Bima News: Wawali
Tampilkan postingan dengan label Wawali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wawali. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Desember 2020

Wawali Heran, GU di Kota Bima Mandek

KOTA BIMA-Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan SH mengungkap soal Ganti Uang (GU) yang hingga kini belum cair. Kondisi seperti ini kata dia hanya terjadi di Kota Bima.
“Saya sudah konfirmasi ke beberapa kenalan di beberapa daerah di NTB. Semuanya mengaku tidak ada masalah, hanya Kota Bima yang GU nya seperti ini, ” ungkap wawali, ketika mengunjungi Kantor BKPSDM Kota Bima, Selasa (1/12).
Dampak dari belum cairnya GU saat ini , kualitas kerja menurun. Apalagi sejumlah bendahara ada yang sudah mengambil uang dari rentenir untuk menjalankan program pemerintahan, dengan harapan akan diganti setelah GU cair.
“Saya sudah puluhan tahun berhadapan dengan urusan keuangan. Dengan kondisi seperti ini, pasti repot, ” katanya.
Orang nomor dua di Kota Bima ini mengatakan, persoalan GU yang tak kunjung cair bisa menjadi bom waktu. Harus segera ditangani dan dicarikan solusi.
“Entah apa yang terjadi di Kota Bima, kok hanya GU kita yang bermasalah, ” herannya.
Dijelaskannya, dana transfer ini sudah tertuang dalam APBD. Kode rekeningnya jelas, sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mencairkan.
“Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Harus segera duduk bersama untuk menyelesaikan, agar organisasi pemerintahan tidak mandek, ” harapnya. (tin)

Wawali Heran, GU di Kota Bima Mandek

KOTA BIMA-Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan SH mengungkap soal Ganti Uang (GU) yang hingga kini belum cair. Kondisi seperti ini kata dia hanya terjadi di Kota Bima.


"Saya sudah konfirmasi ke beberapa kenalan di beberapa daerah di NTB. Semuanya mengaku tidak ada masalah, hanya Kota Bima yang GU nya seperti ini, " ungkap wawali, ketika mengunjungi Kantor BKPSDM Kota Bima, Selasa (1/12).


Dampak dari belum cairnya GU saat ini , kualitas kerja menurun. Apalagi sejumlah bendahara ada yang sudah mengambil uang dari rentenir untuk menjalankan program pemerintahan, dengan harapan akan diganti setelah GU cair.


"Saya sudah puluhan tahun berhadapan dengan urusan keuangan. Dengan kondisi seperti ini, pasti repot, " katanya.


Orang nomor dua di Kota Bima ini mengatakan, persoalan GU yang tak kunjung cair bisa menjadi bom waktu. Harus segera ditangani dan dicarikan solusi.


"Entah apa yang terjadi di Kota Bima, kok hanya GU kita yang bermasalah, " herannya.


Dijelaskannya, dana transfer ini sudah tertuang dalam APBD. Kode rekeningnya jelas, sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mencairkan.


"Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Harus segera duduk bersama untuk menyelesaikan, agar organisasi pemerintahan tidak mandek, " harapnya. (tin)

Senin, 23 November 2020

Penerapan Pasal Terhadap Feri Sofiyan Disesuaikan di Tengah Jalan

KOTA BIMA-Tim Penasehat Hukum (PH) Wakil Wali Kota Bima, menilai penyidik Polres Bima salah. Karena telah menambahkan pasal yang menjerat Feri Sofiyan di tengah jalan.

Ini disampaikan anggota tim PH wakil wali kota, Rusdiansyah. Dia  menilai penyidik Polres Bima Kota tidak menerapkan hukum secara proporsional dan profesional terhadap kliennya.

Kata dia, ada sejumlah kejanggalan. Seperti penetapan tersangka, itu cacat materil karena hak-hak Feri Sofiyan tidak dipenuhi.  Baik tidak ada pemberitahuan dimulainya proses penyidikan. Kemudian, laporan kasus ini pada tanggal 24 September 2020, penyidikan juga dimulai pada tanggal yang sama.

Tindakan Penyidik Polres Bima Kota itu sebut pria yang akrab dipanggil Jeby ini bertentangan dengan Perkap (Peraturan Kapolri)  tentang dimulainya proses penyelidikan dan penyidikan.

“Semua ada tahapannya. Kapan dilakukan penyelidikan? Apakah pada saat orang melapor? Lalu kapan dipanggil untuk dimintai keterangan,” tanyanya, Senin (23/11).

Ketika disinggung, kemungkinan penulisan tanggal dan bulan pelaporan dan penyidikan yang bersamaan itu kesalahan ketik?. Tidak boleh ada alasan salah ketik,  karena ini ada bukti surat.

“Tidak bisa kita mendalilkan seseorang bersalah dengan cara yang salah. Penegakkan hukum yang salah akan melahirkan perampasan hak dan kesewenang-wenangan,” tandasnya.

Jeby juga menyebut beberapa kejanggalan pengenaan pasal terhadap tersangka.  Justru tidak dijerat dengan Pasal 36 UU 32  Tahun 2009. Apalagi Pasal 22 Ayat 36 UU 11 tahun 2020, tentang perubahan Pasal 109.

Sesuai pasal baru yang dikenakan pada tersangka, itu  tidak lagi berbicara tentang izin lingkungan. Tapi tentang Dumping (pembuangan limbah).  Biasanya menyangkut limbah berbahaya B3.

“Kami sendiri merasa bingung, sebelumnya  mengatakan UU Cipta Kerja tidak berlaku surut. Tetapi pada saat bersamaan dalam surat pemanggilan kedua, mereka menggunakan  pasal 109 UU Nomor 11  Tahun 2020,’’ herannya.

Terkait dengan urusan izin lingkungan ini ada pasal pasal 82A UU Cipta Kerja tentang lingkungan. Itu pun jelasnya, jika tidak membuat izin, akan dikenakan sanksi. Tidak ada pasal pidana.

“Sekali lagi pasal 109 UU Cipta Kerja itu tidak lagi memuat tentang izin lingkungan tapi dumping (pembuangan limbah). Di pasal 82 memuat, kalau tidak ada izin lingkungan hanya dikenakan sanksi administrasi,’’ terangnya.

Pasal 109 UU Cipta Kerja tersebut yang mengatur tentang sanksi pidana, apabila ditemukan dampak perusakan lingkungan. Seperti pembuangan limbah B13 atau limbah medis.

“Dalam kasus ini jelas, pak Feri itu tidak membuang limbah apalagi limbah medis. Tapi, hanya membangun tempat wisata,’’ beberya.

Jadi, pembangunan  dermaga wisata tersebut, sama sekali tidak ada kaitan dengan limbah.

Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU 32 2009 tentang Lingkungan Hidup disebutkan, setiap orang dilarang melakukan dumping (pembuangan limbah) tanpa izin. Jadi bukan urusan lingkungan, tapi limbah. (tin)

 

Penerapan Pasal Terhadap Feri Sofiyan Disesuaikan di Tengah Jalan

KOTA BIMA-Tim Penasehat Hukum (PH) Wakil Wali Kota Bima, menilai penyidik Polres Bima salah. Karena telah menambahkan pasal yang menjerat Feri Sofiyan di tengah jalan.

Ini disampaikan anggota tim PH wakil wali kota, Rusdiansyah. Dia  menilai penyidik Polres Bima Kota tidak menerapkan hukum secara proporsional dan profesional terhadap kliennya.

Kata dia, ada sejumlah kejanggalan. Seperti penetapan tersangka, itu cacat materil karena hak-hak Feri Sofiyan tidak dipenuhi.  Baik tidak ada pemberitahuan dimulainya proses penyidikan. Kemudian, laporan kasus ini pada tanggal 24 September 2020, penyidikan juga dimulai pada tanggal yang sama.

Tindakan Penyidik Polres Bima Kota itu sebut pria yang akrab dipanggil Jeby ini bertentangan dengan Perkap (Peraturan Kapolri)  tentang dimulainya proses penyelidikan dan penyidikan.

"Semua ada tahapannya. Kapan dilakukan penyelidikan? Apakah pada saat orang melapor? Lalu kapan dipanggil untuk dimintai keterangan," tanyanya, Senin (23/11).

Ketika disinggung, kemungkinan penulisan tanggal dan bulan pelaporan dan penyidikan yang bersamaan itu kesalahan ketik?. Tidak boleh ada alasan salah ketik,  karena ini ada bukti surat.

"Tidak bisa kita mendalilkan seseorang bersalah dengan cara yang salah. Penegakkan hukum yang salah akan melahirkan perampasan hak dan kesewenang-wenangan," tandasnya.

Jeby juga menyebut beberapa kejanggalan pengenaan pasal terhadap tersangka.  Justru tidak dijerat dengan Pasal 36 UU 32  Tahun 2009. Apalagi Pasal 22 Ayat 36 UU 11 tahun 2020, tentang perubahan Pasal 109.

Sesuai pasal baru yang dikenakan pada tersangka, itu  tidak lagi berbicara tentang izin lingkungan. Tapi tentang Dumping (pembuangan limbah).  Biasanya menyangkut limbah berbahaya B3.

"Kami sendiri merasa bingung, sebelumnya  mengatakan UU Cipta Kerja tidak berlaku surut. Tetapi pada saat bersamaan dalam surat pemanggilan kedua, mereka menggunakan  pasal 109 UU Nomor 11  Tahun 2020,’’ herannya.

Terkait dengan urusan izin lingkungan ini ada pasal pasal 82A UU Cipta Kerja tentang lingkungan. Itu pun jelasnya, jika tidak membuat izin, akan dikenakan sanksi. Tidak ada pasal pidana.

"Sekali lagi pasal 109 UU Cipta Kerja itu tidak lagi memuat tentang izin lingkungan tapi dumping (pembuangan limbah). Di pasal 82 memuat, kalau tidak ada izin lingkungan hanya dikenakan sanksi administrasi,’’ terangnya.

Pasal 109 UU Cipta Kerja tersebut yang mengatur tentang sanksi pidana, apabila ditemukan dampak perusakan lingkungan. Seperti pembuangan limbah B13 atau limbah medis.

"Dalam kasus ini jelas, pak Feri itu tidak membuang limbah apalagi limbah medis. Tapi, hanya membangun tempat wisata,’’ beberya.

Jadi, pembangunan  dermaga wisata tersebut, sama sekali tidak ada kaitan dengan limbah.

Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU 32 2009 tentang Lingkungan Hidup disebutkan, setiap orang dilarang melakukan dumping (pembuangan limbah) tanpa izin. Jadi bukan urusan lingkungan, tapi limbah. (tin)

 

Minggu, 22 November 2020

Langgar Sejumlah Prosedur, PH Feri Sofiyan Ajukan Pra Peradilan

KOTA BIMA-Tim Penasehat Hukum (PH) akan mengajukan pra peradilan atas penetapan Feri Sofiyan sebagai tersangka oleh Polres Bima Kota. Langkah hukum ini diambil karena melihat banyak kejanggalan terhadap penanganan kasus pembangunan dermaga tanpa izin di Bonto, Kelurahan Kolo.

‘’Hari Senin (23/11) kami akan  ajukan prapradilan ke Pengadilan Negeri Bima,’’ ungkap Lily Marfuatin SH MH, juru bicara tim kuasa hukum Feri Sofian, Minggu (22/11).

Untuk materi pra pradilan kata wanita yang akrab disapa Lily ini sudah disusun. Tapi, apa objek gugatan serta materi gugatan pra peradilan dirahasiakan.

“Untuk materi gugatan, silahkan minta saja ke pengadilan setelah kami ajukan gugatan,” tandas wanita berkerudung ini.

Selain hadir di pengadilan, Feri kata Lily akan memenuhi panggilan Polres Bima Kota untuk diperiksa pada Senin siang.

Penetapan Feri sebagai tersangka diakui, sebagai tindakan sewenang-wenang. Bertentangan dengan hak asasi manusia dan azas hukum yang berlaku.

Karena Polresta Bima Kota kini telah menambahkan pasal yang disangkakan pada Feri. Yakni, pasal 109 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Padahal sebelumnya,  penyidik Polres menggunakan pasal 109 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup.

Penambahan pasal UU Cipta Kerja itu terlihat pada surat panggilan kedua yang diberikan penyidik pada tim kuasa hukum.

“Ini tidak dibenarkan dalam hukum acara Pidana. Ketika ada penambahan pasal, harus ada Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) baru,” jelasnya.

Hal lain yang dipersoalkan Lily, laporan masuk ke Polres Bima Kota tanggal 24 September.  Penyidik Polres langsung keluarkan surat perintah penyidikan  pada hari dan  tanggal yang sama dengan laporan.

‘’Ada prosedur yang dilewati.  Penyidik langsung melakukan penyidikan, tanpa penyelidikan lebih awal,’’ bebernya.

Dengan beberapa persoalan itu, tim menilai penyidiik Polres telah melanggar beberapa prosedur.

“Ini jelas cacat yuridis, sehingga tidak sah menurut hukum,” tandasnya.

Parahnya lagi kata dia, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Feri  kata Lily  tidak pernah menerima SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari Polres Bima Kota.

Padahal itu kewajiban hukum, untuk diberikan kepada penuntut umum, pelapor dan terlapor.  Ketentuan itu telah diatur dalam Perkapolri Nomor  6 Tahun 2019. Pencabutan Perkapolri Nomor  14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Tertuang juga dalam pasal 109 ayat 1 KUHAP. (nk)

Langgar Sejumlah Prosedur, PH Feri Sofiyan Ajukan Pra Peradilan

KOTA BIMA-Tim Penasehat Hukum (PH) akan mengajukan pra peradilan atas penetapan Feri Sofiyan sebagai tersangka oleh Polres Bima Kota. Langkah hukum ini diambil karena melihat banyak kejanggalan terhadap penanganan kasus pembangunan dermaga tanpa izin di Bonto, Kelurahan Kolo.

‘’Hari Senin (23/11) kami akan  ajukan prapradilan ke Pengadilan Negeri Bima,’’ ungkap Lily Marfuatin SH MH, juru bicara tim kuasa hukum Feri Sofian, Minggu (22/11).

Untuk materi pra pradilan kata wanita yang akrab disapa Lily ini sudah disusun. Tapi, apa objek gugatan serta materi gugatan pra peradilan dirahasiakan.

“Untuk materi gugatan, silahkan minta saja ke pengadilan setelah kami ajukan gugatan,” tandas wanita berkerudung ini.

Selain hadir di pengadilan, Feri kata Lily akan memenuhi panggilan Polres Bima Kota untuk diperiksa pada Senin siang.

Penetapan Feri sebagai tersangka diakui, sebagai tindakan sewenang-wenang. Bertentangan dengan hak asasi manusia dan azas hukum yang berlaku.

Karena Polresta Bima Kota kini telah menambahkan pasal yang disangkakan pada Feri. Yakni, pasal 109 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Padahal sebelumnya,  penyidik Polres menggunakan pasal 109 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup.

Penambahan pasal UU Cipta Kerja itu terlihat pada surat panggilan kedua yang diberikan penyidik pada tim kuasa hukum.

“Ini tidak dibenarkan dalam hukum acara Pidana. Ketika ada penambahan pasal, harus ada Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) baru,” jelasnya.

Hal lain yang dipersoalkan Lily, laporan masuk ke Polres Bima Kota tanggal 24 September.  Penyidik Polres langsung keluarkan surat perintah penyidikan  pada hari dan  tanggal yang sama dengan laporan.

‘’Ada prosedur yang dilewati.  Penyidik langsung melakukan penyidikan, tanpa penyelidikan lebih awal,’’ bebernya.

Dengan beberapa persoalan itu, tim menilai penyidiik Polres telah melanggar beberapa prosedur.

“Ini jelas cacat yuridis, sehingga tidak sah menurut hukum,” tandasnya.

Parahnya lagi kata dia, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Feri  kata Lily  tidak pernah menerima SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari Polres Bima Kota.

Padahal itu kewajiban hukum, untuk diberikan kepada penuntut umum, pelapor dan terlapor.  Ketentuan itu telah diatur dalam Perkapolri Nomor  6 Tahun 2019. Pencabutan Perkapolri Nomor  14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Tertuang juga dalam pasal 109 ayat 1 KUHAP. (nk)

Sabtu, 14 November 2020

Feri Sofyan Nilai Penetapannya Sebagai Tersangka Prematur

KOTA BIMA-Penyidik Polres Kota Bima  menetapkan Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofyan sebagai, terkait pembangunan dermaga di Bonto. Penetapan itu menurut Feri Sofyan prematur.

Penegasan itu disampaikan pria yang akrab disapa Feri ini melalui tanggapan tertulis yang dikirim ke sejumlah media massa.

Feri menegaskan sangat menghormati proses hokum terkait pembangunan dermaga wisata di Pantai Bonto, Kelurahan Kolo. Hanya saja tentang penetapan dirinya sebagai tersangka dinilai masih premature.

Karena penyidik katanya, tidak mempertimbangkan adanya itikad baik dari pemrakarsa yang ingin membangun  kawasan wisata Pantai Bonto. Melakukan penataan menggunakan anggaran pribadi untuk kepentingan umum.

Apalagi katanya, hal itu selaras dengan konsep Kawasan Strategis Provinsi (KSP) NTB dan RTRW Kota Bima. Menetapkan, kawasan teluk Bima sebagai wilayah pengembangan wisata.

‘’Ini masuk ranah administrasi pemerintah,’’ terangnya.

Mestinya kata dia, bisa diselesaikan  melalui pendekatan administratif antara pemerintah dengan pemrakarsa.  Sesuai Perda Nomor 12 tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pantai, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Feri juga juga menjelaskan,  pasca rampungnya dokumen UPL/UKL terkait kawasan wisata Pantai Bonto dan rekomendasi TKPRD wilayah darat dari Pemkot Bima.

Selanjutnya,  mengajukan permohonan izin lingkungan dari DLHK Provinsi NTB pada awal bulan Februari 2020. Disetujui untuk pembahasan tanggal 26 Februari di kantor DLHK Provinsi NTB, melalui presentasi pada Tim DLHK NTB.

Hasilnya, melalui jawaban tertulis tersebut, tim meminta agar pemprakarsa melengkapi rekomendasi dari KSOP. Karena DKP NTB tidak memiliki kewenangan mengeluarkan Rekomendasi TKPRD di wilayah kerja KSOP (DLKP/DLKR) karena di wilayah tersebut berlaku UU 17 tahun 2009 tentang Pelayaran.

“Paska pertemuan itu, pemrakarsa mengurus apa yang disarankan tim teknis, ” terangnya.

Setelah rekomendasi KSOP terbit, diadakan pembahasan lanjutan  soal izin lingkungan dengan tim teknis DLHK NTB. Karena Pandemi Covid-19, pembahasan melalui vidio converence tanggal 15 Mei.

Dari pembahasan itu, tim teknis DLHK NTB tetap meminta rekomendasi TKPRD NTB. Padahal , TKPRD sudah menegaskan tidak memiliki kewenangan dalam otoritas KSOP.

Tim teknis DLHK NTB telah menyatakan, tidak ada masalah terkait dengan pembangunan dermaga wisata.  Baik pada aspek lingkungan maupun aspek lain.  Karena itu pekerjaan minor dari seluruh pekerjaan di wilayah darat dari pemprakarsa yang berencana membuat destinasi wisata untuk masyarakat Kota Bima.

Dengan dasar itu kata Feri, pihaknya memulai membangun dermaga wisata. Hasilnya, kini sudah bisa dinikmati masyarakat Kota Bima, Kabupaten, bahkan Kabupaten Dompu sebagai salah satu alternatif wisata baru di Kota Bima secara gratis.  (tin)

 

Feri Sofyan Nilai Penetapannya Sebagai Tersangka Prematur

KOTA BIMA-Penyidik Polres Kota Bima  menetapkan Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofyan sebagai, terkait pembangunan dermaga di Bonto. Penetapan itu menurut Feri Sofyan prematur.

Penegasan itu disampaikan pria yang akrab disapa Feri ini melalui tanggapan tertulis yang dikirim ke sejumlah media massa.

Feri menegaskan sangat menghormati proses hokum terkait pembangunan dermaga wisata di Pantai Bonto, Kelurahan Kolo. Hanya saja tentang penetapan dirinya sebagai tersangka dinilai masih premature.

Karena penyidik katanya, tidak mempertimbangkan adanya itikad baik dari pemrakarsa yang ingin membangun  kawasan wisata Pantai Bonto. Melakukan penataan menggunakan anggaran pribadi untuk kepentingan umum.

Apalagi katanya, hal itu selaras dengan konsep Kawasan Strategis Provinsi (KSP) NTB dan RTRW Kota Bima. Menetapkan, kawasan teluk Bima sebagai wilayah pengembangan wisata.

‘’Ini masuk ranah administrasi pemerintah,’’ terangnya.

Mestinya kata dia, bisa diselesaikan  melalui pendekatan administratif antara pemerintah dengan pemrakarsa.  Sesuai Perda Nomor 12 tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pantai, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Feri juga juga menjelaskan,  pasca rampungnya dokumen UPL/UKL terkait kawasan wisata Pantai Bonto dan rekomendasi TKPRD wilayah darat dari Pemkot Bima.

Selanjutnya,  mengajukan permohonan izin lingkungan dari DLHK Provinsi NTB pada awal bulan Februari 2020. Disetujui untuk pembahasan tanggal 26 Februari di kantor DLHK Provinsi NTB, melalui presentasi pada Tim DLHK NTB.

Hasilnya, melalui jawaban tertulis tersebut, tim meminta agar pemprakarsa melengkapi rekomendasi dari KSOP. Karena DKP NTB tidak memiliki kewenangan mengeluarkan Rekomendasi TKPRD di wilayah kerja KSOP (DLKP/DLKR) karena di wilayah tersebut berlaku UU 17 tahun 2009 tentang Pelayaran.

"Paska pertemuan itu, pemrakarsa mengurus apa yang disarankan tim teknis, " terangnya.

Setelah rekomendasi KSOP terbit, diadakan pembahasan lanjutan  soal izin lingkungan dengan tim teknis DLHK NTB. Karena Pandemi Covid-19, pembahasan melalui vidio converence tanggal 15 Mei.

Dari pembahasan itu, tim teknis DLHK NTB tetap meminta rekomendasi TKPRD NTB. Padahal , TKPRD sudah menegaskan tidak memiliki kewenangan dalam otoritas KSOP.

Tim teknis DLHK NTB telah menyatakan, tidak ada masalah terkait dengan pembangunan dermaga wisata.  Baik pada aspek lingkungan maupun aspek lain.  Karena itu pekerjaan minor dari seluruh pekerjaan di wilayah darat dari pemprakarsa yang berencana membuat destinasi wisata untuk masyarakat Kota Bima.

Dengan dasar itu kata Feri, pihaknya memulai membangun dermaga wisata. Hasilnya, kini sudah bisa dinikmati masyarakat Kota Bima, Kabupaten, bahkan Kabupaten Dompu sebagai salah satu alternatif wisata baru di Kota Bima secara gratis.  (tin)

 

Wakil Wali Kota Bima Ditetapkan Tersangka

KOTA BIMA-Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofyan SH ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembangunan dermaga di Lingkungan Bonto Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota Kota Bima.

Penetapan tersangka oleh Polres Bima Kota ini, setelah dilakukan penyelidikan terhadap LSM. Wawali diperiksa beberapa kali oleh Satuan Reskrim Polres Bima Kota, atas pembangunan dermaga yang merupakan bagian dari Reklamasi dan tanpa ijin.

Informasi yang dihimpun, orang nomor dua di Kota Bima ini ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 9 November 2020.

Dalam runing teks sebuah televisi nasional pun tertera, Polres Bima Kota telah menetapkan status tersangka kepada Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofyan SH atas pembangunan dermaga di Bonto.

Kasat Reskrim Polres Bima Kota, Iptu Hilmi Prayugo Sik yang dikonfirmasi membenarkan penetapan tersangka atas Feri Sofyan dengan dugaan pengelolaan lingkungan hidup tanpa izin.

Orang nomor dua  ini kini terancam hukuman pidana minimal 1 tahun atau maksimal 3 tahun  dengan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 3 miliar.

Selama proses penyelidikan dan penyidikan kata Hilmi, wawali sangat kooperatif. Proses selanjutnya, polisi akan segera memanggil kembali Feri Sofyan untuk dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka.

“Kita tunggu proses selanjutnya. Penyidik sudah bekerja secara profesional, ” pungkasnya. (tin)

Wakil Wali Kota Bima Ditetapkan Tersangka

KOTA BIMA-Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofyan SH ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembangunan dermaga di Lingkungan Bonto Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota Kota Bima.

Penetapan tersangka oleh Polres Bima Kota ini, setelah dilakukan penyelidikan terhadap LSM. Wawali diperiksa beberapa kali oleh Satuan Reskrim Polres Bima Kota, atas pembangunan dermaga yang merupakan bagian dari Reklamasi dan tanpa ijin.

Informasi yang dihimpun, orang nomor dua di Kota Bima ini ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 9 November 2020.

Dalam runing teks sebuah televisi nasional pun tertera, Polres Bima Kota telah menetapkan status tersangka kepada Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofyan SH atas pembangunan dermaga di Bonto.

Kasat Reskrim Polres Bima Kota, Iptu Hilmi Prayugo Sik yang dikonfirmasi membenarkan penetapan tersangka atas Feri Sofyan dengan dugaan pengelolaan lingkungan hidup tanpa izin.

Orang nomor dua  ini kini terancam hukuman pidana minimal 1 tahun atau maksimal 3 tahun  dengan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 3 miliar.

Selama proses penyelidikan dan penyidikan kata Hilmi, wawali sangat kooperatif. Proses selanjutnya, polisi akan segera memanggil kembali Feri Sofyan untuk dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka.

"Kita tunggu proses selanjutnya. Penyidik sudah bekerja secara profesional, " pungkasnya. (tin)

Ad Placement

Kota Bima

Bima

Dompu