Asprov PSSI NTB Adakan Kursus Pelatih Lisensi C Diploma
![]() |
Panitia dan peserta Kursus Lisensi C foto bersama di lokasi kegiatan pelatihan Hotel Idoop Mataram, Jumat (11/8). |
![]() |
Panitia dan peserta Kursus Lisensi C foto bersama di lokasi kegiatan pelatihan Hotel Idoop Mataram, Jumat (11/8). |
![]() |
Pemain depan Rupe Raya (baju pujit beiru) beradu kecepatan mengejar bola dengan pemain Garuda Elektrik (baju orange) pada laga final BU Cup 2023 di lapangan manggemaci, Sabtu sore (5/8). |
![]() |
Ketua DPRD Kota Bima, Alfian Indrawirawan |
bimanews.id,
Kota Bima-Masa jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bima akan berakhir pada September mendatang. Untuk mengisi
kekosongan hingga dilantiknya kepala daerah baru akan diangkat Penjabat (Pj)
wali kota.
Mekanisme
pengangkatan Pj berdasarkan aturan bisa diusulkan melalui DPRD Kota Bima. Untuk
itu, Selasa (18/7), DPRD Kota Bima membentuk Panitia Khusus (Pansus) penjaringan
Pj.
Ketua DPRD
Kota Bima Alfian Indrawirawan mengatakan, pihaknya telah menggelar rapat
paripurna pembentukan pansus Pj. Disepakati,
Sudirman DJ sebagai ketua Pansus, wakil ketua M. Ryan Kusuman Permadi SH dengan
sekretaris M. Irfan S.Sos, MSi.
Tugas Pansus
ini menerima pendaftaran bakal calon Pj. Kemudian mengusulkan tiga nama yang akan
ditetapkan dalam paripurna.
‘’Tiga nama tersebut
selanjutnya akan diusulkan ke Gubernur NTB untuk teruskan ke pemerintah pusat,’’
jelas Alfian, Selasa (18/7).
Kapan pansus
mulai bekerja? Pawang sapaan akrab Ketua DPD Golkar Kota Bima ini mengaku,
belum tahu pasti. Karena itu mutlak kewenangan pansus.
"Kita
tunggu saja kapan pansus mulai karja," pungkasnya. (nk)
![]() |
Pembukaan
kejuaraan basket dan dancer di lapangan Kampus STIE Bima, ditandai pelemparan
bola pertama oleh sponsor penyelenggara
MG interten, Senin (17/7) malam. |
bimenws.id, Kota Bima-Olahraga Bola Basket beberapa tahun terakhir ini di Kota Bima mulai hidup kembali. Itu ditandai dengan mulai ramainya kompetisi yang digelar maupun club-club yang bermunculan.
Ketua Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia
(Perbasi) Kota Bima Yogi Primadi SE mengatakan, satu tahun terakhir olahraga
bola basket mulai hidup kembali. Club-club
sudah banyak bermunculan dengan event yang semakin ramai.
“Pada event
kali ini kita bisa lihat ada gairah yang mulai tumbuh pada olahraga bakset.
Dengan ikut berpartisipasinya enam tim pada kelas umum serta 14 tim pada kelas
pelajar,” kata anggota DPRD Kota Bima
ini saat menyampaikan arahan pada pembukaan Turnamen Basket dan Dancer di
lapangan STIE Bima, Senin malam (17/7).
Diakui,
panitia telah melakukan terobosan dalam memasyarakatkan olahraga basket. Memudahkan
kerja Perbasi dalam mencari bibit atlet basket di Kota Bima.
‘’Perbasi akan
terus mendukung kompetisi semacam ini di Kota Bima,’’ dukungnya.
Muhajir MM
sebagai wakil dari STIE Bima mengatakan, kejuaraan basket kali ini pertama digelar
di STIE Bima. Sekaligus akunya, menjadi pengalaman
baru bagi pihaknya dalam melaksanakan kejuaran bakset.
Melihat
animo pecinta basket yang cukup tinggi, ke depan akan diupayakan event yang
sama kembali digelar dengan skala yang lebih besar. Sehingga event akan semakin
meriah.
Ketua
Panitia dr. Zainal Abidin mengaku sangat bangga bisa ambil bagian mengidupkan
kembali olahraga bola basket di Kota
Bima. Apalagi dia pernah terlibat pada masa kejayaan basket dengan mengikuti
berbagai kompetisi yang digelar.
“Alhamdulillah
saya bisa diberikan kesempatan untuk kembali menggeliatkan olahraga basket di Bima,” uajrnya.
Kepada
tim-tim yang bertanding untuk mengedepankan sportivitas, supaya Perbasi Kota
Bima bisa melihat bibit pebasket untuk dibina lebih lanjut.
Usia acara
pembukaan dilanjutkan dengan pertadingan pertama antara tim Lorong Hitam dan
Elektrik Dompu. Pertandingan perdana tersebut dimenangkan Elektrik Dompu, dengan
scor 22 – 11. (nk)
![]() |
Para pemain U 10 SSB BU terima trophy juara satu pada event Gumi Nggampo Cup di Plampang, Kabupaten Sumbawa, Minggu, (9/7) lalu. |
![]() |
Dede Serlyn semasa hidup |
Keluarga mencurigai kematian kematian Serlyn akibat
keracunan usai minum teh pucuk saat menghadiri acara temannya di Kelurahan Na’e.
Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima.
Lurah Jati Baru, Nahyar Munkar dihubungi, Rabu
(28/6) mengaku, tidak mengetahui secara
jelas penyebab korban meninggal. Dugaan
sementara karena keracunan usai minum
teh pucuk.
“Kami belum bisa menyimpulkan apakah korban
meninggal diracun atau keracunan,” katanya.
Diakui, dia ikut mendampingi korban dibawa ke Rumah
Sakit Muhammadiyah Bima. Dari pengakuan kakak kandungnya, pada pukul 17.00
Wita, korban diberi minuman teh pucuk oleh salah seseorang di tempat acara teman
sesame musisi.
Usai minum teh, korban merasa pusing, kemudian pamit
pulang lebih awal. Sampai di kediamannya, kondisi korban memburuk. Suhu
tubuhnya naik, dari mulutnya keluar busa.
“Korban kemudian dibawa keluarganya ke Rumah
Sakit,” kata Nahyar dihubungi via telepon,
Sampai di rumah sakit korban ditangani dokter.
Namun korban muntah darah kemudian meninggal.
Dokter berusaha memberikan pertolongan, namun tidak membuahkan hasil.
Karena korban meninggal tidak wajar, dia lantas menghubungi
Kapolsek Asakota. Selanjutnya, kasus itu diarahkan untuk dilaporkan ke Polres
Bima Kota.
Penyebab kematian korban hingga kini belum
diketahui pasti. Pihak dokter rumah sakit belum bisa menyimpulkan dan
menyarankan kasus tersebut diselidiki oleh pihak kepolisian.
“Karena ini luka dalam, jadi saran dokter harus
diotopsi. Berbeda jika korban meninggal akibat luka luar itu bisa dilakukan
visum,” katanya.
Pihak kepolisian Polres Bima Kota sudah turun
langsung menemui pihak keluarga korban. Namun, pihak keluarga menolak untuk
dilakukan otopsi dengan dibuktikan dengan tanda tangan surat penolakan.
“Saya ikut mendampingi penandatangan surat
penolakan otopsi itu. Pihak keluarga merasa kasihan jika jasad almarhumah harus
dibedah,” ungkap Nahyar.
Jasad korban kemudian dimakamkan Rabu siang (28/6) di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jati Baru. Ratusan warga ikut mengantar almarhumah di tempat peristirahatan terakhir almarhumah.
Kasi Humas Polres Bima Kota, AKP Jufrin yang
dikonfirmasi membenarkan kematian Dede Serlyn. Sementara kronologi dan penyebab
pasti kematian korban, pihaknya masih melakukan rangkaian penyelidikan lebih
lanjut.
Jufrin mengatakan, Selasa malam sejumlah personel
dikerahkan untuk amankan situasi. Baik saat jasad korban diperiksa di Rumah
Sakit (RS), maupun ketika berada di rumah duka.
"Personel lakukan pengamanan di dua lokasi
itu, untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan," tandasnya. (red)
![]() |
Tiga terduga pelaku yang membunuh korban Freinademets Luit Mawar, 22 tahun, warga Kabupaten Flores Timur, NTT saat diamanakan di Mapolres Bima Kota, Jum'at (19/5) |
bimanews.id,
Kota Bima-Polres Bima Kota bekerja keras mengungkap kasus penemuan mayat mengapung
di Sungai Padolo dengan kondisi mulai membangkak, Jum’at pagi (19/5) di sekitar Jembatan Gantung Kelurahan Paruga, Kota Bima. Dari serangkaian penyelidikan,
terungkap mayat tersebut diduga korban pembunuhan.
Kapolres
Bima Kota melalui Kasi Humas Polres setempat AKP Jufrin menjelaskan, Tim Puma
II dipimpin Kasat Reskrim Polres Bima Kota Iptu Punguan Hutahaean berhasil
mengungkap identitas maupun penyebab korban meninggal beberapa jam setelah mayat tersebut ditemukan.
Korban diketahui
sebagai Joseph Freinademets Luit Mawar, 22
tahun, warga Kabupaten Flores Timur, NTT.
Dari hasil penyelidikan, korban meninggal diduga karena dibunuh.
‘’Korban
meninggal diduga akibat dianaiya tiga orang terduga pelaku. Ketiganya kini sudah diamankan di Polres Bima Kota,’’ sebut Jufrin, Jum’at (19/5).
Ketiga
terduga pelaku tersebut masing-masing FR, 28 tahun, IA, 21 tahun dan ZZ, 23
tahun. Penganiayaan terhadap korban diduga akibat cekcok lantaran telah dipengaruhi
minuman keras.
‘’Kasus penganiayaan
terhadap korban pada Rabu (17/5) sekitar pukul 21.00 Wita, ‘’ sebutnya.
Saat
kejadian korban bersama dengan dua orang temanya berbelanja di Kios Sembako Mas
Opik Kelurahan Paruga. Beberapa saat
kemudian, korban dikejar tiga orang pelaku ke arah jembatan gantung.
‘’Dua orang
temannya sempat mencari korban, namun tidak diemukan. Sehingga mereka pulang ke
kos,’’ bebernya.
Hingga jum’at
pagi, jenazah korban ditemukan mengapung di Sungai Padolo, Kelurahan Paruga,
Kota Bima. (red)
![]() |
Ilustrasi |
Oleh : Atina, SH (Pegiat Media)
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia. Perhelatan 5 tahun sekali ini, memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih langsung pemimpin negara Indonesia, kepala daerah dan perwakilan di lembaga legislatif.
Dalam sejarah kepemiluan Indonesia, tahun 2004 menorehkan sejarah baru yakni diterapkannya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.
Pada periode sebelumnya, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui sidang umum.
Pemilihan langsung yang ditetapkan pasca Reformasi tersebut diputuskan, untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yang mana menyebutkan Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat.
Dalam perjalanannya, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI secara langsung ini menimbulkan dinamika politik yang baru di Indonesia.
Politisi mulai mengubah pergerakan mesin-mesin politiknya, satu di antaranya cara berkampanye.
Karena rakyat memiliki kedaulatan utuh untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden pilihannya sendiri, maka politisi baik itu Parpol dan pendukungnya, berupaya mengenalkan Identitas sosok yang dicalonkan.
Ironisnya, upaya mengenalkan identitas calon presiden yang disodorkan kepada rakyat ini kerap menyentuh hal-hal sensitif.
Seperti identitas agama, suku dan ras calon yang disodorkan untuk menjadi pemimpin Indonesia.
Sedangkan identitas berupa latar belakang pendidikan, intelektual, kapasitas, kapabilitas, hingga program unggulan yang ditawarkan bagi rakyat, justeru menjadi nomor kesekian untuk disodorkan ke rakyat.
Hasilnya, seperti yang dikenal saat ini munculnya Politik Identitas yang mengedepankan perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
Seperti menurut para ahli, Politik identitas didefinisikan sebagai politik yang dasar utama kajiannya dilakukan untuk merangkul kesamaan relasi etnis, agama, hingga kelamin. Demikian Abdillah (2002).
Pada konteks yang lebih detail, Cressida Heyes dalam bukunya Stanford Encyclopedia of Philosophy (2007), politik Identitas diartikan sebagai jenis aktivitas politik yang dikaji secara teoritik berdasarkan kesamaan pengalaman dan ketidakadilan yang dirasakan golongan tertentu.
Era digital saat ini, membuat rakyat dengan cepat mengakses informasi apapun dan di mana pun, dengan sangat mudah.
Keberadaan telepon pintar atau handphone, semakin mempercepat penyebaran dan penyerapan informasi.
Bak dua sisi mata pisau, digitalisasi informasi ini menimbulkan dampak positif dan negatif.
Arus informasi saat ini tidak hanya disajikan media mainstream, tapi juga media sosial yang sekatnya sangat tipis jika dibandingkan dengan media mainstream, baik itu cetak atau online.
Pada masa kini, Media Sosial tidak hanya digunakan untuk wadah bersosialisasi dan eksistensi, tapi juga pendistribusian Informasi.
Hasilnya, propaganda politik Identitas banyak bermunculan di media sosial karena untuk memilih media mainstream, itu tidak dimungkinkan.
Derasnya arus informasi propaganda di media sosial ini, tidak sebanding dengan kecerdasan dan kebijakan masyarakat Indonesia, menyaring informasi tersebut.
Tidak sedikit, propaganda politik identitas sangat mudah kita temui di media sosial, dengan tampilan yang menarik.
Sejak Pemilu 2019 lalu, istilah Cebong dan Kampret begitu mudah kita baca dan lihat di media sosial.
Bahkan 2 istilah tersebut menjadi kata-kata yang digunakan, untuk mengkotak-kotakan pendukung 2 calon presiden.
Tidak hanya di kota-kota besar, tapi masif hingga ke daerah-daerah.
Pada Pemilu 2024 ini, kita tidak menemukan lagi istilah Cebong dan Kampret tapi istilah baru, seperti Kadrun dan Buzzer.
Ini bukan hanya sekedar istilah, tapi mengandung banyak perbedaan yang terus dikerucutkan di dalamnya.
Bukan hanya soal perbedaan sosok yang dipilih sebagai presiden, tapi ada perbedaan agama, suku dan ras yang dikandung dalam istilah-istilah tersebut.
Tanpa kita sadari, istilah Cebong, Kampret, Kadrun hingga Buzzer telah menjadi ancaman yang tidak terlihat bagi Indonesia.
Ancaman yang sangat ditakutkan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia dulu, yakni ancaman Persatuan dan Kesatuan Indonesia.
Sejatinya Pemilu sebagai media pembelajaran bagi rakyat Indonesia, untuk memahami secara dewasa sebuah perbedaan pandangan dan pilihan politik.
Lalu bagaimana posisi Badan Pengawas Pemilu di pusaran Politik Identitas?
Layaknya sebuah pertandingan sepakbola, Pemilu sebuah perhelatan pemilihan yang digelar secara sportif.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bisa disebut sebagai wasit bagi seluruh pihak yang terlibat dalam Pemilu.
Pada Undang Undang Pemilihan Umum, irisan politik identitas diatur dalam penggunaan politik SARA diatur dalam Pasal 69 huruf b. Dalam pasal tersebut menyebutkan dalam masa kampanye dilarang menghina seseorang, Agama, Suku, Ras, Golongan. Baik itu terhadap Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Wali Kota, Calon Wakil Wali Kota, dan/atau Partai Politik.
Tapi menurut para ahli, di luar masa kampanye, Bawaslu tidak dapat menindaknya, sebab Bawaslu bekerja sesuai undang-undang. Tapi dalam konteks pencegahan pada prinsipnya Bawaslu tidak perlu terlalu terpaku pada regulasi dengan menempuh upaya upaya preventif.
Semakin maraknya penggunaan politik identitas saat ini, sudah waktunya Bawaslu bergerak secara masif untuk mencegah dan menerapkan strategi treatment awal.
Pendekatan secara langsung ke masyarakat, menjadi langkah paling baik untuk dilakukan.
Tentu saja, dengan melibatkan banyak unsur di masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga tokoh pemuda dan perempuan.
Dengan memberikan pendidikan politik yang baik, maka masyarakat bisa menyaring sendiri informasi yang diperoleh.
Sehingga mampu membedakan, apakah informasi tersebut layak dikonsumsi atau tidak.
Namun yang tak kalah penting lagi adalah, Bawaslu juga harus memberikan penegasan kepada Peserta Pemilu, untuk tidak menggunakan politik identitas.
Jika Peserta Pemilu dalam hal ini Partai Politik bersepakat dan berkomitmen, maka akan diteruskan kepada pendukung-pendukungnya.
Perlahan namun pasti, polarisasi politik identitas akan bisa hilang dalam warna Pemilu Indonesia.
Digantikan oleh program-program cerdas dan solutif, yang ditawarkan oleh politisi-politisi di Indonesia.
Sehingga tujuan Pemilu untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas, benar-benar bisa terwujud.
Tentu saja yang lebih utama adalah, persatuan dan kesatuan Indonesia yang dibayar mahal dengan darah para Pahlawan tidak terancam.
Hal yang penting dicatat sebagai referensi, generasi muda yang masuk dalam kelompok Gen Z dan milenial adalah kelompok rentan yang terpapar negatifnya efek media sosial. Tapi sebaliknya, mereka justeru kelompok paling berpeluang dan efektif dilibatkan dalam kampanye anti politik identitas.
Mereka adalah kelompok yang tercatat dalam statistika 53,81 persen sebagai subjek aktif yang menentukan arah demokrasi Indonesia dengan hak pilihnya.
Kegemaran
mereka pada media sosial, juga dapat dikapitalisasi sebagai agen kampanye untuk
membentuk kesadaran politik masyarakat, bahwa identitas itu bukan lagi senjata
efektif karena memicu perpecahan sesama bangsa sendiri. (*)
Ad Placement
Subscribe di situs ini untuk mendapatkan update berita terbaru