Bima News: Sudut Pandang
Tampilkan postingan dengan label Sudut Pandang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sudut Pandang. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Agustus 2020

Pandemi Covid-19 Dan Tantangan Sosdiklih.

Oleh : Ady Supriadin

(Anggota KPU Kabupaten Bima-Divisi SDM, Sosdiklih dan Parmas)

Pelaksanaan Pemilihan Serentak Tahun 2020 ini memang terasa berbeda dengan sebelumnya. Kita masih dihadapkan dengan situasi bencana non alam pandemi covid 19. Memasuki bulan Agustus 2020, belum ada tanda-tanda pandemi covid 19 ini berakhir atau setidaknya melandai. Semua daerah di Indonesia masih waspada dan melakukan berbagai upaya pencegahan penyebaran virus yang menular ini. Tidak terkecuali Kabupaten Bima.

Kondisi ini mengharuskan semua orang untuk beradaptasi dan beraktivitas dengan kebiasaan baru. Meski di tengah ancaman virus, aktivitas pemerintahan dan masyarakat tetap harus berjalan. Hanya saja, kita dituntut untuk menerapkan standar protokol pencegahan covid 19. Seperti tetap selalu menggunakan masker, menjaga jarak, rajin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan sanitizer dan menerapkan pola hidup sehat lainnya.

Bagi penyelenggara pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bima, terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara teknis, melaksanakan semua aktivitas tahapan pemilihan di tengah pandemi covid 19 tentu tidak mudah. Ada tantangan yang dihadapi sebagai konsekuensi tetap dilaksanakannya pemilihan. Kebiasaan baru menerapkan protokol pencegahan covid 19 menjadi poin penting yang ditekankan kepada semua jajaran.

Ini menjadi pekerjaan tambahan bagi KPU Kabupaten Bima selain memastikan semua tahapan berjalan dengan baik dan maksimal sesuai dengan rambu-rambu aturan yang dijadikan acuan. Tujuannya tidak lain untuk menjamin pelaksanaan pemilihan yang sehat dan demokratis. Masyarakat harus dipastikan tetap aman dari bahaya covid 19 atau virus corona saat berinteraksi dengan penyelenggara. Begitu pula dengan peserta pemilihan dan pihak-pihak terkait.

Penerapan Protokol Pencegahan Covid 19

Karenanya, lewat Peratutan KPU Nomor 6 Tahun 2020, KPU Republik Indonesia secara khusus mengatur pedoman pemilihan lanjutan di masa pandemi covid 19 bagi jajaran penyelenggara. Dalam Peraturan KPU ini, pelaksanaan setiap tahapan pemilihan harus dilaksanakan sesuai protokol pencegahan covid 19.

Seperti disebut dalam Pasal 5 ayat 1 bahwa Pemilihan Serentak Lanjutan dilaksanakan dengan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan penyelenggara Pemilihan, peserta Pemilihan, Pemilih, dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilihan.

Aspek kesehatan dan keselamatan sebagaimana dilakukan terhadap seluruh tahapan dengan protokol pencegahan covid 19 misalnya dilakukan pada saat PPS melaksanakan verifikasi

faktual dukungan Bakal Pasangan Calon perseorangan, PPDP melaksanakan Coklit, KPPS melaksanakan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS, sosialisasi maupun kegiatan lainnya yang melibatkan banyak orang atau berinteraksi dengan orang lain.

Tantangan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih

Pelaksanaan Sosialisasi dan pendidikan pemilih (Sosdiklih) kepada masyarakat merupakan aspek yang cukup berdampak dalam pemilihan di masa pandemi covid 19. Sementara kita tahu bahwa sosdiklih menjadi acuan sukses atau tidaknya pemilihan. Sosialisasi yang massif akan meningkatkan partisipasi pemilih sedangkan pendidikan pemilihan akan meningkatkan kualitas pemilih.

Pertanyaannya kenapa berdampak? Sebab, pertemuan tatap muka secara langsung dengan masyarakat dan pelibatan banyak orang untuk agenda sosdiklih tidak lagi bisa leluasa seperti pada situasi normal. Kalau pun dilaksanakan dengan catatan, harus ada pembatasan jumlah dan dilakukan dengan memperhatikan standar protokol covid 19.

Hal ini tertuang dalam Pasal 7 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020. Kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang dalam jumlah tertentu dilakukan dengan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian covid 19. Diantaranya, pengaturan pembatasan jumlah peserta dengan mempertimbangkan kapasitas ruangan yang memperhitungkan jaga jarak paling kurang 1 (satu) meter antar peserta.

Dilakukan pengecekan kondisi suhu tubuh seluruh pihak yang terlibat sebelum dimulainya acara dengan menggunakan alat yang tidak bersentuhan secara fisik, dengan ketentuan suhu tubuh paling tinggi 37,30 (tiga puluh tujuh koma tiga derajat) celcius. Seluruh peserta yang hadir wajib menggunakan alat pelindung diri paling kurang berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, menjaga jarak paling kurang 1 (satu) meter antarpeserta, tidak melakukan jabat tangan dan kontak fisik lainnya antarpeserta kegiatan.

Kemudian penyediaan sarana sanitasi yang memadai pada tempat dilaksanakannya kegiatan paling kurang berupa fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, dan/atau cairan antiseptik berbasis alkohol (handsanitizer) dan penyediaan sumber daya kesehatan sebagai antisipasi keadaan darurat berupa obat, perbekalan kesehatan, dan/atau personel yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan atau tim dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 sesuai dengan tingkatannya.

Selain soal protokolnya, beberapa kondisi lainnya dihadapi yang saat ini adalah penyebaran Virus Covid-19 yang begitu cepat dan sulit diprediksi, kasus suspect covid-19 belum mengalami penurunan serta kondisi pandemi memaksa masyarakat melakukan pembatasan aktivitas dan interaksi sosial.

Dari uraian di atas, setidaknya ada tiga tantangan utama sosdiklih di masa pandemi ini. Pertama, ancaman penurunan partisipasi pemilih akibat pandemi Covid-19. Kedua, menekan potensi penularan Virus Covid-19 dalam pelaksanaan pemilihan. Ketiga, penggunaan teknologi dalam pendidikan pemilih tidak dapat diterapkan diwilayah tertentu karena dukungan infrastruktur yang tidak merata.

Strategi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih

Dengan potensi kerawanan penularan covid 19 melalui sosdiklih secara langsung atau tatap muka dengan masyarakat, maka tidak ada cara ampuh bagi KPU Kabupaten Bima kecuali harus menggunakan metode lain sebagai alternatif penyebarluasan informasi. Metode lain yang juga efektif dan bisa dimaksimalkan yaitu dengan inovasi dan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.

Pelaksanaan sosialisasi dan pendidikan pemilih di masa pandemi dapat dilakukan dengan penyebaran informasi tahapan pemilihan secara tidak langsung (tanpa tatap muka). Diantaranya melalui optimalisasi laman website resmi dan media sosial KPU Kabupaten Bima seperti Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, dan media sosial lainnya.

Selain itu inovasi yang dapat di tambahkan dengan menggandeng influencer-influencer lokal yang eksis di media sosial populer. Kemitraan dengan media massa cetak, online, elektronik dan melakukan pertemuan media dalam jaringan (daring). Beberapa wadah penyampaian informasi inilah yang sedang digenjot KPU Kabupaten Bima untuk menutupi kekurangan sosdiklih tatap muka.

Untuk mendukung upaya ini, KPU Kabupaten Bima telah melaksanakan bimbingan teknis internal bagi tim kehumasan tentang bagaimana cara pembuatan konten-konten menarik, cara penulisan narasi berita kegiatan, pengelolaan website, pembuatan inforgrafis, teknis fotografi, editing video hingga talkshow daring yang diproduksi untuk didistribusikan ke Youtube, Facebook, Twitter, Instagram dan Website.

Meski demikian, pemanfaatan wadah digital tidak lantas meninggalkan cara-cara konvensional untuk menjangkau masyarakat. Kita sadar bahwa di daerah kita, terutama di kawasan pinggir, pedesaan terpencil dan terluar belum dijamah akses internet yang memadai. Sehingga sosdiklih dalam bentuk pertemuan tatap muka tetap harus dilakukan demi memastikan semua segmentasi pemilih mendapatkan suplai informasi tentang hajatan demokrasi di Kabupaten Bima.

Penjangkauan dengan cara yang saya sebut konvensional atau media luar ruang ini dilakukan KPU Kabupaten Bima dengan beragam cara juga. Yaitu dengan pembagian brosur, leaflet, pamflet, booklet, poster, stiker, spanduk dan baliho. Kemudian memaksimalkan kerja perangkat di tingkat bawah yakni PPK dan PPS untuk membantu tugas sosdiklih. Maupun tatap muka langsung dengan komunitas-komunitas di desa atau bahkan dengan cara-cara lama seperti pemanfaatan pengeras suara masjid dan mobil keliling kampung dapat dilakukan.

Pada akhirnya, walaupun dengan situasi pandemi covid 19 yang tidak menentu, harapan besar kita adalah terlaksananya Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bima pada Hari Rabu 9 Desember 2020 dengan aman, damai, lancar, angka partisipasi masyarakat meningkat dan kualitas demokrasi yang semakin baik. (*)

 

Pandemi Covid-19 Dan Tantangan Sosdiklih.

Oleh : Ady Supriadin

(Anggota KPU Kabupaten Bima-Divisi SDM, Sosdiklih dan Parmas)

Pelaksanaan Pemilihan Serentak Tahun 2020 ini memang terasa berbeda dengan sebelumnya. Kita masih dihadapkan dengan situasi bencana non alam pandemi covid 19. Memasuki bulan Agustus 2020, belum ada tanda-tanda pandemi covid 19 ini berakhir atau setidaknya melandai. Semua daerah di Indonesia masih waspada dan melakukan berbagai upaya pencegahan penyebaran virus yang menular ini. Tidak terkecuali Kabupaten Bima.

Kondisi ini mengharuskan semua orang untuk beradaptasi dan beraktivitas dengan kebiasaan baru. Meski di tengah ancaman virus, aktivitas pemerintahan dan masyarakat tetap harus berjalan. Hanya saja, kita dituntut untuk menerapkan standar protokol pencegahan covid 19. Seperti tetap selalu menggunakan masker, menjaga jarak, rajin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan sanitizer dan menerapkan pola hidup sehat lainnya.

Bagi penyelenggara pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bima, terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara teknis, melaksanakan semua aktivitas tahapan pemilihan di tengah pandemi covid 19 tentu tidak mudah. Ada tantangan yang dihadapi sebagai konsekuensi tetap dilaksanakannya pemilihan. Kebiasaan baru menerapkan protokol pencegahan covid 19 menjadi poin penting yang ditekankan kepada semua jajaran.

Ini menjadi pekerjaan tambahan bagi KPU Kabupaten Bima selain memastikan semua tahapan berjalan dengan baik dan maksimal sesuai dengan rambu-rambu aturan yang dijadikan acuan. Tujuannya tidak lain untuk menjamin pelaksanaan pemilihan yang sehat dan demokratis. Masyarakat harus dipastikan tetap aman dari bahaya covid 19 atau virus corona saat berinteraksi dengan penyelenggara. Begitu pula dengan peserta pemilihan dan pihak-pihak terkait.

Penerapan Protokol Pencegahan Covid 19

Karenanya, lewat Peratutan KPU Nomor 6 Tahun 2020, KPU Republik Indonesia secara khusus mengatur pedoman pemilihan lanjutan di masa pandemi covid 19 bagi jajaran penyelenggara. Dalam Peraturan KPU ini, pelaksanaan setiap tahapan pemilihan harus dilaksanakan sesuai protokol pencegahan covid 19.

Seperti disebut dalam Pasal 5 ayat 1 bahwa Pemilihan Serentak Lanjutan dilaksanakan dengan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan penyelenggara Pemilihan, peserta Pemilihan, Pemilih, dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilihan.

Aspek kesehatan dan keselamatan sebagaimana dilakukan terhadap seluruh tahapan dengan protokol pencegahan covid 19 misalnya dilakukan pada saat PPS melaksanakan verifikasi

faktual dukungan Bakal Pasangan Calon perseorangan, PPDP melaksanakan Coklit, KPPS melaksanakan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS, sosialisasi maupun kegiatan lainnya yang melibatkan banyak orang atau berinteraksi dengan orang lain.

Tantangan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih

Pelaksanaan Sosialisasi dan pendidikan pemilih (Sosdiklih) kepada masyarakat merupakan aspek yang cukup berdampak dalam pemilihan di masa pandemi covid 19. Sementara kita tahu bahwa sosdiklih menjadi acuan sukses atau tidaknya pemilihan. Sosialisasi yang massif akan meningkatkan partisipasi pemilih sedangkan pendidikan pemilihan akan meningkatkan kualitas pemilih.

Pertanyaannya kenapa berdampak? Sebab, pertemuan tatap muka secara langsung dengan masyarakat dan pelibatan banyak orang untuk agenda sosdiklih tidak lagi bisa leluasa seperti pada situasi normal. Kalau pun dilaksanakan dengan catatan, harus ada pembatasan jumlah dan dilakukan dengan memperhatikan standar protokol covid 19.

Hal ini tertuang dalam Pasal 7 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020. Kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang dalam jumlah tertentu dilakukan dengan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian covid 19. Diantaranya, pengaturan pembatasan jumlah peserta dengan mempertimbangkan kapasitas ruangan yang memperhitungkan jaga jarak paling kurang 1 (satu) meter antar peserta.

Dilakukan pengecekan kondisi suhu tubuh seluruh pihak yang terlibat sebelum dimulainya acara dengan menggunakan alat yang tidak bersentuhan secara fisik, dengan ketentuan suhu tubuh paling tinggi 37,30 (tiga puluh tujuh koma tiga derajat) celcius. Seluruh peserta yang hadir wajib menggunakan alat pelindung diri paling kurang berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, menjaga jarak paling kurang 1 (satu) meter antarpeserta, tidak melakukan jabat tangan dan kontak fisik lainnya antarpeserta kegiatan.

Kemudian penyediaan sarana sanitasi yang memadai pada tempat dilaksanakannya kegiatan paling kurang berupa fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, dan/atau cairan antiseptik berbasis alkohol (handsanitizer) dan penyediaan sumber daya kesehatan sebagai antisipasi keadaan darurat berupa obat, perbekalan kesehatan, dan/atau personel yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan atau tim dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 sesuai dengan tingkatannya.

Selain soal protokolnya, beberapa kondisi lainnya dihadapi yang saat ini adalah penyebaran Virus Covid-19 yang begitu cepat dan sulit diprediksi, kasus suspect covid-19 belum mengalami penurunan serta kondisi pandemi memaksa masyarakat melakukan pembatasan aktivitas dan interaksi sosial.

Dari uraian di atas, setidaknya ada tiga tantangan utama sosdiklih di masa pandemi ini. Pertama, ancaman penurunan partisipasi pemilih akibat pandemi Covid-19. Kedua, menekan potensi penularan Virus Covid-19 dalam pelaksanaan pemilihan. Ketiga, penggunaan teknologi dalam pendidikan pemilih tidak dapat diterapkan diwilayah tertentu karena dukungan infrastruktur yang tidak merata.

Strategi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih

Dengan potensi kerawanan penularan covid 19 melalui sosdiklih secara langsung atau tatap muka dengan masyarakat, maka tidak ada cara ampuh bagi KPU Kabupaten Bima kecuali harus menggunakan metode lain sebagai alternatif penyebarluasan informasi. Metode lain yang juga efektif dan bisa dimaksimalkan yaitu dengan inovasi dan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.

Pelaksanaan sosialisasi dan pendidikan pemilih di masa pandemi dapat dilakukan dengan penyebaran informasi tahapan pemilihan secara tidak langsung (tanpa tatap muka). Diantaranya melalui optimalisasi laman website resmi dan media sosial KPU Kabupaten Bima seperti Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, dan media sosial lainnya.

Selain itu inovasi yang dapat di tambahkan dengan menggandeng influencer-influencer lokal yang eksis di media sosial populer. Kemitraan dengan media massa cetak, online, elektronik dan melakukan pertemuan media dalam jaringan (daring). Beberapa wadah penyampaian informasi inilah yang sedang digenjot KPU Kabupaten Bima untuk menutupi kekurangan sosdiklih tatap muka.

Untuk mendukung upaya ini, KPU Kabupaten Bima telah melaksanakan bimbingan teknis internal bagi tim kehumasan tentang bagaimana cara pembuatan konten-konten menarik, cara penulisan narasi berita kegiatan, pengelolaan website, pembuatan inforgrafis, teknis fotografi, editing video hingga talkshow daring yang diproduksi untuk didistribusikan ke Youtube, Facebook, Twitter, Instagram dan Website.

Meski demikian, pemanfaatan wadah digital tidak lantas meninggalkan cara-cara konvensional untuk menjangkau masyarakat. Kita sadar bahwa di daerah kita, terutama di kawasan pinggir, pedesaan terpencil dan terluar belum dijamah akses internet yang memadai. Sehingga sosdiklih dalam bentuk pertemuan tatap muka tetap harus dilakukan demi memastikan semua segmentasi pemilih mendapatkan suplai informasi tentang hajatan demokrasi di Kabupaten Bima.

Penjangkauan dengan cara yang saya sebut konvensional atau media luar ruang ini dilakukan KPU Kabupaten Bima dengan beragam cara juga. Yaitu dengan pembagian brosur, leaflet, pamflet, booklet, poster, stiker, spanduk dan baliho. Kemudian memaksimalkan kerja perangkat di tingkat bawah yakni PPK dan PPS untuk membantu tugas sosdiklih. Maupun tatap muka langsung dengan komunitas-komunitas di desa atau bahkan dengan cara-cara lama seperti pemanfaatan pengeras suara masjid dan mobil keliling kampung dapat dilakukan.

Pada akhirnya, walaupun dengan situasi pandemi covid 19 yang tidak menentu, harapan besar kita adalah terlaksananya Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bima pada Hari Rabu 9 Desember 2020 dengan aman, damai, lancar, angka partisipasi masyarakat meningkat dan kualitas demokrasi yang semakin baik. (*)

 

Kamis, 09 Juli 2020

Akhir Pertualangan Cinta Pejabat Eselon di Dompu

Keder Dilapor ke Bupati, Mr Hans Janji Kembali ke Isteri Pertama

Prahara rumah tangga MrHans dan Mbak Tum (bukan nama asli) berakhir damai. Mr Hans yang merupakanpejabat eselon di Pemda Dompu ini mengaku siap menceraikan istri kedua, yangdinikahi secara diam-diam.

……………………………….

Hampir 7 bulan biduk rumahtangga Mr Hans dan Mbak Tum bejalan tidak harmonis. Setelah Mbak Tum dihantamkenyataan pahit dengan adanya perempuan lain yang sudah dinikahi Mr Hans secaradiam-diam, Desember 2019 lalu.

Hati Mbak Tum hancur. Diatidak rela jika suami membagi cintanya dengan wanita lain. Apalagi pernikahanyang dibangun bertahun-tahun mesti hancur seketika, karena adanya orang ketiga.

Meski demikian, Mbak Tumtidak menyerah. Berbagai cara ia lakukan demi merebut kembali orang yangdicintainya dari pelukan perempuan lain.

Akhirnya, doa Mbak Tumterkabulkan. Baru-baru ini Mr Hans dikabarkan mengakui kesalahannya. Dia kapokdan akan menceraikan istri siri, demi rujuk kembali dengan MbakTum.

“Saya belum dapatinformasinya. Kalaupun benar ada niat baik (Mr Hans), Alhamdulillah. Sayasangat bersyukur,” kata Mbak Tum, ibu tiga anak ini.

Perempuan yang bekerja disalah satu bank swasta di Dompu ini sejak lama sangat mengimpikan suaminyakembali. Tapi, dengan syarat harus menceraikan istri sirinya.

Ia tidak rela membagicintanya dengan perempuan lain. Karena bagi dia,  tidak mudah melepaskan orang yangdicintainya. Apalagi biduk rumah tangga yang dibangun bersama Mr Hans sudah 30tahun lamanya.

“Sekalipun dia sudahtidur dengan perempuan itu, saya ikhlas. Asalkan, dia kembali dan tidakmengulangi perbuatannya,” ujar Mbak Tum.

Mbak Tum tampak sumringahdengan adanya niat baik Mr Hans. Ia bahkan tidak menduga akan hal itu. Diajustru berfikir rumah tangganya akan berkahir di pengadilan.

Dengan adanya niat baiksang suami, Mbak Tum tidak ingin kecewa untuk kedua kalinya. Apalagi, sebelumdia pernah dikhianati Mr Hans. Sang suami diam-diam merajut kembali denganistri siri, padahal sudah membuat surat penyataan perceraian di Polsek Dompu.

Sampai sekarang Mbak masihtrauma dengan cara Mr Hans membohonginya. Sulit untuk dilupakan dan tetapmembekas.

“Kalau diingat padaFebruari lalu,  sepertinya saya dananak-anak sudah tidak ada artinya bagi dia. Dia memilih meninggalkan kami,ketimbang perempuan itu,” sesalnya.

Kalaupun ada niat baik MrHans untuk kembali, dia dan anak-anak tentu sangat bersyukur. Bahkan dia siapmencabut kembali laporan atas dugaan penelantaran istri yang dilaporkan kePolres Dompu.

“Saya tetap terima, asalkan perjanjian itu dibuktikan hitam di atas putih,” harap perempuan asal Kecamatan Dompu ini.

Surat perjanjian iturencananya rencananya akan ditandatangani Mr Hans pada Senin (13/7).  Pihak Inspektorat berharap prahara rumahtangga mereka berakhir dengan baik.

“Alhamdulilah, Mr Hans sudah mengakui kesalahannya. Tadi pagi (Rabu) kita sudah telpon lagi dan dia menjanjikan Senin 13 Juli surat penyataan ini akan ditanda tangani,” jelas Inspektur Pembantu Bidang Pemerintahan dan Aparatur Inspektorat Dompu, Drs Hasanuddin pada Radar Tambora, Rabu siang (8/7).

Proses tanda tangan nantikata dia, akan disaksikan Inspektur Inspektorat Dompu. Pihaknya juga sudahmenyiapkan tim audit khusus dan reguler.

“Karena ini persoalanserius,” pungkasnya.

Sementara dari pihak Polres Dompu yang dikonfirmasi Radar Tambora, masih menindaklanjuti laporan kasus dugaan penelantaran istri tersebut. Kanit VI PPA Sat Reskrim Polres Dompu AIPDA Ahmad Rimawan mengatakan, kasus itu masih dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi. (Juwair Saddam/Dompu)

Akhir Pertualangan Cinta Pejabat Eselon di Dompu


Keder Dilapor ke Bupati, Mr Hans Janji Kembali ke Isteri Pertama





Prahara rumah tangga Mr
Hans dan Mbak Tum (bukan nama asli) berakhir damai. Mr Hans yang merupakan
pejabat eselon di Pemda Dompu ini mengaku siap menceraikan istri kedua, yang
dinikahi secara diam-diam.





……………………………….





Hampir 7 bulan biduk rumah
tangga Mr Hans dan Mbak Tum bejalan tidak harmonis. Setelah Mbak Tum dihantam
kenyataan pahit dengan adanya perempuan lain yang sudah dinikahi Mr Hans secara
diam-diam, Desember 2019 lalu.





Hati Mbak Tum hancur. Dia
tidak rela jika suami membagi cintanya dengan wanita lain. Apalagi pernikahan
yang dibangun bertahun-tahun mesti hancur seketika, karena adanya orang ketiga.





Meski demikian, Mbak Tum
tidak menyerah. Berbagai cara ia lakukan demi merebut kembali orang yang
dicintainya dari pelukan perempuan lain.





Akhirnya, doa Mbak Tum
terkabulkan. Baru-baru ini Mr Hans dikabarkan mengakui kesalahannya. Dia kapok
dan akan menceraikan istri siri, demi rujuk kembali dengan MbakTum.





"Saya belum dapat
informasinya. Kalaupun benar ada niat baik (Mr Hans), Alhamdulillah. Saya
sangat bersyukur," kata Mbak Tum, ibu tiga anak ini.





Perempuan yang bekerja di
salah satu bank swasta di Dompu ini sejak lama sangat mengimpikan suaminya
kembali. Tapi, dengan syarat harus menceraikan istri sirinya.





Ia tidak rela membagi
cintanya dengan perempuan lain. Karena bagi dia,  tidak mudah melepaskan orang yang
dicintainya. Apalagi biduk rumah tangga yang dibangun bersama Mr Hans sudah 30
tahun lamanya.





"Sekalipun dia sudah
tidur dengan perempuan itu, saya ikhlas. Asalkan, dia kembali dan tidak
mengulangi perbuatannya," ujar Mbak Tum.





Mbak Tum tampak sumringah
dengan adanya niat baik Mr Hans. Ia bahkan tidak menduga akan hal itu. Dia
justru berfikir rumah tangganya akan berkahir di pengadilan.





Dengan adanya niat baik
sang suami, Mbak Tum tidak ingin kecewa untuk kedua kalinya. Apalagi, sebelum
dia pernah dikhianati Mr Hans. Sang suami diam-diam merajut kembali dengan
istri siri, padahal sudah membuat surat penyataan perceraian di Polsek Dompu.





Sampai sekarang Mbak masih
trauma dengan cara Mr Hans membohonginya. Sulit untuk dilupakan dan tetap
membekas.





"Kalau diingat pada
Februari lalu,  sepertinya saya dan
anak-anak sudah tidak ada artinya bagi dia. Dia memilih meninggalkan kami,
ketimbang perempuan itu," sesalnya.





Kalaupun ada niat baik Mr
Hans untuk kembali, dia dan anak-anak tentu sangat bersyukur. Bahkan dia siap
mencabut kembali laporan atas dugaan penelantaran istri yang dilaporkan ke
Polres Dompu.





"Saya tetap terima, asalkan perjanjian itu dibuktikan hitam di atas putih," harap perempuan asal Kecamatan Dompu ini.





Surat perjanjian itu
rencananya rencananya akan ditandatangani Mr Hans pada Senin (13/7).  Pihak Inspektorat berharap prahara rumah
tangga mereka berakhir dengan baik.





"Alhamdulilah, Mr Hans sudah mengakui kesalahannya. Tadi pagi (Rabu) kita sudah telpon lagi dan dia menjanjikan Senin 13 Juli surat penyataan ini akan ditanda tangani," jelas Inspektur Pembantu Bidang Pemerintahan dan Aparatur Inspektorat Dompu, Drs Hasanuddin pada Radar Tambora, Rabu siang (8/7).





Proses tanda tangan nanti
kata dia, akan disaksikan Inspektur Inspektorat Dompu. Pihaknya juga sudah
menyiapkan tim audit khusus dan reguler.





"Karena ini persoalan
serius," pungkasnya.





Sementara dari pihak Polres Dompu yang dikonfirmasi Radar Tambora, masih menindaklanjuti laporan kasus dugaan penelantaran istri tersebut. Kanit VI PPA Sat Reskrim Polres Dompu AIPDA Ahmad Rimawan mengatakan, kasus itu masih dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi. (Juwair Saddam/Dompu)


Jumat, 26 Juni 2020

Sengkarut Sengketa Lahan Warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro (Bagian 2)

Kesepakatan Hanya di Atas Kertas, Tidak Ada Legalitas Sebagai Pegangan Warga

Penyelesaian sengketa lahan antara warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro telah berlangsung beberapa kali. Tidak hanya oleh Pemerintah Kabupaten Bima, bahkan Komnas HAM pernah turun tangan memfasilitasi masalah warga tersebut pada November 2016 lalu.

…………………………………………..

Sebelum muncul kesepakatanantara Pemerintah Kabupaten Bima dengan PT Sanggar Agro, tentang lahan 200hektare. Tahun 2014,  pada masa BupatiDrs H Syafrudin HM Nur pernah bersurat kepada perusahaan tersebut. Memintalahan di kawasan HGU seluas 425 hektare.

Permintaan itu, menyikapiadanya persoalan antara warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro, melalui suratNomor: 525/004/01.14/2014. Dalam surat itu dijelaskan di area HGU PT SanggarAgro di Kecamatan Sanggar dan Tambora, terdapat beberapa kegiatan dilaksanakanpemerintah dan masyarakat.

Yakni, pada lahan seluas50 hektare,  untuk wilayah perumahan desadengan Perda Nomor 2 Tahun 2012. Lahan seluas 125 hektare sebagai areapelepasan ternak masyarakat di Desa Piong Kecamatan Sanggar. Kemudian lahan 250hektare sebagai kawasan perkebunan masyarakat Desa Sori Katupa KecamatanTambora.

Dengan adanya tigakegiatan masyarakat, dan menjaga harmonisasi kehidupan sosial kemasyarakatan dan dunia usaha, diminta pada PT SanggarAgro, agar pemanfaatan lahan HGU itu disetujui.

Surat Bupati Bima tersebutdijawab PT Sanggar Agro melalui surat Nomor: 009/SAP/XII/2014. Intinyamenyetujui permintaan lahan tersebut, dengan rincian. Lahan seluas 50 hektareuntuk perumahan warga Desa Oi Katupa. Menyerahkan lahan 100 hektar sebagai areapelepasan hewan ternak dan 150 hektar untuk perkebunan Jambu Mete di Desa OiKatupa dan Kawinda Toi.

Artinya, dari lahan 425hektare yang diminta Pemerintah Kabupaten Bima saat itu, disetujui 300 hektareoleh PT Sanggar Agro.

Harusnya, setelah adakesepakatan itu, tidak lagi muncul persoalan antara warga Oi Katupa dengan PTSanggar Agro. Kenyataannya, hubungan antara warga dengan perusahaan tetap sajatidak harmonis. Masalanya, sama. Lahan seluas 300 hektare yang diserahkan PTSanggar Agro, hanya ada di atas kertas. Di lapangan, penggusuran, intimidasitetap saja berlangsung terhadap warga setempat.

Karena lahan 300 hektareyang diberikan itu tidak jelas, ada di kawasan mana saja. Titik koordinatnyamulai dari mana hingga ke mana.   

Tidak heran, akhir tahun2016 warga Desa Oi Katupa kembali menggelar demo. Mempersoalkan lahan yangmereka garap, kerap diganggu oleh PT Sanggar Agro.

Yang cukup menggelitikdari persoalan lahan antara warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro. Desa OiKatupa merupakan desa pemekaran dari Desa Kawinda To’i Kecamatan Tambora.

Dalam Perda Nomor 2 Tahun2012, tentang pembentukan 23 desa di Kabupaten Bima disebutkan luas wilayah Desa Oi Katupa 5.000 hektare.

Lantas wilayahadministrasi Desa Oi Katupa itu ada di mana dan lahan HGU PT Sanggar Agro adadi mana?.

Kalau misalnya lahan HGUdan wilayah administrasi Desa Oi Katupa ada di kawasan yang mana.Pertanyaannya, kok bisa seperti itu?.

Pertanyaan ini cukupmenggelitik, dengan melihat dinamika yang terjadi selama ini. Dimana sengketalahan antara warga dengan perusahaan yang memproduksi minyak kayu putih di NTBini, tidak pernah ada titik terang.

Menurut Ketua Lasdo ArifinJ Anat, masalah antara warga dan perusahaan itu terus muncul. Karena keputusanpemerintah terkait lahan itu hanya ada di kertas. Masyarakat dininabobokan, tidak pernah ada legalitas atas lahanyang sudah disepakati untuk menjadi milik warga Oi Katupa.

‘’Sebenarnya, pemerintahKabupaten Bima yang membuat masalah. Setiap keputusan diambil tidak merujukpada keputusan sebelumnya,’’ sorotnya.

Sementara PT Sanggar Agrotidak punya niat baik untuk mau melepas lahan tersebut pad warga. Kesepakatanitu hanya dibuat untuk meredam gejolak di masyarakat. Setelah ada keputusan,pihak perusahaan dengan leluasa menyebut, lahan warga itu masuk dalam kawasanHGU. Dengan alasan itulah mereka bebas menggusur.

Karena pemerintah daerahsendiri tidak secara tegas menentukkan batas-batas lahan dimaksud setelah adakesepakatan dengan PT Sanggar Agro. 

Sekarang, warga Oi Katupalagi dibuat resah, karena pihak PT Sanggar Agro sudah menginformasikan akanmenggusur lahan mereka.

Pemerintah Kabupaten Bimamenurut Bupati Bima, sudah membentuk tim menyikapi persoalan yang terjadi di OiKatupa. Semoga saja ada penyelesaian yang jelas soal lahan di Desa Oi Katupa. (Indra Gunawan-Bima/Habis)

Sengkarut Sengketa Lahan Warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro (Bagian 2)


Kesepakatan Hanya di Atas Kertas, Tidak Ada Legalitas Sebagai Pegangan Warga









Penyelesaian sengketa lahan antara warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro telah berlangsung beberapa kali. Tidak hanya oleh Pemerintah Kabupaten Bima, bahkan Komnas HAM pernah turun tangan memfasilitasi masalah warga tersebut pada November 2016 lalu.





…………………………………………..





Sebelum muncul kesepakatan
antara Pemerintah Kabupaten Bima dengan PT Sanggar Agro, tentang lahan 200
hektare. Tahun 2014,  pada masa Bupati
Drs H Syafrudin HM Nur pernah bersurat kepada perusahaan tersebut. Meminta
lahan di kawasan HGU seluas 425 hektare.





Permintaan itu, menyikapi
adanya persoalan antara warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro, melalui surat
Nomor: 525/004/01.14/2014. Dalam surat itu dijelaskan di area HGU PT Sanggar
Agro di Kecamatan Sanggar dan Tambora, terdapat beberapa kegiatan dilaksanakan
pemerintah dan masyarakat.





Yakni, pada lahan seluas
50 hektare,  untuk wilayah perumahan desa
dengan Perda Nomor 2 Tahun 2012. Lahan seluas 125 hektare sebagai area
pelepasan ternak masyarakat di Desa Piong Kecamatan Sanggar. Kemudian lahan 250
hektare sebagai kawasan perkebunan masyarakat Desa Sori Katupa Kecamatan
Tambora.





Dengan adanya tiga
kegiatan masyarakat, dan menjaga harmonisasi 
kehidupan sosial kemasyarakatan dan dunia usaha, diminta pada PT Sanggar
Agro, agar pemanfaatan lahan HGU itu disetujui.





Surat Bupati Bima tersebut
dijawab PT Sanggar Agro melalui surat Nomor: 009/SAP/XII/2014. Intinya
menyetujui permintaan lahan tersebut, dengan rincian. Lahan seluas 50 hektare
untuk perumahan warga Desa Oi Katupa. Menyerahkan lahan 100 hektar sebagai area
pelepasan hewan ternak dan 150 hektar untuk perkebunan Jambu Mete di Desa Oi
Katupa dan Kawinda Toi.





Artinya, dari lahan 425
hektare yang diminta Pemerintah Kabupaten Bima saat itu, disetujui 300 hektare
oleh PT Sanggar Agro.





Harusnya, setelah ada
kesepakatan itu, tidak lagi muncul persoalan antara warga Oi Katupa dengan PT
Sanggar Agro. Kenyataannya, hubungan antara warga dengan perusahaan tetap saja
tidak harmonis. Masalanya, sama. Lahan seluas 300 hektare yang diserahkan PT
Sanggar Agro, hanya ada di atas kertas. Di lapangan, penggusuran, intimidasi
tetap saja berlangsung terhadap warga setempat.





Karena lahan 300 hektare
yang diberikan itu tidak jelas, ada di kawasan mana saja. Titik koordinatnya
mulai dari mana hingga ke mana.   





Tidak heran, akhir tahun
2016 warga Desa Oi Katupa kembali menggelar demo. Mempersoalkan lahan yang
mereka garap, kerap diganggu oleh PT Sanggar Agro.





Yang cukup menggelitik
dari persoalan lahan antara warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro. Desa Oi
Katupa merupakan desa pemekaran dari Desa Kawinda To’i Kecamatan Tambora.





Dalam Perda Nomor 2 Tahun
2012, tentang pembentukan 23 desa di 
Kabupaten Bima disebutkan luas wilayah Desa Oi Katupa 5.000 hektare.





Lantas wilayah
administrasi Desa Oi Katupa itu ada di mana dan lahan HGU PT Sanggar Agro ada
di mana?.





Kalau misalnya lahan HGU
dan wilayah administrasi Desa Oi Katupa ada di kawasan yang mana.
Pertanyaannya, kok bisa seperti itu?.





Pertanyaan ini cukup
menggelitik, dengan melihat dinamika yang terjadi selama ini. Dimana sengketa
lahan antara warga dengan perusahaan yang memproduksi minyak kayu putih di NTB
ini, tidak pernah ada titik terang.





Menurut Ketua Lasdo Arifin
J Anat, masalah antara warga dan perusahaan itu terus muncul. Karena keputusan
pemerintah terkait lahan itu hanya ada di 
kertas. Masyarakat dininabobokan, tidak pernah ada legalitas atas lahan
yang sudah disepakati untuk menjadi milik warga Oi Katupa.





‘’Sebenarnya, pemerintah
Kabupaten Bima yang membuat masalah. Setiap keputusan diambil tidak merujuk
pada keputusan sebelumnya,’’ sorotnya.





Sementara PT Sanggar Agro
tidak punya niat baik untuk mau melepas lahan tersebut pad warga. Kesepakatan
itu hanya dibuat untuk meredam gejolak di masyarakat. Setelah ada keputusan,
pihak perusahaan dengan leluasa menyebut, lahan warga itu masuk dalam kawasan
HGU. Dengan alasan itulah mereka bebas menggusur.





Karena pemerintah daerah
sendiri tidak secara tegas menentukkan batas-batas lahan dimaksud setelah ada
kesepakatan dengan PT Sanggar Agro. 





Sekarang, warga Oi Katupa
lagi dibuat resah, karena pihak PT Sanggar Agro sudah menginformasikan akan
menggusur lahan mereka.





Pemerintah Kabupaten Bima
menurut Bupati Bima, sudah membentuk tim menyikapi persoalan yang terjadi di Oi
Katupa. Semoga saja ada penyelesaian yang jelas soal lahan di Desa Oi Katupa. (Indra Gunawan-Bima/Habis)






Rabu, 24 Juni 2020

Sengkarut Sengketa Lahan Warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro (Bagian I)

Pemerintah Kabupaten Bima Ambigu, Lahirkan Keputusan Tumpang Tindih

Ibarat mengurai benang kusut, itulah kondisi yang kini dihadapi warga Desa Oi Katupa Kecamatan Tambora. Sengketa lahan warga setempat dengan PT Sanggar Agro, seperti tidak ada ujungnya.

………………………………

Belum hilang dalam ingatan, di penghujung tahun 2016 lalu, ratusan warga Oi Katupa long march, jalan kaki menuju Kantor Bupati Bima yang berkedudukan di Kota Bima.

Tindakan itu diambilwarga, untuk menyuarakan nasib mereka. Sudah puluhan tahun bermukim di desapemekaran dari Kawinda To’i, lahan pertanian, rumah, kebun, yang mereka garapturun temurun digusur oleh PT Sanggar Agro, tanpa diberikan ganti rugi.

Untuk menuntut keadilansekaligus perhatian pemerintah daerah, warga sampai membangun tenda di eksKantor Bupati Bima, jalan Soekarno Hatta. Sekitar tiga bulan warga tidur di tenda,menunggu kejelasan nasib dan sikap dari pemerintah daerah saat itu.

Alhasil, Bupati Bima HjIndah Dhamayanti membentuk tim, menindaklanjuti rekomendasi DPRD Kabupaten BimaNomor: 172/358/DPRD/2016 terkait Hak Guna Usaha PT Sanggar Agro Karya Persadadi Kecamatan Tambora.

Tanggal 20 Oktober 2016Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri keluarkan Surat Keputusan Bupati Nomor:188.45/948/03.4/2016, tentang perubahan atas keputusan Bupati Nomor:188.45/922/03.4/2006 tentang pembentukkan tim tindaklanjut rekomendasi DPRDKabupaten Bima Nomor: 172/358/DPRD/2006 terkait HGU PT Sanggar Agro.

Kemudian tanggal 16Februari 2017 dibuat berita acara serahterima lahan seluas 200 hektare antaraPT Sanggar Agro dengan Pemerintah Kabupaten Bima.

Serahterima tanah 200hektare antara pemerintah Kabupaten Bima dari PT Sanggar Agro, tidak berartipersoalan tanah di Desa Oi Katupa selesai.

Masalahnya, lahan 200hektare itu titik koordinatnya dimulai dari mana. Warga setempat dibuatwas-was, karena tanah yang saat ini mereka garap malah terancam akan digusuroleh PT Sanggar Agro.

‘’Pasca ada kesepakatanantara Pemerintah Kabupaten Bima dengan PT Sanggar Agro soal lahan 200 hektaritu,  kita tidak pernah ditunjuki. Inilahan yang boleh boleh digarap. Batasnya mulai dari sini sampai ke sana. Samasekali tidak ada penetapan,’’ keluh Syamsudin Muchsin, warga Oi Katupa

Apalagi kata dia, untuk menyelesaikanmasalah sebelumnya. Hak-hak warga yang dirampas dan didzolimi oleh pihakperusahaan. Sementara pemerintah Kabupaten Bima terlihat ambigu dalam mengambilkeputusan. Itu tergambar dengan jelas dari beberapa keputusan yang tumpangtindih dari pemerintah Kabupaten Bima.

Belum lagi, sikapperusahaan yang terus mengitimidasi dan mengancam akan mengusur lahan yang kinidi garap warga setempat. Tidak heran, perjuangan warga untuk mendapatkankembali hak-hak meraka yang selama ini telah dirampas tidak pernah berakhir.

Terakhir,  warga setempat melaporkan masalah itulangsung ke pemerintah pusat. Laporan itu ditujukan pada Ketua DPR RI diSenayan melalui surat Nomor, 047/LASDO/XII/2019. Perihal, warga masyarakat DesaOi Katupa Kecamatan Tambora Kabupaten Bima Provinsi NTB menggugat PT SanggarAgaro Karya Persada.

Untuk laporan ke pusat ituwarga meminta bantuan Lembaga Adat Syariat Donggo (Lasdo).  Membantu memediasi  dan menyelesaikan sengketa tanah antara wargaDesa Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro.

Dalam laporan setebalsekitar 200 halaman itu, dibeberkan semua, mulai dari HGU yang dipegang PTSanggar Agro, aktivitas yang dilaksanakan. Beberapa keputusan dikeluarkanpemerintah daerah untuk menyelesaikan sengketa antara warga dengan PT SanggarAgro. Hingga beberapa kejadian penggusuran tanah warga oleh perusahaantersebut.

Dalam laporan yangditandatangani Ketua LASDO, Arifin J Anat diuraikan secara gamblang tentang HGUyang dimiliki PT Sanggar Agro. Apa aktvitas yang dilakukan perusahaan tersebutselama memegang HGU. Hingga muncul sengketa antara warga Oi Katupa denganperusahaan tersebut.

Digambarkan, PT SanggarAgro  awalnya memegang HGU atas lahanseluas 598,8 hektare. Melalui surat No. 60/HGU/BPN/1996, tanggal 14 Desember1996. Dengan jenis kegiatan, menanam kelapa hybrid seluas 10 hektare di lokasiso (Kawasan) Nanga La Hamid dan 2 hektare di so Sori Katupa.

Kemudian, memelihara danmelepas hewan ternak sapi di Desa Piong Kecamatan Sanggar. Sementara untukpenanaman coklat sebagaimana tertera dalam HGU, tidak dilaksanakan.

‘’Kegiatan PT Sanggar Agrosaat itu hanya bertahan sekitar satu tahun, karena semua hewan ternak yang dipeliharamati, hilang dan tidak terurus dengan baik. Bukti adanya aktivitas itu, saatini masih ada bekas baik air dan tempat untuk menaikkan dan menurunkanternak,’’ sebut Arifin dalam surat itu.

Tahun 1999, muncul HGU PTSanggar Agro No. 22/HGU/BPN/1999, tanggal 11 Maret 1999  dengan luas lahan, 3.962 hektare. Jeniskegiatan, penanaman jambu mete dan peternakan. Namun, kegiatan ini tidakdilaksanakan, karena tidak ditentukan lokasinya di mana.

‘’Praktis selama sekitar18 tahun, tidak ada aktivitas dilaksanakan PT Sanggar Agro di atas lahan HGUtersebut,’’ tandasnya.

Karena di lahan HGU itu,tidak ada kegiatan, tahun 2000 dan 2001, Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTBkeluarkan surat peringatan pada PT Sanggar Agro. Yakni melalui surat, Nomor460/108/2000, tanggal 28 Agustus 2000, perihal, peringatan I, penertiban danpendayagunaan tanah. Kemudian surat Nomor 450/61/2001, tanggal 11 September2001, perihal peringatan kedua, penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.   

‘’Tahun 2014 PT SanggarAgro datang, mereka meminta lahan pada Kepala Desa Oi Katupa untuk pembibitankayu putih seluas 10 hektare di kawasan Sera Kara,’’ sebutnya. (Indra Gunawan-Bima/bersambung)

Sengkarut Sengketa Lahan Warga Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro (Bagian I)


Pemerintah Kabupaten Bima Ambigu, Lahirkan Keputusan Tumpang Tindih









Ibarat mengurai benang kusut, itulah kondisi yang kini dihadapi warga Desa Oi Katupa Kecamatan Tambora. Sengketa lahan warga setempat dengan PT Sanggar Agro, seperti tidak ada ujungnya.





………………………………





Belum hilang dalam ingatan, di penghujung tahun 2016 lalu, ratusan warga Oi Katupa long march, jalan kaki menuju Kantor Bupati Bima yang berkedudukan di Kota Bima.





Tindakan itu diambil
warga, untuk menyuarakan nasib mereka. Sudah puluhan tahun bermukim di desa
pemekaran dari Kawinda To’i, lahan pertanian, rumah, kebun, yang mereka garap
turun temurun digusur oleh PT Sanggar Agro, tanpa diberikan ganti rugi.





Untuk menuntut keadilan
sekaligus perhatian pemerintah daerah, warga sampai membangun tenda di eks
Kantor Bupati Bima, jalan Soekarno Hatta. Sekitar tiga bulan warga tidur di tenda,
menunggu kejelasan nasib dan sikap dari pemerintah daerah saat itu.





Alhasil, Bupati Bima Hj
Indah Dhamayanti membentuk tim, menindaklanjuti rekomendasi DPRD Kabupaten Bima
Nomor: 172/358/DPRD/2016 terkait Hak Guna Usaha PT Sanggar Agro Karya Persada
di Kecamatan Tambora.





Tanggal 20 Oktober 2016
Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri keluarkan Surat Keputusan Bupati Nomor:
188.45/948/03.4/2016, tentang perubahan atas keputusan Bupati Nomor:
188.45/922/03.4/2006 tentang pembentukkan tim tindaklanjut rekomendasi DPRD
Kabupaten Bima Nomor: 172/358/DPRD/2006 terkait HGU PT Sanggar Agro.





Kemudian tanggal 16
Februari 2017 dibuat berita acara serahterima lahan seluas 200 hektare antara
PT Sanggar Agro dengan Pemerintah Kabupaten Bima.





Serahterima tanah 200
hektare antara pemerintah Kabupaten Bima dari PT Sanggar Agro, tidak berarti
persoalan tanah di Desa Oi Katupa selesai.





Masalahnya, lahan 200
hektare itu titik koordinatnya dimulai dari mana. Warga setempat dibuat
was-was, karena tanah yang saat ini mereka garap malah terancam akan digusur
oleh PT Sanggar Agro.





‘’Pasca ada kesepakatan
antara Pemerintah Kabupaten Bima dengan PT Sanggar Agro soal lahan 200 hektar
itu,  kita tidak pernah ditunjuki. Ini
lahan yang boleh boleh digarap. Batasnya mulai dari sini sampai ke sana. Sama
sekali tidak ada penetapan,’’ keluh Syamsudin Muchsin, warga Oi Katupa





Apalagi kata dia, untuk menyelesaikan
masalah sebelumnya. Hak-hak warga yang dirampas dan didzolimi oleh pihak
perusahaan. Sementara pemerintah Kabupaten Bima terlihat ambigu dalam mengambil
keputusan. Itu tergambar dengan jelas dari beberapa keputusan yang tumpang
tindih dari pemerintah Kabupaten Bima.





Belum lagi, sikap
perusahaan yang terus mengitimidasi dan mengancam akan mengusur lahan yang kini
di garap warga setempat. Tidak heran, perjuangan warga untuk mendapatkan
kembali hak-hak meraka yang selama ini telah dirampas tidak pernah berakhir.





Terakhir,  warga setempat melaporkan masalah itu
langsung ke pemerintah pusat. Laporan itu ditujukan pada Ketua DPR RI di
Senayan melalui surat Nomor, 047/LASDO/XII/2019. Perihal, warga masyarakat Desa
Oi Katupa Kecamatan Tambora Kabupaten Bima Provinsi NTB menggugat PT Sanggar
Agaro Karya Persada.





Untuk laporan ke pusat itu
warga meminta bantuan Lembaga Adat Syariat Donggo (Lasdo).  Membantu memediasi  dan menyelesaikan sengketa tanah antara warga
Desa Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro.





Dalam laporan setebal
sekitar 200 halaman itu, dibeberkan semua, mulai dari HGU yang dipegang PT
Sanggar Agro, aktivitas yang dilaksanakan. Beberapa keputusan dikeluarkan
pemerintah daerah untuk menyelesaikan sengketa antara warga dengan PT Sanggar
Agro. Hingga beberapa kejadian penggusuran tanah warga oleh perusahaan
tersebut.





Dalam laporan yang
ditandatangani Ketua LASDO, Arifin J Anat diuraikan secara gamblang tentang HGU
yang dimiliki PT Sanggar Agro. Apa aktvitas yang dilakukan perusahaan tersebut
selama memegang HGU. Hingga muncul sengketa antara warga Oi Katupa dengan
perusahaan tersebut.





Digambarkan, PT Sanggar
Agro  awalnya memegang HGU atas lahan
seluas 598,8 hektare. Melalui surat No. 60/HGU/BPN/1996, tanggal 14 Desember
1996. Dengan jenis kegiatan, menanam kelapa hybrid seluas 10 hektare di lokasi
so (Kawasan) Nanga La Hamid dan 2 hektare di so Sori Katupa.





Kemudian, memelihara dan
melepas hewan ternak sapi di Desa Piong Kecamatan Sanggar. Sementara untuk
penanaman coklat sebagaimana tertera dalam HGU, tidak dilaksanakan.





‘’Kegiatan PT Sanggar Agro
saat itu hanya bertahan sekitar satu tahun, karena semua hewan ternak yang dipelihara
mati, hilang dan tidak terurus dengan baik. Bukti adanya aktivitas itu, saat
ini masih ada bekas baik air dan tempat untuk menaikkan dan menurunkan
ternak,’’ sebut Arifin dalam surat itu.





Tahun 1999, muncul HGU PT
Sanggar Agro No. 22/HGU/BPN/1999, tanggal 11 Maret 1999  dengan luas lahan, 3.962 hektare. Jenis
kegiatan, penanaman jambu mete dan peternakan. Namun, kegiatan ini tidak
dilaksanakan, karena tidak ditentukan lokasinya di mana.





‘’Praktis selama sekitar
18 tahun, tidak ada aktivitas dilaksanakan PT Sanggar Agro di atas lahan HGU
tersebut,’’ tandasnya.





Karena di lahan HGU itu,
tidak ada kegiatan, tahun 2000 dan 2001, Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTB
keluarkan surat peringatan pada PT Sanggar Agro. Yakni melalui surat, Nomor
460/108/2000, tanggal 28 Agustus 2000, perihal, peringatan I, penertiban dan
pendayagunaan tanah. Kemudian surat Nomor 450/61/2001, tanggal 11 September
2001, perihal peringatan kedua, penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.   





‘’Tahun 2014 PT Sanggar
Agro datang, mereka meminta lahan pada Kepala Desa Oi Katupa untuk pembibitan
kayu putih seluas 10 hektare di kawasan Sera Kara,’’ sebutnya. (Indra Gunawan-Bima/bersambung)






Senin, 22 Juni 2020

Mengenang Peristiwa Donggo Tahun 1972

‘’Upaya Menyerap Nilai-nilai  Demokrasi’’

Oleh: Maulana Ikbal, Guru SMAN 4 Kota Bima

Jika bangsa Indonesiaselalu mengenang gerakan Reformasi 1998, sebagai jejak penting perjalananbangsa. Gerakan tersebut berhasil menghentikan kekuasaan orde baru yang telahberkuasa selama 32 tahun. Maka “Dou Mbojo” (orang Bima, NTB) sepatutnyaberbangga, bahwa gerbang pertama, pelopor gerakan reformasi era orde baruadalah gerakan demonstrasi yang dilakukan subetnik Donggo (Dou Donggo). Peristiwatersebut kemudian dikenal “PeristiwaDonggo 1972”.

Dou Donggo sendiri merupakanseubetnik dari etnik Mbojo, yang mendiamidaerah pegunungan, dan pesisir sepanjang sisi bagian barat Teluk Bima, KabupatenBima, NTB. Sub etnis Donggo. Kini “Dou Donggo” menyebar di dua wilayahkecamatan yaitu Donggo dan Soromandi. Selebihnya mendiami beberapa kecamatan diKabupaten Dompu, yaitu, Dompu, Manggelewa, dan Juga Kilo.

Namun tulisan ini tidak untukmengulas sejarah secara detail. Sudah banyak yang mengulas melalui buku diantaranya tulisan Drs. H.Mustahid H. Kako, juga H. Gazali Amalanora. Begitupunpuluhan artikel dan jurnal-jurnal penelitian juga turut mengulasnya. Maka dalamrangka mengenang kembali momen tersebut,  tulisan lebih pada penggalian nilai yang kemudiandikontekstualisasikan pada nilai-nilai demokrasi masa kini.

Sekilas tentang Peristiwa Donggo 1972

Tanggal 22juni 1972, tepatnya  48 tahun yang lalu. Disebuah daerah pegunungan juga pesisir sebelah barat Teluk Bima, di KabupatenBima NTB, tampak terbelah oleh jejeran ribuan massa berkonvoi. Teriakan komandodari massa aksi yang berisi slogan-slogan perlawanan menggema. Spanduk-spandukmembentang berisi berbagai tuntutan ikut memberi warna. Isu yang diangkat tidaksaja terkait dengan kecamatan masyarakat Donggo, namun melingkupi seluruhKabupaten Bima. Tuntutan antara lain “turunkan Suharmaji (Bupati)” dan “angkat PuteraKahir sebagai Bupati Bima”, “selamatkan hutan Jati di Tololai” dan sebagaianya.Yang membuat gerakan tersebut tampak menegangkan, adalah massa aksi turutmembawa Senjata tradisional sebagai perlengkapan aksi.

Barisan Longmarch sepanjang lebih dari 3 kilometer itu seolah membelah daratan pegununganDonggo yang menghijau. massa hendak menempuh perjalanan sepanjang hampir 40kilometer. Kemana Tujuannya? : Pandopo Bupati Bima!. Tempat tersebut yangberlokasi di  ibukota Kabupaten Bima,yaitu di Raba (sekarang menjadi Kota BIma).

Massa Aksi dipimpinoleh 5 tokoh berpengaruh, yakni  AbbasOya, BA (Tokoh Intelektual), H.M.Ali alias Haji Kako (Tokoh spritual/Kebathinan), M. Ali Taamin (Ale) dan JamaluddinH. Yassin, (Tokoh Politik) dan H.A. Madjid Bakri (Tokoh Agama). Massa akhirnyadihadang di pertengahan perjalanan oleh beberapa perwakilan pemerintah dan DPRyang dikawal ketat aparat keamanan. Setelah melalui perundingan akhirnyasepakat massa kembali ke kampung.

Pemerintah  di bawah pimpinan Bupati Bima Letkol.Soeharmadji  dan DPR siap memenuhituntutan demonstran, asalkan demonstran mau kembali ke tempat asal. Sekembalinyamassa di kampung, situasi sempat stabil, karena masyarakat merasa tuntuan telahdirespon. Namun beberapa hari kemudian, situasi berbalik. Melalui suratnya,dengan Pongahnya, Bupati Bima menolak melaksanakan semua apa apa yang telahdisepakati dengan demonstran. Akhirnya chaospun terjadi. Dimulai dari penangkapan Abbas Oya dkemudian disusul oleh M.AliTaamin juga Jamaludiin H. Yasin.  Satupersatu pimpinan demonstran ditangkap dan di sikisa. Menyusul kemudian H.M.Ali(H. Kako) dan H. Madjid Bakri.

 Sikap represif aparat yang disertai perlawananrakyat tidak terelakkan. Tak terhitung korban harta benda, bahkan nyawa. Rakyatyang hanya bermodalkan semangat harus berhadapan dengan aparat denganpersenjataan lengkap.

Donggo saatitu ibarat daerah perang.  Aparatkeamanan berhasil menguasai tanah Donggo. Suasana begitu mencekam. Sebagianrakyat harus melarikan diri ke hutan-hutan. Bermodal baju di badan, melawandingin menusuk tulang. Tidak peduli lagi harta benda yang ditinggalkan.Benda-benda pusaka peninggalan leluhur sudah tinggal kenangan. Donggo sungguhmencekam, layaknya kampung mati. Bermingu-minggu. Penderitaan bertubi-tubi.Apalagi bagi keluarga yang dianggap sebagai “tokoh penggerak”. Tidak tergambarsuasananya. Setidaknya itulah penggalan kisah yang pernah dituturkan oleh salahsatu pelaku  sejarah H.M. Ali Taamin. Danpada puncaknya kelima tokoh yang dianggap penggerak di tangkap dan angkutmenuju penjara di Bali!

Catatan: Peristiwa Donggosesungguhnya gerakan rakyat secara kolektif. Begitu banyak tokoh yang ikutberperan.  Namun konsekwensi terberatharus diterima oleh ke lima tokoh tersebut di atas, yang di dasarkan faktahukum!

Analisis situasi

Apakeistimewaan peristiwa ini hingga layak diperbincangkan pada konteks kekinian?Apa sebenarnya pesan dibalik peristiwa Donggo dan relevansinya dengan nilai-nilaidemokrasi hari ini? Sebuah pertanyaan mendasar tentunya. Pertanyaan selanjutnya,bukankah peristiwa tersebut hanya berskala lokal?  Apakah ada dampak kehidupan bernegara hariini?

Sebagaimanarumusan pertanyaan tersebut, maka Berdasarkan berbagai literature yang juga diperkuatoleh penuturan pelaku sejarah, maka kita akan menelisik pada beberapa aspek: 1);Iklimsosiopolitik. Bahwa kita sebagai bangsa pernah mengalami masa suram berdemokrasi.Dimana otoritarianisme orde baru telah mengekang segala bentuk kontrol rakyat padapenguasa. Lebih dari itu, sikap kritis dianggap duri dalam daging. Perbedaanpendapat jadi hal tabu. Jika gerakan perlawanan dianggap massif dan merongrongwibawa pemerintah, maka rakyat harus siap berhadapan dengan negara. Pengadilanpunsudah siap mengahantam dengan pasal “makar”. Pintu penjarapun sudah menganga.Bahkan Nyawa tak lagi bernilai.

Namundemikian, justru rakyat Donggo dengan gagah berani menentang tirani itumeskipun ancaman ada di depan matanya. Tak peduli lagi apa yang harusdikorbankan. Harta, bahkan nyawa. Mereka hanya tahu menuntut keadilan dankesetaraan. Anti diksrimnasi. Mereka menuntut pemimpin yang amanah. Yang tidaktulus memimpin layak mundur.

Bisadibayangkan betapa efek gerakan begitu luas. Tidak heran media masa turutmeramaikan berita peristiwa ini. Dalam Buku Peristiwa Donggo 1972 (hal. 65), H.Mustahid mencatat lebih dari sepuluh media cetak dan elektronik nasional maupuninternasional ikut merilis berita peristiwa tersebut termasuk di dalamnya BBCLondon dan VOA Amerika.

Bagipemerintah saat itu gerakan peristiwa Donggo membawa dampak yang cukup luas,baik dari sisi politik maupun keamanan. Maka sesegera mungkin harus diatasi.Karena begitu besar gaung dari peristiwa ini Panglima Kodam Udayana waktu itulangsung menyambut kedatangan pimpinan demonstran di Bandara Ngurah Rai Bali.

2);Iklim Sosioekonomi. Bisa dibayangkan, pada tahun1970an, Donggo masih jauh dari kata maju. sarana jalan hanya dari warisanjepang. Itupun sudah dipersempit oleh rimbunan semak belukar yang akhirnyatersisa menjadi jalan setapak. Sarana perkantoran pemerintah belum ada. Kehidupanmasyarakatnya masih tampak alami bahkan primitive. Kehidupan ekonomi hanyabergantung pada bidang pertanian. Aktivitas jual beli mayoritas masihmenggunakan sistem barter (tukar barang/jasa).

 Namun di balik semuanya, terselippikiran-pikiran cerdas, yang jauh melampaui masanya. Mereka sadar dengan kemajuanzaman yang kelak dijalani. Sebagian kecil generasi mudanya sudah ada yangmerantau ke daerah maju (terutama di Jakarta dan sekitarnya) untuk menimba ilmudan mencari penghidupan yang lebih layak. Sebagian lagi generasi mudanya sudahaktif di organisas-organisasi keagamaan, sosial bahkan politik.

Akhirnya,di tengah kondisi yang serba terbatas bahkan tertinggal, justru menjadi energytersendiri dalam memupuk semangat perubahan. Di sisi lain, sinergi yang baikmasyarakat terpelajar dengan yang awam akhirnya menjadi Trigger lahirnya jiwa cerdas dan kritis, sehingga wajar kemudianberhasil merumuskan sebuah gerakan demokratis, yang akhirnya menjadi atensikhusus pemerintah saat itu. Catatan: Belum ada catatan daerah(apalagi daerah tingkat kecamatan) pernah melakukan hal tersebut pada masa-masaawal orde baru.

3); Iklim Sosiokultural. Sebagai sebuah daerah yangdigadang-gadang sebagai “suku Asli Bima” maka secara kultural Donggo begitukuat dalam memegang prinsip-prinsip tradisionalitanya. Meskipun hal ini menjadiciri umum dari sebuah entitas budaya. Namun ada beberapa hal yang memang masihmelekat pada masyarakat Donggo. Salah satunya adalah kebersamaan dan sifatgotong royong. Pada masa itu ikatan emosional dan primordialisme warga Donggobegitu kuat. Kedekatan kekeluargaan menjadi kekuatan tersendiri dalam menghadapimasalah. Soliditas dan solidaritas seolah menjadi senjata yang bisa melawanapapun. Tingkat penghargaan dan penghormatan pada tokoh-tokoh begitu kuat.Norma adat-istiadat serta agama masih dipegang teguh. Sehingga apapun masalahyang terjadi dapat diserahkan pada orang yang dianggap mampu mengatasi melaluimusyawarah adat.

Maka dalam konteks ini, sikapkekeluargaan dan kebersamaan itulah yang kemudian menjadi spirit dalam melawansegala bentuk intimidasi dan sikap represif negara saat itu. Bahkan menjadirujukan generasi muda Donggo hingga kini.

Meskipun aroma Pemilu 1971 masihterasa, namun perbedaan pilihan saat Pemilu tidak membuat perbedaan sikap padasaat peristiwa Donggo berlangsung. Mereka bersama untuk isu yang sama. Merekasadar tidak ada kepentingan pilitik apapun yang mampu menggugah keyakinanrakyat Donggo saat itu selain berbicara tentang kesejahteraan, keadilan, danmenentang tirani. Tidak saja tentang Donggo, tapi Kabupaten Bima umumnya.

Esensi Nilai-Nilai

Ada banyak esensi nilai yang dapatkita petik dari Peristiwa Donggo 1972:

1). Rakyat sadar Konstitusi. Hakikatnya mayarakat Donggo saatitu, meyakini bahwa gerakan yang mereka lakoni adalah hak yang dijaminundang-undang sebagaimana tertera pada pasal 28 UUD 1945.

2). Kebersamaan dan gotong royong. Bahwa apa yang ditujnjukkan olehperistiwa tersebut adalah bagaimana masyarakat mengesempingkan urusan merekapribadi demi kepentingan yang lebih besar. Maka sebagai bangsa yang masihmembangun, sikap-sikap Altruistik seperti itu merupakan cara ampuh mempercepat tercapainya tujuan.

3). Keberanian menyatakan kebenaranmeskipun pahit. Peristiwatersebut menggambarkan pula bagaimana sikap taat dan hormat, harus “berbalik arah”menjadi berontak jika ada keganjilan terjadi. Sikap objektif harus dikedepankan ketimbang harus berlindung dibalik kekuasaan yang sifatnyasementara. Karena di situlah tampak kemurnian perjuangan.

4). Tanggung Jawab dan relaberkorban.Sebuah perjuangan tentu ada konsekwensinya, terlebih jika harus melawan kekuasaan.Tokoh yang di cap sebagai penggerak berani bertanggung jawab. 7 pintu penjara bagimereka seolah pintu istana. Tak tehitung berapa kali popor senapan menghantamtubuh mereka. Berapa tulang yang patah karena dibanting, kuku dicabut, darahbercucuran bahkan nyawa hampir melayang. Tapi tak ada keluh apalagi sesal.Bahkan mereka bangga dengan apa yang rasakan.

Tidak banyak orang mampu seperti itu.Namun selayaknya kita teladani. Karena generasi kita terlalu banyak tantangan

5); Simbolik berbasis kearifan lokal. Bahwa Peristiwa Donggo 1972 juga saratdengan nilai-nilai simbol. Harapan untuk diangkatnya Abdul Kahir Salahuddin/PuteraKahir (putra Sultan Bima terakhir Sultan Salahuddin) sebagai Bupati Bima, adalahbagian dari gerakan politik simbol dan primordial. Dalam konteks ini, bukanpada upaya pelanggengan sikap feodalistik pada keturunan raja, namun lebih padarepresentasi identitas kebudayaan “Mbojo”yang terkesan mulai terkikis. Dengan itu, diharapkan mampu menetralisirberbagai kepentingan politik saat itu yang sangat “Militeristik”. Tuntutan mengangkat Putera Kahir sebagai Bupati Bimajuga sebagai antithesis dari kesewenangan pemerintah Pusat atas berkuasanya“orang luar” yang tidak teruji integritasnya, yang berpotensi membawa kaburkekayaan daerah.

pada level yang lebih kecil, Aksisimbolik juga ditunjukkan dengan pemakaian atribut tradisional seperti “Sambolo”yakni topi khas Dou Donggo pada saat demonstrasi berlangsung. Selain itusenjata-senjata tradisional diikut sertakan sebagai identitas budaya yang turutmempengaruhi spirit dan membangkitkan gelora perjuangan kala itu.

