Perempuan dan Belenggu Kemiskinan - Bima News

Minggu, 04 April 2021

Perempuan dan Belenggu Kemiskinan

Triana
Oleh : Triana Pujilestari, S.Si, M.SE (ASN BPS Kota Bima)
 

Memasuki bulan April kita sering diingatkan kembali dengan perjuangan seorang sosok RA Kartini dalam merintis kesetaraan gender dan emansipasi perempuan. Isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai bentuk perlawanan dan tuntutan dari kaum perempuan. Peningkatan kualitas perempuan dari segi pendidikan, kesehatan, maupun secara ekonomi juga harus menjadi sebuah keharusan. Hal ini karena kondisi ideal tidak selamanya dapat dinikmati oleh perempuan.

Sumber: Google
 

Tidak dapat dipungkiri bahwa ada 13,9 persen perempuan Indonesia berstatus sebagai kepala rumah tangga yang disebabkan oleh perceraian maupun kematian pasangannya. Bahkan dari seluruh rumah tangga miskin, ada sebanyak 15,88 persen rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan. Kondisi inilah yang memaksa perempuan untuk bergerak guna memenuhi kebutuhan sosial ekonomi keluarganya.

 

Memang tidak semua perempuan harus keluar rumah untuk memasuki lapangan usaha formal. Tidak perlu juga membenturkan peran domestik perempuan dalam keluarga dengan perannya di luar rumah. Karena ada peran perempuan yang memang tidak bisa diwakilkan dalam keluarga. Ada tanggungjawab perempuan dalam mengasuh dan mendidik anaknya sebagai generasi penerus bangsa.

 

Bagaimanapun juga, generasi produktif di era bonus demografi akan membutuhkan sentuhan tangan perempuan dalam proses pendidikan karakter yang unggul. Tentu semua menginginkan generasi penerus bangsa ini tidak hanya produktif secara ekonomi namun juga memiliki karakter dan nilai moral yang luhur. Proses pembentukan tersebut lebih banyak ada di dalam keluarga sebagai pondasi pertama dan utama dalam kehidupan bernegara.

 

Saat ini justru yang harus didorong adalah penciptaan usaha informal bagi perempuan. Hal ini dimaksudkan agar perempuan dapat aktif secara ekonomi meski sudah memasuki gerbang pernikahan. Penulis buku Sustainable Impact, How Women Key to Ending Poverty, Laina Grenee, menyebutkan perempuan yang berjiwa enterprenuer memiliki peran besar untuk mengentaskan kemiskinan keluarganya. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan masih 53 persen, lebih rendah jika dibandingkan TPAK laki-laki yaitu sebesar 82 persen.

 

Bagi perempuan kelas menengah atas yang melek teknologi, bekerja dari rumah merupakan pilihan yang banyak dinikmati. Apalagi ditengah pandemi seperti sekarang ini. Terlebih di era teknologi informasi yang semakin canggih sekarang banyak peluang pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah. Menjadi seorang pedagang online, blogger, programmer, desainer logo hingga menawarkan aneka jasa yang mampu meningkatkan penghasilan perempuan.

 

Perempuan kelas menengah atas lebih mudah masuk sektor usaha formal maupun informal, hal ini karena tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Namun bagaimana dengan perempuan dari kelas bawah yang pendidikan serta keterampilannya terbatas? Tidak terkecuali bagi perempuan dari keluarga miskin di Indonesia.

 

Perempuan secara fitrahnya mengandung, melahirkan, dan mengasuh anak. Mereka cenderung menjadi yang terakhir makan dan secara rutin terjebak dalam tugas domestik yang memakan waktu dan tidak dibayar. Kondisi inilah yang menjadikan perempuan merupakan pihak yang paling rentan dalam semua dimensi kemiskinan. Terlebih jika kondisi ideal dalam keluarga ternyata jauh panggang dari api.

 

Ibarat menggarami lautan, apalah arti berbagai program pemberdayaan perempuan jika rendahnya kapabilitas menjadikannya tidak mampu melemparkan kail yang telah disediakan pemerintah. Peningkatan kapabilitas ini menjadi sebuah syarat bagi perempuan untuk keluar dari ketidakberdayaannya. Peningkatan kapabilitas ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan perempuan.

 

Hal ini bukan tanpa suatu alasan, mengingat tingkat kemiskinan di Indonesia masih stagnan pada angka 9 persen dalam tiga tahun terakhir. Seolah berbagai upaya pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan pemerintah tidak berpengaruh besar dalam menurunkan angka kemiskinan. Ditambah lagi dengan adanya bencana global, pandemi Covid-19, yang menghantam pertumbuhan ekonomi nasional telah meningkatkan jumlah penduduk miskin, sebagaimana yang terjadi pada Bulan Maret 2020.

 

Mungkin ada satu yang kurang dalam upaya pengentasan kemiskinan tersebut yaitu pada keterlibatan perempuan. Perempuan berperan besar dalam alokasi pengeluaran rumah tangga miskin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Latin, bantuan tunai yang disalurkan kepada perempuan telah terbukti meningkatkan alokasi pengeluaran untuk anak-anak dan berpotensi mengurangi pengeluaran untuk alkohol dan tembakau.

 

Bagi Indonesia ini bisa menjadi sebuah pelajaran, mengingat pengeluaran rokok pada keluarga miskin masih menempati urutan kedua terbesar setelah beras. Pengeluaran untuk rokok penduduk miskin di pedesaan mencapai 14,35 persen atau jauh melampaui pengeluaran untuk sumber protein sederhana seperti telur dan tempe. Dan bukan rahasia umum jika konsumsi rokok akan menurunkan kualitas kesehatan yang berakibat pada penurunan produktifitas secara ekonomi.

 

Oleh karena itu, apapun bentuk bantuannya yang sifatnya tunai, bisa disalurkan kepada perempuan. Contoh program sosial yang penyalurannya sudah melalui perempuan adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Sebuah langkah yang tepat jika mulai tahun 2018 pemerintah menambah jumlah penerima manfaat PKH hingga 10 juta keluarga, dengan alokasi anggaran sebesar 37,4 trilyun rupiah.

 

Pengalihan lebih banyak sumber daya kepada perempuan akan meningkatkan derajat kapabilitas perempuan dan anak-anak di keluarga miskin. Dengan meningkatnya pengetahuan dan kesehatan perempuan, diharapkan mampu membawa keluarga miskin keluar dari kemiskinannya. Demikian juga dengan kualitas kesehatan dan pendidikan yang semakin baik, harapannya anak-anak dari keluarga miskin ini kelak tidak mewarisi kemiskinan orang tuanya. Yang perlu diingat adalah investasi pada perempuan akan berdampak besar karena merupakan investasi masa depan dan signifikan guna mengakhiri kemiskinan. Semoga!


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda