Strategi Menghadapi Kekurangan Pupuk Subdisi - Bima News

Selasa, 09 Maret 2021

Strategi Menghadapi Kekurangan Pupuk Subdisi


Oleh: Darwis SP
 

Hampir seluruh petani di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeluhkan ketersedian pupuk subsidi, demikian juga petani lain di Indonesia. Hal ini akibat dari terbitnya Permentan Nomor 49 Tahun 2020 tentang pedoman Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk pupuk bersubsidi tahun anggaran 2021. Dalam Permentan tersebut, HET pupuk naik Rp 300 hingga Rp 450 per kg. 

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy membeberkan, sebab utama kenaikan HET pupuk subsidi ini. "Dasarnya adalah adanya penurunan anggaran 2021 sebanyak lebih kurang Rp 4,6 triliun," papar Sarwo Edhy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Senin (18/1/2021).

Anggaran subsidi pupuk tahun 2021 sebesar Rp 25,28 triliun (pagu indikatif). Berdasarkan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2014-2018, anggarannya mencapai Rp 32,584 triliun dan pada tahun 2020 sebesar 29,7 triliun.

Dampak dari pengurangan subsidi pupuk ini menyebabkan petani mengurangi penggunaan pupuk. Kebiasaan petani menggunakan pupuk selama ini perlu diperbaiki. Penggunaan pupuk secara berimbang perlu menjadi perhatian kita bersama.

Pupuk berimbang adalah suatu cara pemberian pupuk makro (Nitrogen,Phospor, Kalium, Sulfur) yang seimbang yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kandungan hara tanah, dengan tetap memperhatikan pemberian  unsur hara mikro yang lain.

Untuk kebutuhan pupuk yang mengandung unsur makro N, P, K, S dapat diambil dari pupuk kimia, sedangkan unsur hara mikro dapat diambil dari pupuk organik/kandang.

Pemupukan berimbang yaitu pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. 

Efisiensi Pemupukan

Padi sawah merupakan konsumen pupuk tersebar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak  hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait dengan keberlanjutan sistem produksi (sutainable produvtion system), kelestarian lingkungan, dan penghematan sumberdaya energi.

Kebutuhan dan efisiensi pemupukan ditentukan oleh tiga faktor yang saling berkaitan yaitu : (a) ketersediaan hara dalam tanah, termasuk pasokan melalui air irigasi dan sumber lainnya, (b) kebutuhan hara tanaman, dan (c) target hasil yang  ingin dicapai. Oleh sebab itu, rekomendasi pemupukan harus bersifat spesifik lokasi dan spesifik varietas.

Rekomendasi Pemupukan

Sebenarnya banyak cara dan metode yang dapat digunakan dalam menentukan rekomendasi pemupukan N, P, dan K. Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan berbagai lembaga internasional dan nasional seperti International Rice Research Institute (IRRI), Lembaga Pupuk Indonesia, dan produsen pupuk telah menghasilkan dan mengembangkan beberapa metode dan alat bantu peningkatan efisiensi pemupukan N, P, dan K untuk tanaman padi sawah, antara lain Bagan Warna Daun (BWD) untuk pemupukan N, Petak Omisi dan Paddy Soil Test Kit (Perangkat Uji Tanah Sawah, PUTS) untuk pemupukan P dan K.

Permasalahan

Rekomendasi pemupukan untuk tanaman padi sawah yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/1/2006 tanggal 3 januari 2006 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Sawah Spesifik Lokasi belum mencakup seluruh kecamatan yang ada sebagai akibat dari pemekaran, belum mempertimbangkan tingkat produktivitas lahan yang terbaru, dan teknologi usahatani. Akibatnya di beberapa tempat dijumpai bahwa takaran pupuk yang direkomendasikan terlalu rendah, sebaliknya di tempat lain justru terlalu tinggi, khususnya Nitrogen.

Pemupukan berimbang yang didasari oleh konsep “pengelolaan hara spesifik lokasi” (PHSL) adalah salah satu konsep penetapan rekomendasi pemupukan.

Dalam  hal ini, pupuk diberikan pupuk diberikan untuk mencapai tingkat ketersediaan hara yang esensial yang seimbang di dalam tanah dan optimum guna : (a) meningkatkan produktivitas dan mutu hasil tanaman, (b) meningkatkan efisiensi pemupukan, (c) meningkatkan kesuburan tanah, dan (d) menghindari pencemaran lingkungan.

Masih terdapat keragaman pemahaman di kalangan pemerintah, produsen pupuk, dan petani dalam mengimplementasikan konsep pemupukan berimbang. Sebagian  kalangan mengartikan bahwa pemupukan berimbang identik dengan penggunaan pupuk majemuk.

Pada lokasi tertentu penggunaan pupuk majemuk dapat sesuai dengan pemupukan berimbang, tetapi di lokasi lain penggunaan pupuk majemuk justru menyebabkan pemborosan karena formulasi hara yang terkandung dalam pupuk majemuk tersebut tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman.

Analisis Pemecahan Masalah

Agar pemupukan dapat efisien dan produksi optimal, rekomendasi pemupukan harus didasarkan pada kebutuhan hara tanaman, cadangan hara yang ada di dalam tanah, dan target hasil realistis yang ingin dicapai. Kebutuhan hara tanaman sangat beragam atau spesifik lokasi dan dinamis yang ditentukan oleh berbagai faktor genetik dan lingkungan.

Rekomendasi Pupuk N

Alat yang dapat digunakan secara mandiri oleh penyuluh dari mantri tani untuk membantu petani dalam menentukan takaran pupuk N secara lebih spesifik lokasi (perhamparan, bahkan dapat sampai per petak sawah).

Alat tersebut adalah Bagan Warna Daun (BWD) untuk penentuan takaran pupuk N, PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah) atau Pendekatan Petak Omisi untuk menentukan takaran pupukP dan K.

Rekomendasi pemupukan didasarkan pada tingkat produktivitas padi sawah. Pada tingkat produktivitas rendah (<5t/ha) dibutuhkan urea 200 kg/ha. Pada tingkat produktivitas sedang (5-6 t/ha) dibutuhkan urea 250-300 kg/ha. Sedangkan pada tingkat produktivitas tinggi (>6 t/ha) dibutuhkan urea 300-400 kg/ha.

Pada daerah yang memiliki data produktivitas padi dengan perlakuan tanpa pemupukan N, kebutuhan pupuk urea dapat dihitung sebagai berikut Misalnya, apabila tanaman padi di suatu lokasi menghasilkan gabah sebanyak 3 t/ha tanpa pemupukan N, sedangkan target hasil adalah 6 t/ha, maka tambahan pupuk urea yang diperlukan adalah sekitar 325 kg tanpa penggunaan BWD dan 250 kg dengan BWD.

Pada tanah dengan pH tinggi (>7), seperti Vertisols di Jawa Tengah bagian timur, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT diperlukan penambahan pupuk ZA sebanyak 100 kg/ha untuk meningkatkan ketersediaan hara S. Dengan penambahan ZA, takaran urea dapat dikurangi sebanyak 50 kg/ha.

Bagan warna daun memberikan rekomendasi penggunaan pupuk N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun yang mencerminkan kadar klorofil daun. Makin pucatwarna daun, makin rendah skala BWD, yang berarti makin ketersediaan N di tanah dan makin banyak pupuk N yang perlu diberikan.

Rekomendasi berdasarkan BWD memberikan jumlah dan waktu pemberian pupuk N yang diperlukan tanaman. Hal itu bisa dilihat pada BWD

Rekomendasi Pupuk P dan K

Peta Status Hara P dan K Tanah Sawah skala 1:250.000 yang telah dibuat untuk 21 provinsi berguna sebagai arahan kebutuhan dan distribusi pupuk P dan K tingkat nasional. Sedangkan penetapan rekomendasi pupuk P dan K di lapangan seyogyanya didasarkan pada peta skala 1:50.000 dimana satu contoh yang dianalisis mewakili areal sekitar 25 ha, setara dengan satu hamparan pengelolaan kelompok tani.

Namun demikian, peta skala operasional ini baru tersedia untuk delapan kabupaten di jalur pantura Jawa, Bali, Sumatera Utara, Lombok dan sebagian pulau Sumbawa.

Rekomendasi  P  dan K per kecamatan disusun dengan cara menumpangtindihkan Peta status Hara P dan K skla 1 :50.000 atau 1:250.000 dengan batas adminstratif kecamatan. Oleh karena itu, data rekomendasi pemupukan P dan K untuk setiap kecamatan kemungkinan belum sesuai dengan kondisidi lapangan karena dalam skla 1:250.000 setiap contoh tanah mewakili areal pesawahan sekitar 625 ha.

Dengan demikian, rekomendasi pemupukan P dan K yang lebih tepat perlu menggunakan PUTS atau pendekatan Petak omisi.

Perangkat Uji Tanah Sawah  merupakan suatu perangkat untuk mengukur pH dan status hara P dan K tanah yang dapat dikerjakan secara langsung di lapangan dengan relatif cepat, mudah, dan murah dan alat ini sudah tersedia di BPP.

Petak Omisi (Omissiopn Plot) dapat digunakan untuk menentukan takaran pupuk P dan K spesifik lokasi. Kedua metode ini bisa dilakukan oleh PPL dan petani di lapangan.

Penggunaan Pupuk Organik

Penggunaan bahan organik, baik berupa kompos dari jerami padi maupun pupukandang, sangat besar peranannya dalam meningkatkan efisiensi pemupukan. Karena itu, rekomendasi pemupukan disusun berdasarkan ada tidaknya pemberian kompos dari jerami atau pupuk kandang, sehingga rekomendasi pemupukan N, P, dan K per hektar dibagi atas : (1) takaran tanpa bahan organik, (2) takaran dengan penggunaankompos jerami setara 5 ton jerami segar, dan (3) takaran dengan penggunaan 2 ton pupuk kandang. (*)

 

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda