Tersangka Bansos ‘’Bernyanyi’’, Ismud Sebut Penarikan Uang SPj Korban Kebakaran Skenario Sirajudin - Bima News

Kamis, 08 September 2022

Tersangka Bansos ‘’Bernyanyi’’, Ismud Sebut Penarikan Uang SPj Korban Kebakaran Skenario Sirajudin

Bansos
Ilustrasi
 

bimanews.id, Bima-Tersangka kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) "Bernyanyi". Jika sebelumnya, Drs. H. Andi Sirajudin mengaku ada oknum jaksa meminta ung Rp 50 juta untuk kompensasi kasus.

Kini giliran, mantan Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Bima, Ismud. Tersangka kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) kebakaran ini menyebut,  penarikan uang SPj merupakan skenario mantan Kepala Dinas Sosial, Drs. H. Andi Sirajudin.

"Saya bersumpah, pak Sirajudin yang menyuruh saya kumpulkan para kepala desa di ruangan kerjanya," aku Ismud dihubungi via seluler, Kamis (8/9).

Sebagai bawahan kata dia, tidak mungkin berani mengumpulkna para kepala desa tanpa ada perintah. "Itu perintah atasan kepada bawahan. Apalagi, saya tidak memiliki nomor telepon para kepala desa itu," katanya.

Dia membenarkan pernyataan Sirajudin sebelumnya. Ada pertemuan sejumlah kepala desa di ruangan Kepala Dinas Kabupaten Bima saat itu. Setelah itu para kepala desa diarahkan untuk ke ruangan kerjanya.

Terkait penentuan biaya pembuatan SPj lanjut Ismud, telah disepakati saat pertemuan di ruangan kerja pak Sirajudin. "Saat itu Pak Sirajudin menanyakan kepada para kepala desa, apakah SPJ nanti dibuat sendiri oleh kepala desa atau oleh pendamping," kutip Ismud.

Para kepala desa lanjutnya,  mengaku tidak bisa membuat SPj.  Sehingga diarahkan Pak Sirajudin untuk menarik uang pembuatan SPj antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta.

"Nanti tergantung berapa yang dikasih oleh kepala desa,"  terangnya mengutip penjelasan Sirajudin saat pertemuan tersebut.

Ismud meluruskan statemen Kepala Desa Padolo, Lukman SP  sebelumnya soal penyerahan uang pembuatan SPj senilai Rp. 18,5 juta. ‘’Dia (Lukman) menyerahkan uang kepada saya karena tidak berani menemui langsung Sirajudin.  Uang yang diserahkan untuk pembuatan SPj 15 juta. Kemudian saya kembalikan Rp 1 juta kepada Lukman," terangnya.

"Bukan Rp 18,5 juta yang diserahkan Kades Padolo saat itu,’’ tambahnya.

Setelah menyerahkan uang, Lukman mendesaknya untuk menandatangani rekomendasi pencairan. Sementara saat itu Kadis Sosial sedang berada di Jakarta. ‘’Saat itu saya katakan, tidak berwenang menebitkan rekomendasi," bebernya.

Dari pernyataan mantan Kadis Sosial sebelumnya menurut Ismud, terkesan penarikan uang SPj Bansos kebakaran itu adalah inisiatif dirinya.

"Saya berani bersumpah. Saya siap pertanggungjawabkan apa yang saya sampaikan ini. Mana mungkin bawahan berani melakukan itu tanpa perintah atasan," tandasnya.

Termasuk katanya, tidak mengetahui berapa total uang yang terkumpul untuk pembuatan SPj dari korban kebakaran dari enam desa tersebut.

"Yang mengumpulkan uang  itu adalah pendamping Sukardin,’’ elak Ismud.

Apalagi posisinya bukan sebagai PPTK maupun PPK. Sama sekali tidak memiliki kewenangan, tanpa ada perintah dari atasan.

Dia juga menceritakan, saat banjir di Sanggar, diperintahkan Sirajudin untuk mengambil uang ke Sukardin untuk sewa mobil.  Penyerahan uang itu disaksikan banyak orang. Saat terjadi banjir di Woha, pernah pinjam uang ke Sukardin Rp 30 juta untuk biaya tim Tagana.

Uang senilai Rp 30 juta yang dipinjam untuk operasional tim Tagana itu telah dikembalikan pada Sukardin. "Dipergunakan untuk apa setelah dikembalikan, saya tidak tahu," tutupnya.

Drs. H. Andi Sirajudin dihubungi terkait pernyataan Ismud  belum bisa memberikan penjelasan. ''Saya sedang menghadiri acara wisuda anak,'' katanya dihubungi via WhatsApp, Kamis (8/9)

Pada berita sebelumnya Drs. H. Andi Sirajudin menjelaskan, Bansos kebakaran itu masuk langsung ke rekening penerima manfaat. Pencairannya langsung oleh masing-masing penerima manfaat. "Saya hanya menerbitkan rekomendasi pencairan. Dana Bansos itu dicairkan dalam dua tahap. Pertama 60 persen dan tahap kedua 40 persen," jelasnya.

Setelah pencairan tahap pertama, penerima manfaat harus membuat pertanggungjawaban sendiri untuk pencairan tahap kedua."Tetapi mereka tidak bisa membuat SPj sendiri. Maka dimintai bantuan pada pendamping yang juga staf saya," sebutnya.

Kedua stafnya pernah konsultasi kaitan nominal yang akan diambil pada penerima manfaat sebagai jasa pembuatan SPj. "Kepada kedua pendamping saya sarankan mengambil Rp 500 ribu saja. Sehingga terkumpul uang 90 juta lebih," tuturnya.

Dari jumlah itu, dia pernah mengambilnya dengan status pinjaman Rp 20 juta. Rp 5 juta untuk perbaiki mobil, Rp 5 juta untuk beli ban mobil dan Rp 10 juta untuk biaya SPPD.

"Uang yang saya pinjam Rp 20 juta itu sudah saya kembalikan setelah anggaran dinas cair. Saya tidak pernah nikmati satu sen pun uang jasa tersebut," tegasnya. (fir)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda