Video Mesum RSUD Dompu Dalam Hukum Pidana - Bima News

Senin, 25 Januari 2021

Video Mesum RSUD Dompu Dalam Hukum Pidana

Taufan

Oleh: Taufan, Dosen FH Unram dan Peneliti LPW NTB

 

Kasus Video mesum di RSUD Dompu yang  viral di media sosial akhir-akhir ini menyisahkan beberapa pertanyaan publik.  Diantaranya,  kualifikasi tindak pidana yang dikenakan dan jangkaun terhadap pelaku.

Berbicara tentang kualifikasi tindak pidana yang di kenakan, maka kita akan dihadapkan dengan penelusuran delik atau perbuatan yang dilarang dalam ketentuan perundang-undangan. Sehingga syarat untuk sampai ke sana adalah mengetahui fakta-fakta yang terjadi.

Dari beberapa serpihan fakta yang di tampilkan di media sosial, sejauh ini delik yang dapat dikenakan adalah delik kesusilaan dan delik penyebaran video.

Delik kesusilaan menekankan pada perbuatan yang terbuka melanggar kesusilaan dalam lingkup perbuatan cabul, persetubuhan atau kaitannya dengan alat kelamin.

Dalam pasal tersebut bermakna dilakukan pada tempat umum dalam artian, jika kita kategorikan RSUD Dompu adalah bagian dari tempat umum.

Jika itu dilakukan di ruangan tertutup, apakah masih masuk kategori tempat umum?. Tetap dikategorikan tempat umum dengan catatan, pelaku menyadari atau sepatutnya menyadari bahwa tempat yang dianggap tertutup tersebut ada kemungkinan dilihat atau di kunjungi oleh orang lain lebih-lebih dibuktikan dengan CCTV yang disediakan. Walaupun yang melakukan perbuatan tersebut telah terikat perkawinan yang sah.

Apabila dilakukan bukan suami istri, masuk dalam kualifikasi delik perzinahan sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP, yang mensyaratkan sebagai delik aduan.

Artinya, jika dilihat dari kualifikasi tindak pidana yang di kenakan, maka masuk dalam Pasal 281 KUHP tentang Kesusilaan.  Kemudian ada perbuatan penyebaran video yang termasuk dalam kualifikasi delik Undang-undang ITE Pasal 27 ayat (1).

Dari dua kualifikasi tersebut,  lantas siapa yang dapat dijerat atas kasus tersebut adalah pelaku mesum dan penyebar video.

Kemudian, fakta yang beredar pelaku adalah oknum polisi, maka juga harus dikenakan hukuman disiplin sesuai kode etik kepolisian, dan jika memperhatikan ketentuan kode etik dan PP, pelaksanaan hukuman disiplin tidak membatalkan proses peradilan pidana.

Penggunaan hukum pidana perlu hati-hati, karena hukum pidana itu hukum yang jelek, sehingga Polisi sebagai gerbang peradilan pidana harus berorientasi pada pemulihan keadaan dan rehabilitasi pelaku. (*)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda