yang berkuasa adalah para pengusaha, apapun akan dilakukan demi mendapatkan uang. Meskipun dengan mengambil hak masyarakat setempat, termasuk masalah air bersih. 

Selain itu, sistem kapitalisme juga menjadikan negara lemah dalam melakukan mitigasi. Mereka hanya membuat kebijakan demi mendapatkan keuntungan, tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan akibat kebijakan tersebut. Jika pun ada upaya untuk mengatasi kekeringan, hal itu hanya sesaat karena negara tidak mau rugi. Terlebih, negara hanya sebagai fasilitator, negara berlepas tangan dalam mengurus urusan rakyat justru menyerahkan kepada swasta. 

Solusi Islam Mengatasi Kekeringan

Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup. Islam memandang air adalah kebutuhan pokok bagi manusia serta melarang menjadikannya sebagai milik pribadi apalagi diserahkan kepada swasta/asing. Sebab air adalah salah satu dari SDA. Rasulullah bersabda yang artinya: "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkaya yaitu padang rumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Hadis ini menunjukkan bahwa air adalah harta milik umum yang dikelola oleh negara, kemudian dikembalikan kepada seluruh rakyat, tidak boleh dijadikan milik pribadi atau lembaga tertentu. Dan ini hanya bisa diwujudkan oleh negara yang menerapkan aturan Islam secara keseluruhan. 

Negara mengelola secara langsung dalam proses produksi dan pendistribusian air bersih. Menyalurkan lewat perpipaan sehingga kebutuhan masyarakat akan air terpenuhi dengan baik. Termasuk yang dilakukan oleh negara adalah mengedukasi masyarakat untuk menjaga SDA (hutan) agar tidak digundulkan. Jika terdapat hutan yang gundul, maka akan dilakukan penghijauan kembali (reboisasi). Terhadap siapa pun yang melakukan kerusakan lingkungan, akan diberikan sanksi yang tegas oleh khalifah sebagai kepala negara. 

Khalifah pun akan menyiapkan dana yang besar serta memberdayakan para ahli terkait agar masyarakat bisa menikmati air bersih dengan mudah. Adapun kekeringan karena faktor klimatologi, maka negara akan menyebarkan informasi prakiraan iklim yang akurat sesuai dengan wilayah masing-masing. Termasuk membuat kalender tanam serta menerapkan dan memperhatikan peta rawan kekeringan yang dihasilkan yang disebarkan secara online melalui BMKG. 

Selain persoalan teknis, yang non teknis juga akan diupayakan. Khalifah akan memimpin umat Islam untuk memohon kepada Allah dengan melaksanakan sholat istisqo agar Allah menurunkan hujan untuk kemaslahatan manusia. Sebagaimana yang dilakukan oleh rasulullah ketika terjadi kekeringan di Madinah. Masyarakat mendatangi  Nabi yang saat itu juga sebagai kepala negara, makan rasul pun mengajak penduduk Madinah untuk melaksanakan sholat istisqa'. Kemudian hujan turun tak henti-hentinya, dan mereka kembali kepada Rasul untuk berdoa agar hujan berhenti. Maka hujan pun berhenti. Demikianlah Islam mengatasi masalah kekeringan. Ini tidak akan bisa diwujudkan selain sistem Islam. 
Wallahu ‘alam.

Rabu, 12 Juni 2024

Mengatasi Masalah Kemiskinan Dan Pengangguran Dengan Ekonomi Kreatif: Solusi Atau Ilusi?

Ulya

Oleh: Himmatul 'Ulya

Pasca The 3rd World Conference on Creative Economy (WCCE) yang dihelat pada 5-7 Oktober 2022 di Bali lalu, pengarusutamaan aktivitas ekonomi kreatif di tanah air makin masif dilakukan. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), terus-menerus menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui sektor ekonomi kreatif (Ekraf).

Untuk itu, berbagai pelatihan dan bimbingan teknis kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) gencar dilakukan. Tak ketinggalan, dunia pendidikan, mulai dari tingkat Pendidikan Dasar hingga tingkat Perguruan Tinggi juga berlomba-lomba mengadakan bazar dan event untuk memamerkan produk hasil karya, pentas seni dan budaya dan lain-lain. Tak lain demi menggenjot proyek nasional percepatan pertumbuhan ekonomi melalui sektor Ekraf ini. 

Menparekraf Sandiaga Salahudin Uno dalam berbagai kesempatan menyatakan sangat optimis bahwa ekraf dapat membuka jutaan lapangan kerja baru bagi generasi muda (setkab.go.id).

Untuk itu, Sandiaga Uno mendorong keterlibatan generasi muda dan kaum perempuan untuk berpartisipasi aktif menciptakan inovasi dan mengembangkan kreativitas menghasilkan produk ekonomi kreatif yang bernilai jual. Harapannya, dengan Ekraf ini, problem kemiskinan dan pengangguran di kalangan milenial dan Gen-Z dapat teratasi (kemenparekraf.go.id).

Pencanangan Ekraf sebagai solusi untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di negara-negara berkembang merupakan “resep” yang diprakarsai oleh negara-negara maju melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Tahun 2021 telah ditetapkan oleh PBB sebagai Tahun Internasional Ekonomi Kreatif melalui Resolusi Umum PBB  Nomor A/RES/74/198. Negara-negara berkembang yang disebut negara dunia ketiga terus digenjot untuk mempercepat pemulihan ekonomi, melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, khususnya pasca pandemi Covid-19 (https://kemenparektaf.go.id). 

Potret Kemiskinan dan Pengangguran

Antrian panjang ratusan pelamar kerja yang melamar sebagai karyawan di warung Seblak Ciamis, Jawa Barat pada Mei lalu sempat viral di media sosial tanah air. Ratusan pelamar yang didominasi generasi muda tersebut memadati jalanan di Ciamis dengan menenteng map coklat. Kisah tersebut adalah gambaran kecil terkait fenomena kemiskinan dan pengangguran di Negeri ini. Menegaskan hal itu, baru-baru ini, Badan Pusat dan Statistik (BPS) merilis data yang sangat memprihatinkan, disebutkan bahwa terdapat sebanyak 9,9 juta jiwa Gen-Z (Usia 15-25 tahun) di Indonesia yang tidak kuliah dan tidak bekerja. Biaya pendidikan yang semakin mahal, membuat Gen-Z harus mengubur mimpi untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Selain itu, banyak laporan yang menyebutkan Gen-Z semakin kesulitan memiliki rumah di tengah harga rumah yang makin melonjak dan inflasi yang terus-menerus naik. Dampak dari inflasi yang terus meningkat, juga membuat harga kebutuhan hidup meningkat. Walhasil, kehidupan pun semakin sulit, tak heran jika banyak Gen-Z mengalami masalah kesehatan mental. 

Akar Masalah Kemiskinan dan Pengangguran

Sungguh ironis, Indonesia adalah negara yang dikenal dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, namun banyak masyarakatnya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun hampir 79 tahun Indonesia merdeka, tetapi cita-cita untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa makin jauh panggang dari api. 
Jika dicermati, kemiskinan dan pengangguran di negeri ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pengelolaan sumber daya alam yang bernafas kapitalisme. Konsep kebebasan kepemilikan dalam kapitalisme menjadikan sumber daya alam yang merupakan hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh para pemilik modal.

Sehingga, kekayaan alam tersebut tidak memberikan kontribusi bagi kesejahteraan rakyat. Ironisnya, penguasaan terhadap sumber daya alam tersebut mendapatkan payung hukum melalui regulasi yang dilegalkan oleh pemerintah.

Kedua, kebijakan yang memiskinkan. Kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini banyak melayani kepentingan korporasi dan merugikan rakyat. Kebijakan menaikkan harga BBM, penghapusan bensin premium, menaikkan tarif dasar listrik, menaikkan iuran BPJS, menaikkan pajak dan lain-lain adalah untuk melayani kepentingan para pengusaha sekaligus mencekik rakyat. Dampak kebijakan-kebijakan tersebut diikuti melambungnya harga kebutuhan pokok. Walhasil, kehidupan rakyat semakin sulit. Kekayaan alam tidak mereka nikmati, ditambah dengan kebijakan pemerintah yang makin mencekik. Ibarat kata, sudah jatuh tertimpa tangga pula. 

Ketiga, adanya ekonomi sektor non ril. Di sektor ini, perputaran uang dalam jumlah besar dan mengalir di kalangan para konglomerat saja. Selain itu, sektor ini tidak menyerap lapangan kerja. Walhasil, kemiskinan yang terjadi bukanlah kemiskinan absolut, melainkan kemiskinan struktural yang terjadi akibat salah kelola pemerintahan yang mengadopsi prinsip ekonomi kapitalisme. Selama prinsip ekonomi kapitalisme masih diterapkan, maka mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran hanyalah ilusi.

Solusi Islam Atasi Kemiskinan dan Pengangguran

Islam adalah agama yang syamil (lengkap/menyeluruh) dan kamil (sempurna). Islam tidak hanya agama ritual dan spiritual, akan tetapi Islam merupakan ideologi yang memiliki solusi atas segala problematika kehidupan manusia. Sebagai agama yang syamil dan kamil, Islam memiliki mekanisme yang sempurna dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran. Mekanisme tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Pertama, Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) setiap individu warga negara dengan mendorong para laki-laki untuk bekerja menafkahi anggota keluarga yang berada dibawah tanggungannya. Apabila ada warga negara yang lemah, cacat atau tidak memiliki sanak keluarga yang menafkahi, maka negara Islam akan menyantuni orang tersebut secara langsung dengan harta dari Baitul Mal. 

Kedua, untuk menjamin para laki-laki dapat memenuhi kewajiban menafkahi keluarganya, maka negara Islam akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Negara akan membuka lahan pertanian atau menghidupkan tanah mati (tanah yang tidak produktif) untuk diolah oleh rakyat. Negara akan memberikan fasilitas, sarana dan prasarana guna menunjang produktifitas hasil pertanian.

Di sektor ekonomi, negara akan memberikan modal tanpa riba kepada rakyat untuk mengembangkan usaha halal. Negara juga akan mendorong kemajuan sektor industri yang akan menghasilkan produk-produk konsumtif maupun non konsumtif yang akan membuka lapangan kerja yang luas bagi para laki-laki. 

Ketiga, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan kolektif masyarakat seperti menyediakan pendidikan gratis, layanan kesehatan yang gratis dan berkualitas untuk seluruh rakyat, tanpa membedakan kaya atau miskin, serta menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat agar tidak ada pelanggaran atas hak-hak manusia. Dengan hadirnya negara menjamin kebutuhan kolektif masyarakat ini, maka masyarakat tidak perlu terbebani memikirkan pendidikan, kesehatan dan keamanan diri dan keluarganya, karena ketiga hal tersebut adalah hak rakyat yang merupakan kewajiban negara. 

Keempat, negara akan menerapkan konsep Islam dalam kepemilikan. Islam membagi kepemilikan menjadi 3, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum/kolektif dan kepemilikan negara. Jalan tol, bendungan, sumber air, tambang, laut, hutan dan lain-lain adalah termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau swasta. Dengan prinsip ini, maka penguasaan sumber daya alam oleh segelintir oligarki seperti hari ini tidak akan terjadi. 
Wallahu’alam bishawab.

Selasa, 28 Mei 2024

Turunnya Harga Bawang Merah dan Jagung

 

Juhana

Oleh: Juhanah Zara


Bima merupakan daerah dengan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani, dengan dua komoditas andalannya berupa bawang merah dan jagung. Untuk bawang merah, bisa ditanam dan dipanen sebanyak dua sampai tiga kali per tahun. Sedangkan untuk jagung hanya satu kali tanam, yakni biasanya di musim penghujan. Mayoritas masyarakat di banyak kecamatan menyambung hidup melalui dua komoditas tersebut, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang serta papan. Namun bulan-bulan ini, petani bawang dan jagung dihadapkan pada tantangan berupa anjloknya harga harga jual.

Harga Bawang Merah dan Jagung Merosot

Dilansir dari detikbali.com (29/04/2024), sebagian petani bawang merah di wilayah Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah panen. Namun mereka mengeluhkan harga jual yang terus turun di tengah meroketnya harga bawang merah di pasar. Padahal harga bawang merah secara nasional naik gila-gilaan dalam beberapa waktu belakangan ini. Harganya menembus angka 80 ribu rupiah per kilogram (kg) atau 8 juta rupiah per 100 kg. Ginanjar, petani bawang merah di Desa Pai, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima mengatakan, meroketnya harga bawang merah di pasar saat ini tak memberikan keuntungan baginya. Sebab bawang merah hasil panen saat ini dibanderol dengan harga rata-rata 3,3 juta rupiah per 100 kg. Pun harga bawang merah di NTB yang belakangan melonjak naik, kini sudah berangsur turun.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo ikut angkat bicara mengenai komoditas jagung. Ia mengatakan saat ini yang perlu dilakukan adalah menjaga keseimbangan harga, baik yang ada di tingkat petani maupun peternak. Keduanya tetap harus mempertahankan produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. "Ya, ini memang baru panen besar. Semua daerah panen sehingga yang terjadi adalah harga turun karena over supply. Harga yang sebelumnya 7.000, sekarang turun menjadi 4.200. Artinya baik untuk peternak, tapi kurang baik untuk petani," tuturnya di area jagung Kelompok Tani Kedawan, Brang Biji, Kabupaten Sumbawa, NTB (tempo.com, 03/05/2024).

Ibarat dipermainkan, harga kedua komoditas tersebut terus naik dan turun. Masyarakat seringkali melayangkan protes akibat ketidakjelasan harga tersebut, namun tidak membuahkan hasil yang sepadan. Negara juga terlambat bertindak untuk mengatasi persoalan rakyat kecil, sehingga masalah terlanjur berlarut-larut dan muncul kericuhan. Meski akhirnya ada pematokan harga jagung dari pemerintah pusat, namun nyatanya tetap saja tidak bisa mencukupi kebutuhan para petani. 

Hilangnya Fungsi Negara

Anjloknya harga hasil panen petani bukanlah berita baru, melainkan telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Keuntungan yang tak seberapa, tidak sesuai dengan pengeluaran serta kerja keras selama  proses tanam hingga panen. Belum lagi untuk membayar tenaga buruh yang digunakan. Hal ini jelas merugikan petani.

Jikalau keuntungan saja tidak mampu diraih, apatah lagi membahas bagaimana mereka dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari? Sedangkan masyarakat di Bima rata-rata menjadikan profesi petani sebagai satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ditambah dengan harga barang dan kebutuhan lain yang serba mahal semakin mencekik kehidupan mereka, maka terbayang betapa beratnya kehidupan mereka.

Naik turunnya harga pada hasil pertanian bukan tanpa sebab. Melainkan karena ketiadaan perhatian dari negara secara langsung. Negara yang menerapkan sistem sekuler menjadi penyebab utama akan problem yang berulang-ulang. Labilnya harga barang, bahan pangan, dan sejenisnya sudah menjadi _habit_ sepanjang tahun. Masyarakat dipaksa terbiasa untuk pasrah dengan keadaan walau begitu terasa sulitnya. 

Sistem sekuler ini menjadikan negara menyerahkan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Ketiadaan campur tangan negara menjadikan masyarakat tidak terarah dalam mengelola alam di sekitarnya. Lihat saja bagaimana mereka menyalahgunakan lahan untuk bercocok tanam, semata-mata untuk meraih penghasilan dan menyambung hidup.

Seperti _euforia_ penanaman komoditi jagung di Dompu yang semakin merambah ke Kota Bima dan Kabupaten Bima. Selain lahan pertanian, kawasan hutan lindung pun berubah fungsi jadi area perladangan (Suara NTB, 27/12/2017). Sekarang kawasan hutan di pegunungan sisi barat Bendungan Pelaparado, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, tampak gundul dan beralih fungsi menjadi lahan jagung. Belum lagi dengan daerah terpencil, banyak yang menjadikan gunung sebagai ladang jagung.

Selain itu, hilangnya peran negara dalam proses distribusi komoditas pertanian akhirnya memunculkan pengusaha atau pihak swasta sebagai pengendali dalam sistem perekonomian termasuk penetapan harga. Ditambah kenyataan bahwa negara gencar melakukan impor komoditas, sehingga mekanisme pasar akhirnya rusak dan kemudian mereka mengambil jalan mematok harga.

Seperti inilah cara kerja sistem kapitalisme yang menjadikan penguasa sesungguhnya adalah swasta dan pemilik modal. Tidak peduli dengan pematokan harga membuat petani merasa keberatan atau tidak, karena keuntungan bagi kalangan mereka adalah faktor utama dalam negara sekuler ini. Materi menjadi kepentingan paling utama daripada kesakitan yang dirasakan oleh rakyat.

Solusi Ala Islam 

Solusi terbaik untuk umat (rakyat) hanya bisa diraih dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah di muka bumi. Sebab kedaulatan berasal dari Allah SWT dan Rasulullah Saw. melalui Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dengan menjalankan syariatNya semua masalah akan terselesaikan. Sebab Islam lengkap mengatur sedemikian rupa, dari bangun tidur hingga bangun negara, baik persoalan kecil hingga persoalan besar. Begitupun dengan permasalahan umat saat ini hanya bisa diselesaikan oleh Islam dalam bentuk negara. 

Dalam Islam yang akan bertanggung jawab pada umat serta mengontrol umat adalah negara. Sehingga permasalahan umat diselesaikan oleh negara, termasuk urusan pertanian. Tidak diambil alih oleh pihak pemilik modal, korporatokrasi, kartel dan lain sebagainya dalam hal mengatur naik turunnya harga. Untuk itu, butuh negara yang turun tangan langsung memberikan dukungan serta memfasilitasi produksi dan apapun yang akan dibutuhkan oleh petani, termasuk memastikan pendistribusiannya. Dengan itu, impor bahan pangan tidak dilakukan oleh daulah Islam (khilafah) ketika masih ada stok atau daulah mampu mengelolanya sendiri.

Islam pun akan memastikan harga bahan pangan mengikuti mekanisme pasar alami tanpa manipulasi serta menuntaskan distorsi pasar seperti keberadaan mafia, penimbunan dan penyelundupan yang merugikan masyarakat. Hal ini membuat pasar tidak akan mudah untuk dikuasai oleh pihak tertentu.

Dengan begitu petani mendapatkan penghasilan sesuai hasil panen serta kerja kerasnya. Umat tidak lagi akan pusing memikirkan persoalan naik turunnya harga  untuk berbagai komoditas. Petani atau individu tidak akan menyalahgunakan hutan dan gunung untuk menyambung hidup, karena khalifah atau pemimpin negara dalam sistem Islam akan memastikan tersedianya lapangan kerja bagi umat, khususnya laki-laki. Negara juga mengontrol penuh cara pengelolaan tanah oleh umat. Ketika itu milik umum, maka pemanfaatannya atau hasilnya akan dikembalikan kepada umat, tidak diprivatisasi oleh individu tertentu. Begitulah kesempurnaan Islam dalam mengatur urusan pertanian.

Namun semua itu belum dirasakan oleh umat saat ini. Kesejahteraan dan solusi itu belum terlaksana sebab umat masih terperangkap dalam sistem sekularisme yang kian hari kian mengakar. Akan tetapi tidak ada kata terlambat dalam perjuangan menerapkan Islam kaffah. Dengan penyampaian dakwah guna membentuk kesadaran di tengah umat, perlahan sistem Islam akan semakin menjadi impian dengan landasan keimanan bagi setiap muslim. Sehingga umat atau kaum muslimin sendirilah yang akan menuntut sistem sekularisme diganti dengan sistem Islam dalam naungan khilafah. Karena hanya khilafah yang mampu menerapkan syariat Islam secara kaffah. (*)


Jumat, 05 Mei 2023

Bawaslu di Antara Pusaran Politik Identitas dan Media Sosial

Ilustrasi
Ilustrasi
 

Oleh : Atina, SH (Pegiat Media)  

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia.  Perhelatan 5 tahun sekali ini, memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih langsung pemimpin negara Indonesia, kepala daerah dan perwakilan di lembaga legislatif.

Dalam sejarah kepemiluan Indonesia, tahun 2004 menorehkan sejarah baru yakni diterapkannya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.

Pada periode sebelumnya, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui sidang umum.

Pemilihan langsung yang ditetapkan pasca Reformasi tersebut diputuskan, untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara.

Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yang mana menyebutkan Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat.

Dalam perjalanannya, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI secara langsung ini menimbulkan dinamika politik yang baru di Indonesia.

Politisi mulai mengubah pergerakan mesin-mesin politiknya, satu di antaranya cara berkampanye.

Karena rakyat memiliki kedaulatan utuh untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden pilihannya sendiri, maka politisi baik itu Parpol dan pendukungnya, berupaya mengenalkan Identitas sosok yang dicalonkan.

Ironisnya, upaya mengenalkan identitas calon presiden yang disodorkan kepada rakyat ini kerap menyentuh hal-hal sensitif.

Seperti identitas agama, suku dan ras calon yang disodorkan untuk menjadi pemimpin Indonesia.

Sedangkan identitas berupa latar belakang pendidikan, intelektual, kapasitas, kapabilitas, hingga program unggulan yang ditawarkan bagi rakyat, justeru menjadi nomor kesekian untuk disodorkan ke rakyat.

Hasilnya, seperti yang dikenal saat ini munculnya Politik Identitas yang mengedepankan perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).

Seperti menurut para ahli, Politik identitas didefinisikan sebagai politik yang dasar utama kajiannya dilakukan untuk merangkul kesamaan relasi etnis, agama, hingga kelamin. Demikian Abdillah (2002).

Pada konteks yang lebih detail, Cressida Heyes dalam bukunya Stanford Encyclopedia of Philosophy (2007), politik Identitas diartikan sebagai jenis aktivitas politik yang dikaji secara teoritik berdasarkan kesamaan pengalaman dan ketidakadilan yang dirasakan golongan tertentu.  

Era digital saat ini, membuat rakyat dengan cepat mengakses informasi apapun dan di mana pun, dengan sangat mudah.

Keberadaan telepon pintar atau handphone, semakin mempercepat penyebaran dan penyerapan informasi.

Bak dua sisi mata pisau, digitalisasi informasi ini menimbulkan dampak positif dan negatif.

Arus informasi saat ini tidak hanya disajikan media mainstream, tapi juga media sosial yang sekatnya sangat tipis jika dibandingkan dengan media mainstream, baik itu cetak atau online.

Pada masa kini, Media Sosial tidak hanya digunakan untuk wadah bersosialisasi dan eksistensi, tapi juga pendistribusian Informasi.

Hasilnya, propaganda politik Identitas banyak bermunculan di media sosial karena untuk memilih media mainstream, itu tidak dimungkinkan.

Derasnya arus informasi propaganda di media sosial ini, tidak sebanding dengan kecerdasan dan kebijakan masyarakat Indonesia, menyaring informasi tersebut.

Tidak sedikit, propaganda politik identitas sangat mudah kita temui di media sosial, dengan tampilan yang menarik.

Sejak Pemilu 2019 lalu, istilah Cebong dan Kampret begitu mudah kita baca dan lihat di media sosial.

Bahkan 2 istilah tersebut menjadi kata-kata yang digunakan, untuk mengkotak-kotakan pendukung 2 calon presiden.

Tidak hanya di kota-kota besar, tapi masif hingga ke daerah-daerah.

Pada Pemilu 2024 ini, kita tidak menemukan lagi istilah Cebong dan Kampret tapi istilah baru, seperti Kadrun dan Buzzer.

Ini bukan hanya sekedar istilah, tapi mengandung banyak perbedaan yang terus dikerucutkan di dalamnya.

Bukan hanya soal perbedaan sosok yang dipilih sebagai presiden, tapi ada perbedaan agama, suku dan ras yang dikandung dalam istilah-istilah tersebut.

Tanpa kita sadari, istilah Cebong, Kampret, Kadrun hingga Buzzer telah menjadi ancaman yang tidak terlihat bagi Indonesia.

Ancaman yang sangat ditakutkan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia dulu, yakni ancaman Persatuan dan Kesatuan Indonesia.

Sejatinya Pemilu sebagai media pembelajaran bagi rakyat Indonesia, untuk memahami secara dewasa sebuah perbedaan pandangan dan pilihan politik.

Lalu bagaimana posisi Badan Pengawas Pemilu di pusaran Politik Identitas?  

Layaknya sebuah pertandingan sepakbola, Pemilu sebuah perhelatan pemilihan yang digelar secara sportif.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bisa disebut sebagai wasit bagi seluruh pihak yang terlibat dalam Pemilu.

Pada Undang Undang Pemilihan Umum, irisan politik identitas diatur dalam penggunaan politik SARA diatur dalam Pasal 69 huruf b. Dalam pasal tersebut menyebutkan dalam masa kampanye dilarang menghina seseorang, Agama, Suku, Ras, Golongan. Baik itu terhadap Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Wali Kota, Calon Wakil Wali Kota, dan/atau Partai Politik.

Tapi menurut para ahli, di luar masa kampanye, Bawaslu tidak dapat menindaknya, sebab Bawaslu bekerja sesuai undang-undang. Tapi dalam konteks pencegahan pada prinsipnya Bawaslu tidak perlu terlalu terpaku pada regulasi dengan menempuh upaya upaya preventif.

Semakin maraknya penggunaan politik identitas saat ini, sudah waktunya Bawaslu bergerak secara masif untuk mencegah dan menerapkan strategi treatment awal.

Pendekatan secara langsung ke masyarakat, menjadi langkah paling baik untuk dilakukan.

Tentu saja, dengan melibatkan banyak unsur di masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga tokoh pemuda dan perempuan.

Dengan memberikan pendidikan politik yang baik, maka masyarakat bisa menyaring sendiri informasi yang diperoleh.

Sehingga mampu membedakan, apakah informasi tersebut layak dikonsumsi atau tidak.

Namun yang tak kalah penting lagi adalah, Bawaslu juga harus memberikan penegasan kepada Peserta Pemilu, untuk tidak menggunakan politik identitas.

Jika Peserta Pemilu dalam hal ini Partai Politik bersepakat dan berkomitmen, maka akan diteruskan kepada pendukung-pendukungnya.

Perlahan namun pasti, polarisasi politik identitas akan bisa hilang dalam warna Pemilu Indonesia.

Digantikan oleh program-program cerdas dan solutif, yang ditawarkan oleh politisi-politisi di Indonesia.

Sehingga tujuan Pemilu untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas, benar-benar bisa terwujud.

Tentu saja yang lebih utama adalah, persatuan dan kesatuan Indonesia yang dibayar mahal dengan darah para Pahlawan tidak terancam. 

Hal yang penting dicatat sebagai referensi, generasi muda yang masuk dalam kelompok Gen Z dan milenial adalah kelompok rentan yang terpapar negatifnya efek media sosial. Tapi sebaliknya, mereka justeru kelompok paling berpeluang dan efektif dilibatkan dalam kampanye anti politik identitas.

Mereka adalah kelompok yang tercatat dalam statistika 53,81 persen sebagai subjek aktif yang menentukan arah demokrasi Indonesia dengan hak pilihnya. 

Kegemaran mereka pada media sosial, juga dapat dikapitalisasi sebagai agen kampanye untuk membentuk kesadaran politik masyarakat, bahwa identitas itu bukan lagi senjata efektif karena memicu perpecahan sesama bangsa sendiri.  (*)

 

Minggu, 06 November 2022

Kematian Muardin, Matinya Nurani Para Pemimpin

Kadafi
Oleh: Muamar Afdal, Tim PBH LPW NTB 

Meninggalnya Muardin menjadi tragedi pahit bagi keluarga, anak dan cucunya. Menjadi sejarah kelam bagi pesta demokrasi yang berlangsung di Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima. Musibah yang sama tidak tertutup kemungkinan akan kembali terjadi pada masa yang akan datang.

Pilkades serentak, ricuh, menjadikan Muardin sebagai tumbal. Kondisi ini menjadi preseden buruk bagi Pilkades serentak di Kabupaten Bima. Siapa yang bisa memberikan jaminan, pesta demokrasi yang akan berlangsung di Kabupaten Bima ke depan akan baik-baik saja.

Kendati aparat penegak hukum mengaku, mengerahkan kekuatan TNI dan Polri untuk menjaga keamanan selama pelaksanaan pesta demokrasi.  Supaya berjalan lancar, aman dan terkendali. Karena peristiwa yang menimpa Muardin, justru terjadi disaat aparat keamanan melakukan tugasnya mengamankan pesta dmokrasi.

Kisah Tragis Demokrasi

Demokrasi adalah sistem yang di anut oleh bangsa Indonesia yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, serta kesamaan hak. Menghargai pendapat, keberagaman, kepercayaan, pilihan, cita-cita, serta mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana yang termuat dalam "Pasal HAM UUD 1945".

Di lansir dari "Kumparan.com (2/3/19)", sebagai pembanding, ada kisaran ratusan bahkan ribuan penyelenggara dan pengawas pemilu bernasib seperti Rudi dan Niman. Berdasarkan data KPU per Rabu (1/5) malam, total 380 meninggal dunia, 3.192 dalam keadaan sakit. Jumlah itu belum termasuk korban dari jajaran pengawas pemilu.

Infografis Korban Nyawa di Pemilu Raya

Bawaslu mencatat 79 orang pengawas meninggal. Sementara, korban dari pihak kepolisian mencapai 22 orang yang wafat. Dengan penyebab kematian para korban beragam. Tetapi, sebagian besar dari mereka mengalami serangan jantung. Rentetan panjang proses pemilu diduga menjadi menjadi pemicunya.

Hingga pada 6 Juli 2022, Pilkades serentak (Kabupaten Bima) menelan korban nyawa. Beberapa korban luka-luka akibat tembakan gas air mata dan satu korban meninggal dunia (Muardin). Di duga kematian Muardin akibat terkena benda tumpul (hasil autopsi jenazah dan keterangan saksi-saksi), dugaan kuat mengarah akibat terkena tabung peluru gas air mata.

Walaupun kematiannya berbeda-beda penyebab (antara kelelahan dengan konflik), namun tragedi pemilu 2019 hingga Pilkades serentak Kabupaten Bima 2022, terekam peristiwa yang sama, ada korban meningga dunia. Ini menyimpulkan bahwa demokrasi dari tahun ke tahun tidak aman, selalu saja ada tumbal.

Hukum dan Sistem Penegakan

Hukum materil akan tegak apabila hukum formil berlaku tegak. Jadi perangkat hukum formil menjadikan hukum ini sebagai pejantan sesungguhnya yang bisa memberikan rasa aman, nyaman, damai serta ketertiban.

Hukum dalam sistem penegakan menyerukan kesamaan bagi setiap manusia asas (aquall). Ini jelas diuraikan dalam asas hukum pidana tentang kesamaan di depan hukum. Namun tidak secara tegak lurus diberlakukan, atas kepentingan-kepentingan tertentu, kemurnian hukum tergeser oleh sistem penegakan yang tidak taat hukum.

Prof. Dr. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penegakan hukum terjadi apabila ada ketidakserasian antara nilai, kaidah, dan pola perilaku (Tritunggal).

Namun penegakan hukum akan tidak maksimal bila dipengaruhi oleh faktor hukum (kebijakan), penegak hukum (tidak profesional) sarana atau fasilitas (tidak memadai), kondisi masyarakat (hilang kepercayaan) dan pengaruh kebudayaan (bertolak belakang).

Selain dari faktor-faktor tersebut timbul faktor-faktor yang menyayat moral hukum. Seperti halnya kasus "Sambo dan Teddy Minahasa". Yakni, tindakan inkonsistensi serta an-profesional Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ini yang memicu lunturnya kepercayaan publik pada tubuh institusi Kepolisian RI, sehingga tuntutan Reformasi Birokrasi sedang gencar dilakukan.

"Setiap masyarakat dianggap tahu hukum", asas yang menjadi dasar untuk menutup sebuah alasan dari perbuatan yang melawan hukum. Sekalipun produk hukum tersebut baru saja disahkan dan diundangkan serta diumumkan dalam berita Negara.

Di sini peran Lembaga-lembaga penegak hukum atau lembaga terkait dalam melakukan "advokasi" agar hukum dan peraturan perundang-undangan dapat benar-benar disosialisasikan dan dipatuhi oleh semua komponen. Seperti halnya membangun tekad (komitmen) bersama dari para penegak hukum yang konsisten.

Komitmen ini diharapkan dapat lahir terutama yang dimulai dan diprakarsai oleh "Catur Wangsa" atau 4 unsur Penegak Hukum, yaitu : Hakim, Advokat, Jaksa dan Polisi. Yang berwenang melakukan penegakan hukum.

Misteri Kematian Muardin

Hingga kini belum ada titik terang tentang siapa yang berbuat di balik meninggalnya Muardin. Berdasarkan uraian kuasa hukum Muardin (PBH LPW) yang diwakilkan Adhar, S.H,M.H mengaku, belum ada benang merah atas kasus yang menimpa kliennya.

Beberapa catatan dari hasil investigasi tim mereka menyatakan, ada indikasi pengaburan fakta-fakta hukum. Intimidasi saksi-saksi, dan mengesankan seolah-olah kasus ini tidak bisa diungkap.

Tidak heran, hingga hari ini penyidik Polres Bima Kota belum menetapkan siapa tersangka atas meninggalnya korban Muardin. Alasannya belum ada alat bukti.

Miris, apakah kematian Muardin dianggap seperti hal matinya anak ayam?  Apakah tidak ada yang terluka, berduka, ataukah kematiannya Muardin menjadikan matinya nurani Kopilisian Resor Bima Kabupten/Kota, Polda NTB serta Pemda Bima dan Pemprov NTB?

Tugas pokok dan wewenang Polri diatur melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tertuang pada Pasal 13, yakni: Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Menegakkan hukum, dan Memberikan perlindungan, pengayom.

Kalau saja kasus yang menimpa Muardin tidak secara terang diproses dan tidak pula menemukan kesimpulan, tentu akan menjadi catatan buruk bagi institusi kepolisian.

Tidak hanya polisi sebagai penegak hukum, pemerintah Kabupaten Bima dalam hal ini Bupati Bima juga harus bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Sebagai bentuk pemerintahan yang baik, pengayom, melindungi, serta sebagaimana falsafah "Bima Ramah".

Artinya percikan falsafah itu tidak hanya hidup dalam genggaman kata, semboyan saja, tetapi hidup dalam napas perjuangan, napas Pemda Bima.

Harusnya peristiwa ini tidak mesti melibatkan pemuda/mahasiswa, LSM, serta kelompok-kelompok tertentu. Kalau nurani instansi pemerintah, kepolisian itu kuat nan pemerhati.

Jangan salahkan masyarakat kalau keberlakuan sistem hukum absolutisme dalam dataran masyarakat atas hilangnya kepercayaan terhadap institusi Kepolisian dan pemerintah itu terjadi di Kabupaten Bima. (*)

Rabu, 02 November 2022

Mengapa Harus REGSOSEK?

 


Iin
Oleh: Iin Suprihatin (Statistisi Ahli Muda, BPS Kota Bima)


Program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia memegang peran penting dalam upaya pengentasan kemiskinan serta pembangunan ekonomi. 

Pertumbuhan ekonomi yang menjamin pemerataan dan keadilan adalah tantangan besar yang harus direalisasikan, terutama untuk mengurangi kemiskinan. Meski masih dibayangi dengan meningkatnya risiko ketidakpastian global, ekonomi Indonesia mampu tumbuh impresif pada Triwulan II 2022 sebesar 5,44% (yoy), tren positif ini menjadi  upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat  jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini menurun 0,17 persen jika dibandingkan tahun 2021. 

Meskipun perekonomian Indoensia menunjukkan performa cenderung membaik, pun kemiskinan juga mengalami penurunan. 
Namun  tingkat kemiskinan tahun 2022 masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi . 

Pemerintah Indonesia secara intensif telah menjalankan berbagai program pengentasan kemiskinan berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan. Perlindungan sosial dan pemberdayaan sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam pengentasan kemiskinan berperan cukup signifikan setelah beberapa program jaminan dan bantuan sosial diluncurkan. 

Namun pada pelaksanaannya, beberapa program tersebut masih terfragmentasi bahkan data penerima manfaat program masih bersifat sektoral  sehingga berjalan kurang efektif dan efisien serta menyebabkan masyarakat miskin dan rentan tidak mendapatkan layanan bantuan yang komprehensif. 

Mekanisme penargetan program yang belum terstandar dengan baik juga tidak berjalannya pemutahiran basis data sehingga menyebabkan terjadinya exclusion error dan inclusion error.

Tantangan yang muncul kemudian adalah upaya memperbaiki dan mempercepat koordinasi penyelenggaraan program-program perlindungan sosial ke dalam suatu sistem yang terintegrasi, tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga hingga tingkat daerah. 

Data perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat berbasis Registrasi Sosial Ekonomi merupakan solusi yang ditawarkan oleh pemerintah guna melakukan  percepatan dan perbaikan koordinasi antar program-program perlindungan sosial ke dalam satu sistem yang terintegrasi.

Regsosek merupakan salah satu arah kebijakan perlindungan sosial yang perlu diprioritaskan guna pengembangan Sistem Rujukan dan Layanan Terpadu. 

Sistem yang perlu ini mencakup koordinasi antarinstansi dan antarprogram, pengelolaan basis data kemiskinan yang aspiratif dan berkala, serta pemberian kewenangan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan koordinasi program di tingkat lokal sehingga mampu membuat program yang lebih responsif dan relevan dengan kebutuhan daerah.

Harapannya Sistem Registrasi Sosial Ekonomi menjadi single  source of truth  profil data sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang komprehensif dalam mewujudkan Satu Data Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. (*) 

Minggu, 02 Oktober 2022

Tragedi Oktober di Kanjuruhan

Dhimam
Oleh: Dr Dhimam Abror Djuraid, Wakil Ketua Dewan Pakar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat

 

DUNIA sepak bola Indonesia berduka cita. Kompetisi Liga 1 yang mempertandingkan Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Minggu (1/10) berakhir menjadi tragedi.

Arema kalah dari Persebaya 2-3, suporter marah, dan kerusuhan meledak menjadi huru-hara yang menewaskan sedikitnya 134 orang.

Ini merupakan jumlah korban kerusuhan sepak bola terbesar dalam sejarah sepak bola Indonesia. Bahkan, sangat mungkin jumlah ini merupakan yang terbesar dalam sejarah kerusuhan sepak bola di seluruh dunia. Jumlah korban di Malang masih sangat mungkin bertambah, karena sampai pagi ini masih tercatat 180 orang dirawat di rumah sakit.

Tragedi ini jauh lebih mengerikan dari tragedi Heysel di Brussel, Belgia pada 1985. Ketika itu berlangsung final Piala Champions antara Juvenetus melawan Liverpool, yang dimenangkan oleh Juventus dengan skor 1-0. Suporter Liverpool mengamuk dan membuat kerusuhan. Ratusan orang terluka akibat dinding stadion yang berjatuhan dan 39 meninggal dunia.

Otoritas sepak bola Eropa, UEFA, bertindak tegas dengan menjatuhkan sanksi keras berupa larangan bagi seluruh klub Inggris untuk mengikuti kompetisi apa pun di level Eropa. Bukan hanya Liverpool yang dikenai sanksi, tapi seluruh klub Inggris. Yang berbuat onar adalah suporter Liverpool, tapi yang menanggung sanksi adalah seluruh klub sepak bola Inggris.

Dengan sanksi tegas dan keras tanpa kompromi itu seluruh klub di Eropa berbenah dan menata hubungan dengan suporter. Organisasi suporter di seluruh Eropa berbenah dengan memperbaiki manajemen dan memberikan edukasi terhadap suporter-suporter yang menjadi anggota. Sanksi keras yang dijatuhkan oleh UEFA membawa efek jera yang kongkret.

Di Inggris suporter Hooligan yang terkenal fanatik dan beringas akhirnya bisa memperbaiki diri. Mereka kemudian berubah menjadi kelompok suporter yang punya fanatisme tinggi tapi tidak lagi beringas dan anarkis. Demikian halnya dengan kelompok suporter garis keras klub-klub Italia yang dikenal sebagai ‘’ultras’’. Mereka berbenah dan memperbaiki manajemen, sehingga berhasil menjadi kelompok suporter yang militan tapi tidak brutal.

Di Indonesia tragedi kematian suporter sangat sering terjadi, baik akibat perkelahian antar-suporter maupun karena kecelakaan di dalam atau di luar stadion. Tapi, sampai sejauh ini sanski yang dijatuhkan oleh PSSI, sebagai otoritas tertinggi sepak bola Indonesia, tidak memberikan efek jera yang bisa membawa reformasi total dalam pengelolaan suporter di Indonesia.

Sebelum kompetisi Liga 1 dimulai sudah terjadi korban tewas dalam pertandingan pra-musim Piala Presiden 2022, Juni lalu. Dalam laga di Geloran Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung, antara Persib melawan Persebaya, 2 orang bobotoh, suporter Persib, meninggal dunia akibat terjatuh dan terinjak-injak oleh penonoton lain.

Dari laporan match summary terungkap bahwa kerusuhan terjadi karena penonton berdesak-desakan berebut memasuki stadion. Kapasitas GBLA yang 38 ribu full house hampir 100 persen. Data yang terungkap dari penjualan tiket menunjukkan bahwa jumlah penonton mencapai 37. 872 orang. Ini berarti 99,7 persen stadion dipenuhi suporter.

Hal ini merupakan pelanggaran karena aturan Piala Presiden menyebutkan bahwa kapasitas stadion maksimal hanya boleh diisi 75 persen. Dalam pernyataan resmi juga disebutkan bahwa panitia hanya mencetak 19.000 tiket setiap pertandingan. Dalam kenyataannya tiket yang beredar jumlahnya dua kali lipat. Semua penonton yang hadir dalam pertandingan itu diketahui memegang tiket resmi.

Pelanggaran prosedur penjualan tiket, dan antisipasi keamanan yang tidak maksimal, menyebabkan dua nyawa melayang. Harusnya ada evaluasi dan ada sanksi atas kejadian ini. Tetapi ternyata keputusan yang diambil hanya formalitas saja.

Alarm tanda bahaya juga sudah muncul di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo dua minggu yang lalu. Ketika itu ratusan suporter  Bonek mengamuk setelah Persebaya kalah 1-2 dari Rans Nusantara. Suporter Bonek mengamuk, turun ke lapangan, merusak fasilitas stadion, dan melakukan penjarahan. Akibat kerusuhan ini Persebaya harus mengganti kerusakan stadion sampai seratus juta lebih. Persebaya dijatuhi sanksi 5 kali bermain tanpa penonton dalam pertingan home.

Peristiwa di GBLA dan Gelora Delta menjadi alarm tanda bahaya akan munculnya tragedi yang lebih dahsyat. Dan tragedi itu pun akhirnya menjadi kenyataan di Stadion Kanjuruhan. Sampai sekarang masih belum diketahui penyebab jatuhnya korban yang begitu besar.

Bisa dipastikan bahwa korban meninggal bukan karena bentrok dengan suporter Bonek Persebaya, karena pihak keamanan sudah melarang suporter Bonek untuk datang ke Malang. Kemungkinan yang terjadi adalah suporter meninggal karena mengalami sesak nafas, karena dari video dan foto-foto yang beredar tidak terlihat korban tewas yang mengalami luka parah.

Dugaan sementara menyatakan korban tewas karena sesak nafas oleh gas air mata. Jika benar bahwa gas air mata dipakai untuk membubarkan kerusuhan di stadion maka hal ini merupakan pelanggaran terhadap aturan FIFA, federasi sepak bola internasional, yang tidak memperbolehkan gas air mata dipakai di stadion. PSSI menghadapi risiko sanksi dari FIFA jika terbukti melakukan pelanggaran.

Tragedi Kanjuruhan terjadi ketika publik sepak bola Indonesia masih menikmati sisa-sisa euforia karena penampilan timnas Indonesia yang mengesankan. Dua kemenangan dalam pertandingan FIFA Match Day melawan Curacao, pekan lalu, membuat publik sepak bola nasional terhibur.

Di level kompetisi internasional Indonesia sedang menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Polesan pelatih timnas Shin Tae-yong berhasil membawa timnas senior berhasil lolos ke Piala Asia 2023. Timnas junior U-20 juga lolos ke Piala Asia 2023 di Uzbekhistan. Timnas Indonesia U-20 juga lolos otomatis dalam Piala Dunia U-20 yang bakal digelar di Indonesia, Mei tahun depan.

Tragedi Oktober di Kanjuruhan dikhawatirkan akan membawa sanksi yang memengaruhi keikutsertaan Indonesia di ajang kompetisi internasional itu. PSSI harus segera melakukan antisipasi terhadap hal ini. Sanksi tegas harus dijatuhkan terhadap siapa pun yang bersalah, tanpa pandang bulu. Tim gabungan ‘’fact finding’’ dari PSSI, Polri, dan unsur lain harus dibentuk untuk mengungkap tragedi ini secara tuntas.

Selama ini, PSSI selalu gamang dalam mengambil keputusan tegas, karena adanya konflik kepentingan di internal PSSI. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa banyak petinggi PSSI yang mempunyai klub yang berkompetisi di liga Indonesia. Kali ini PSSI tidak punya pilihan lain kecuali bertindak tegas dan menyingkirkan berbagai konflik kepentingan.

Publik tahu bahwa seorang petinggi PSSI mempunyai saham pribadi di Arema Malang. Konflik kepentingan ini harus disisihkan. Kalau tidak, PSSI akan terancam disisihkan dari perhelatan sepak bola internasional. (*)

Senin, 05 September 2022

Optimalisasi Peran Perempuan Dalam Pembangunan di Kota Bima

Iin
Oleh, Iin Suprihatin (Statistisi Ahli Muda, BPS Kota Bima)


Perempuan dengan segala jenis problematikanya memiliki sejarah panjang di negeri ini. Mirisnya tidak sedikit hasil kajian yang menyebutkan bahwa  perempuan dan anak tergolong kelompok rentan mendapatkan masalah dari isu kekerasan, kemiskinan bahkan kesulitan dalam mengakses pasar kerja. 

Meskipun menjadi populasi terbesar di Kota Bima yang mencapai 91.479 jiwa sampai  saat ini perempuan dicap sebagai kelompok kelas kedua (subordinat) sehingga dianggap hanya mampu melaksanakan home based job atau dalam  istilah ketenagakerjaanya  adalah pekerja informal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik  Propinsi NTB Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bima sejak empat tahun terakhir  menunjukkan  nilai yang  tidak stabil. Hal ini mengindikasikan program pemerintah  berbasis gender belum memberikan hasil positif terhadap peningkatan kapasitas dasar perempuan Kota Bima. 

Meskipun demikian dengan capaian  IPG  Kota Bima pada tahun 2021 ini yaitu sebesar  96,41 persen menunjukkan pemerintah telah mampu mengurangi gap secara nyata dalam pencapaian kemampuan dasar laki-laki dan perempuan. 

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)  Kota Bima mengalami peningkatan sebesar 0,58 persen dibandingkan tahun  sebelumnya.  Disinyalir meningkatnya proporsi perempuan yang berstatus tenaga kerja professional juga keterwakilan perempuan di parlemen merupakan pengungkit dari IDG ini.

Jadi dapat dikatakan daya tawar perempuan Kota Bima dalam pengambilan kebijakan relative menguat dibandingkan tahun sebelumnya. 

Kenaikan IDG ini tidak diikuti oleh indeks perempuan sebagai tenaga professional yang hanya 47,80 persen.  Mirisnya sejak 4 tahun terakhir terjadi trend  penurunan indeks tersebut. 

Terkait penurunan ini perlu dilakukan kajian mendalam, selain itu pemerintah harus mendorong kebijakan dengan perspektif kesetaraan dan keadilan gender yang terefleksi dari aturan dan program yang responsive gender bukan sebaliknya bias gender.

Masih dari data BPS, sumbangan pendapatan perempuan Kota Bima memiliki trend naik namun hanya sekitar 38,2 persen. Angka ini merefleksikan kedudukan perempuan di pasar kerja yang belum diperhitungkan. 

Situasi ini bisa saja disebabkan oleh berbagai faktor. Namun aspek ketidaksetaraan gender menjadi faktor determinan.

Meskipun telah banyak program, kebijakan dan peraturan, diskriminasi antar gender masih sering terjadi di pasar kerja. Hal ini  dikarenakan implementasinya yang belum optimal.

Penghapusan diskriminasi gender dalam ekonomi tidak hanya menjadi peran pemerintah saja, lebih jauh lagi. Sehingga perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, seperti pengusaha, lingkungan kerja, keluarga hingga masyarakat. 

Perempuan juga berhak untuk mendapatkan pekerjaan, jabatan, promosi, juga pelatihan demi meningkatkan kualitas dan kapasitasnya. Sehingga nantinya perempuan bisa menjadi actor strategis di dalam pembangunan, tidak hanya di Kota Bima tetapi juga pembangunan juga secara nasional sehingga mampu mengubah kehidupan masyarak lebih baik dan sejahtera. (*)

Senin, 01 Agustus 2022

Tumpas “Iblis” di Pupuk Bersubsidi

Sarwon

Catatan: Sarwon Al Khan *) 


PUPUK bersubsidi merupakan salah satu kebutuhan mendasar petani dalam sejumlah usaha produksi pertaniannya. Sayangnya, tengara permainan “iblis” dalam “lingkaran setan” telah menyiksa petani. Para petani sangat merasakan dampak (akibat) permainan terkutuk itu.


Setiap tahun para petani di Kabupaten Dompu dan di berbagai daerah dihantui dan didera persoalan pupuk. Khususnya pupuk bersubsidi. Masalahnya sudah mengklasik. Ibarat penyakit, kondisinya sudah kronis. Stadium empat.


Setiap tahun pula bahan kebutuhan pokok petani itu mengalami kelangkaan. Sejumlah petani sempat menyebut, oknum-oknum pengecer diduga kerap menjualnya ke luar wilayah RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani).


Selain itu, juga dampak dari kelangkaan, harganya membumbung tinggi. Tidak main-main, harga pupuk bersubsidi di Bumi Nggahi Rawi Pahu sampai menembus Rp. 175 ribu per sak.


Itu jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Yakni melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI Nomor 49 Tahun 2020, tanggal 30 Desember 2020 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi.


Terbaru, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.


Meski Permentan 49/2020 itu telah berjalan hampir dua tahun, kondisi di lapangan (di daerah-daerah) masih memprihatinkan. Oknum-oknum pengecer nakal di daerah, masih mengabaikan dengan regulasi tersebut.


Khususnya di Kabupaten Dompu. Para petani di sana, terutama di wilayah bagian timur, merasa sudah lama dirugikan dan dipermainkan oleh beberapa oknum pengecer zalim.


Karena itulah, saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPRD Kabupaten Dompu, puluhan petani dan pemuda dari Dompu timur menuntut agar oknum-oknum pengecer nakal segera diproses dan dicabut izinnya. Prilakunya dinilai brengsek. Mengais keuntungan di atas penderitaan rakyat petani.


HET Sesungguhnya


Semua elemen masyarakat, terutama petani, perlu mengetahui berapa sesungguhnya HET pupuk-pupuk bersubsidi.


Berdasarkan Permentan 49/2020, harga Pupuk Urea hanya Rp. 2.250 per Kg atau Rp. 112.500 per karung. Pupuk ZA harganya Rp. 1.700 per Kg atau Rp. 85.000 per karung.


Sementara jenis SP-36 harganya Rp. 2.400 per Kg atau 120.000 per karung, NPK Phonska Rp. 2.300 per Kg atau Rp. 115.000 per karung, dan Petrogani Rp. 800 per Kg atau 32.000 per karung.


Dalam Permentan itu juga (antara lain) mengatur tiga hal;


Pertama, Harga Eceran Tertinggi (HET) berlaku untuk pembelian pupuk bersubsidi oleh petani yang melakukan usaha tani sebagai berikut:

a. Petani tanaman pangan perkebunan hortikultura dan/atau peternakan dengan luasan paling luas 2 hektare setiap musim tanam.

b. Petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan pada lahan Perluasan Areal Tanaman Baru (PATB).

c. Pembudidaya ikan dengan luasan usaha budidaya paling luas satu hektare setiap tahun.


Kedua, pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang:

a. Tergabung dalam kelompok tani. 

b. Terdaftar dalam sistem e-RDKK.

c. Menunjukkan identitas atau kartu tanda penduduk D mengisi form penebusan pupuk bersubsidi. 


Ketiga, pembelian dilaksanakan di penyalur Lini IV (Kios Resmi PT. Pupuk Indonesia) secara tunai dan diambil sendiri dalam kemasan sebagai berikut:

a. Urea, ZA, SP-36, Phonska: 50 Kilogram

b. Petroganik: 40 Kilogram.


Tinggal Dua Jenis Pupuk Subsidi


Itu menurut Permentan 49/2020, regulasi lama. Sedangkan regulasi barunya, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.


Dalam Permentan 10/2022 disebutkan, pupuk bersubsidi dari pemerintah tinggal dua jenis. Urea dan NPK Phonska.


Sekda Kabupaten Dompu Gatot Gunawan P. Putra dan Kadistanbun Muhammad Syahroni menjelaskan hal itu di WAG LakeyNews.Com, Minggu (31/7) malam ini.


Kata mereka, pada 19 Juli lalu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan melaksanakan rapat koordinasi (Rakor). Rakor nasional secara zoom meeting itu membahas Tata Pengelolaan Pupuk Bersubsidi. Bagaimana hasilnya?


Merujuk pada Permentan Nomor 10 Tahun 2022, paling tidak, ada dua hal mendasar yang berubah terkait tata kelola pupuk bersubsidi, jika dibandingkan regulasi sebelumnya.


Pertama, pada regulasi sebelumnya, ada lima jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah. Yaitu Urea, NPK Phonska, SP-36, ZA dan Pupuk Organik.


Namun, dengan regulasi baru (Permentan Nomor 10/2022), pupuk bersubsidi hanya tinggal dua jenis, Urea dan NPK Phonska. Ketentuan ini akan efektif berlaku atau terhitung mulai tanggal 30 September 2022.


Dan, perubahan kedua, hanya sembilan komoditi yang boleh mendapatkan (diperuntukan) pupuk bersubsidi, yaitu:

- Tiga Komoditi Tanaman Pangan; Padi, Jagung dan Kedelai

- Tiga Komodiri Hortikultura; Cabai, Bawang Merah dan Bawang Putih, dan

- Tiga Komoditi Perkebunan; Tebu Rakyat, Kakao dan Kopi.


Artinya, jika regulasi sebelumnya, pupuk bersubsidi masih bisa dikonsumsi oleh Subsektor Perikanan (tambak) dan Subsektor Peternakan (hijauan makanan ternak), maka mulai 30 September mendatang hal itu sudah tidak diperbolehkan lagi.


Tulisan ini menjadi pengingat, sekalian pencerahan bagi para petani khususnya, dan semua elemen masyarakat pada umumnya.


Harapannya, agar masyarakat petani tidak terus menerus dirugikan oleh praktik licik dan picik oknum-oknum tidak bertanggung jawab.


Dengan demikian, dapat sama-sama berkontribusi dalam memantau dan mengawasi penjualan/penyaluran pupuk bersubsidi. Sehingga, harganya sesuai dengan HET dan pendistribusian tepat sasaran.


Jika menemukan, praktik-praktik yang bertentangan dengan Permentan 49/2020, Permentan 10/2022 dan peraturan lainnya, patut ditumpas bersama. Laporkan ke Pemkab (Dinas Perindag) Kabupaten Dompu dan/atau pihak terkait lainnya.


Katakanlah itu diduga dilakukan oknum-oknum pengecer atau distributor. Tentu saja harus disertakan bukti-bukti dan fakta-fakta pendukung. Sehingga laporan layak ditindaklanjuti pemerintah.


Semoga kegalauan, kerisauan, kegelisahan dan keresahan kaum tani, kerugian dan kezaliman terhadap mereka sesegera mungkin disudahi. Wallahu’alam bissawaab! (*)


*) Penulis adalah Wartawan dan Pemred Lakeynews.com, serta Ketua DPD Media Independen Online (MIO) Indonesia Kabupaten Dompu.

Ad Placement

Kota Bima

Bima

Dompu