Dalam konteks keindonesiaan hari ini,gerakan ini sebagai bagian dari upaya pelestarian kearifan lokal budaya, sebagaibagian pertahanan budaya. Sisi lain juga sebagai representasi dari kebhinekaanyang selama ini kita junjung.

6); Etis Dan Religius. Pada sisi nilai-nilai etik, gerakanperistiwa Donggo 1972 tidak melupakan sisi-sisi manusia sebagai “homoreligius”.Dimana gerakan harus dilandasi oleh sikap spiritual dan nilai-nilai keTuhanan,sebagai implemetasi Habluminallah.

Sebagai gambaran, Pada saat peristiwaberlangsung, pekikan Takbir selalu menggema. Begitupun ketika masuk waktusholat wajib, semua demonstran melakukan shalat berjamaah. Hal ini menandakanbahwa, gerakan itu semata-mata mengharapkan perlindungan hanya dari Sang MahaKuasa, Allah SWT.

Sikap santun dan sopan yangditunjukkan para demonstran juga membuat simpatik warga Kecamatan Bolo yangjuga ikut memberikan dukungan moril maupun materil pada saat itu. Bantuan logistikdiberikan warga di sepanjang perjalanan memberikan gambaran betapa besardukungan warga kecamatan lain dalam gerakan tersebut.

Hakikatnya sebuah gerakan yangdilakukan secara etik yang landasi sikap religious niscaya akan berbuahsimpatik. Karena sesungguhnya, ada sebuah misi besar yang ingin kita capai,ketimbang sekadar mencari sensasi dengan hal-hal yang mencederai hakikatperjuangan.

Kesimpulan

Peristiwa Donggo 1972 tentu jadiinspirasi dalam kehidupan berdemokrasi kita hari ini. Baik kita sebagai rakyatmaupun bagi mereka yang berkuasa. Bagi rakyat (siapapun) niscaya memahamiesensi dari sebuah gerakan. Bahwa halangan, keterbatasan, kekurangan janganmenjadi penghalang misi perjuangan. Perjuangan yang didasari dengan iman danniat tulus pasti akan tercapai. Pola yang dilakukanpun tidak mesti harusmengadopsi budaya orang (Barat), karena kita tidak mungkin jadi seperti mereka.Kita punya kearifan norma, adat dan tradisi. Ambil saja ilmunya, terapkanmenurut cara kita.

Bagi para pemimpin, harus sadar,bahwa apa yang menjadi kebijakan selalu terpantau oleh rakyatnya. Rakyatsekarang sudah cerdas. Kebebasan terlampau liar. Teknologi Informasi terlanjurmembanjir. Bahwa rakyat selalu punya cara untuk berkata dan bertindak.

Membangun bangsa adalah hasilsinergi. Dan butuh energy. Rakyat dan pemimpin niscaya berbagia peran. Tidakada yang saling menindih dan menindas. Tidak apa ada air mata, yang pentinguntuk mecari mata air. Semoga Indonesia makin sejahtera. (*)

Mengenang Peristiwa Donggo Tahun 1972


‘’Upaya Menyerap Nilai-nilai  Demokrasi’’









Oleh: Maulana Ikbal, Guru SMAN 4 Kota Bima





Jika bangsa Indonesia
selalu mengenang gerakan Reformasi 1998, sebagai jejak penting perjalanan
bangsa. Gerakan tersebut berhasil menghentikan kekuasaan orde baru yang telah
berkuasa selama 32 tahun. Maka “Dou Mbojo” (orang Bima, NTB) sepatutnya
berbangga, bahwa gerbang pertama, pelopor gerakan reformasi era orde baru
adalah gerakan demonstrasi yang dilakukan subetnik Donggo (Dou Donggo). Peristiwa
tersebut kemudian dikenal “Peristiwa
Donggo 1972”.





Dou Donggo sendiri merupakan
seubetnik dari etnik Mbojo, yang mendiamidaerah pegunungan, dan pesisir sepanjang sisi bagian barat Teluk Bima, Kabupaten
Bima, NTB. Sub etnis Donggo. Kini “Dou Donggo” menyebar di dua wilayah
kecamatan yaitu Donggo dan Soromandi. Selebihnya mendiami beberapa kecamatan di
Kabupaten Dompu, yaitu, Dompu, Manggelewa, dan Juga Kilo.





Namun tulisan ini tidak untuk
mengulas sejarah secara detail. Sudah banyak yang mengulas melalui buku di
antaranya tulisan Drs. H.Mustahid H. Kako, juga H. Gazali Amalanora. Begitupun
puluhan artikel dan jurnal-jurnal penelitian juga turut mengulasnya. Maka dalam
rangka mengenang kembali momen tersebut,  tulisan lebih pada penggalian nilai yang kemudian
dikontekstualisasikan pada nilai-nilai demokrasi masa kini.





Sekilas tentang Peristiwa Donggo 1972





Tanggal 22
juni 1972, tepatnya  48 tahun yang lalu. Di
sebuah daerah pegunungan juga pesisir sebelah barat Teluk Bima, di Kabupaten
Bima NTB, tampak terbelah oleh jejeran ribuan massa berkonvoi. Teriakan komando
dari massa aksi yang berisi slogan-slogan perlawanan menggema. Spanduk-spanduk
membentang berisi berbagai tuntutan ikut memberi warna. Isu yang diangkat tidak
saja terkait dengan kecamatan masyarakat Donggo, namun melingkupi seluruh
Kabupaten Bima. Tuntutan antara lain “turunkan Suharmaji (Bupati)” dan “angkat Putera
Kahir sebagai Bupati Bima”, “selamatkan hutan Jati di Tololai” dan sebagaianya.
Yang membuat gerakan tersebut tampak menegangkan, adalah massa aksi turut
membawa Senjata tradisional sebagai perlengkapan aksi.





Barisan Long
march sepanjang lebih dari 3 kilometer itu seolah membelah daratan pegunungan
Donggo yang menghijau. massa hendak menempuh perjalanan sepanjang hampir 40
kilometer. Kemana Tujuannya? : Pandopo Bupati Bima!. Tempat tersebut yang
berlokasi di  ibukota Kabupaten Bima,
yaitu di Raba (sekarang menjadi Kota BIma).





Massa Aksi dipimpin
oleh 5 tokoh berpengaruh, yakni  Abbas
Oya, BA (Tokoh Intelektual), H.M.Ali 
alias Haji Kako (Tokoh spritual/Kebathinan), M. Ali Taamin (Ale) dan Jamaluddin
H. Yassin, (Tokoh Politik) dan H.A. Madjid Bakri (Tokoh Agama). Massa akhirnya
dihadang di pertengahan perjalanan oleh beberapa perwakilan pemerintah dan DPR
yang dikawal ketat aparat keamanan. Setelah melalui perundingan akhirnya
sepakat massa kembali ke kampung.





Pemerintah  di bawah pimpinan Bupati Bima Letkol.
Soeharmadji  dan DPR siap memenuhi
tuntutan demonstran, asalkan demonstran mau kembali ke tempat asal. Sekembalinya
massa di kampung, situasi sempat stabil, karena masyarakat merasa tuntuan telah
direspon. Namun beberapa hari kemudian, situasi berbalik. Melalui suratnya,
dengan Pongahnya, Bupati Bima menolak melaksanakan semua apa apa yang telah
disepakati dengan demonstran. Akhirnya chaos
pun terjadi. Dimulai dari penangkapan Abbas Oya dkemudian disusul oleh M.Ali
Taamin juga Jamaludiin H. Yasin.  Satu
persatu pimpinan demonstran ditangkap dan di sikisa. Menyusul kemudian H.M.Ali
(H. Kako) dan H. Madjid Bakri.





 Sikap represif aparat yang disertai perlawanan
rakyat tidak terelakkan. Tak terhitung korban harta benda, bahkan nyawa. Rakyat
yang hanya bermodalkan semangat harus berhadapan dengan aparat dengan
persenjataan lengkap.





Donggo saat
itu ibarat daerah perang.  Aparat
keamanan berhasil menguasai tanah Donggo. Suasana begitu mencekam. Sebagian
rakyat harus melarikan diri ke hutan-hutan. Bermodal baju di badan, melawan
dingin menusuk tulang. Tidak peduli lagi harta benda yang ditinggalkan.
Benda-benda pusaka peninggalan leluhur sudah tinggal kenangan. Donggo sungguh
mencekam, layaknya kampung mati. Bermingu-minggu. Penderitaan bertubi-tubi.
Apalagi bagi keluarga yang dianggap sebagai “tokoh penggerak”. Tidak tergambar
suasananya. Setidaknya itulah penggalan kisah yang pernah dituturkan oleh salah
satu pelaku  sejarah H.M. Ali Taamin. Dan
pada puncaknya kelima tokoh yang dianggap penggerak di tangkap dan angkut
menuju penjara di Bali!





Catatan: Peristiwa Donggo
sesungguhnya gerakan rakyat secara kolektif. Begitu banyak tokoh yang ikut
berperan.  Namun konsekwensi terberat
harus diterima oleh ke lima tokoh tersebut di atas, yang di dasarkan fakta
hukum!





Analisis situasi





Apa
keistimewaan peristiwa ini hingga layak diperbincangkan pada konteks kekinian?
Apa sebenarnya pesan dibalik peristiwa Donggo dan relevansinya dengan nilai-nilai
demokrasi hari ini? Sebuah pertanyaan mendasar tentunya. Pertanyaan selanjutnya,
bukankah peristiwa tersebut hanya berskala lokal?  Apakah ada dampak kehidupan bernegara hari
ini?





Sebagaimana
rumusan pertanyaan tersebut, maka Berdasarkan berbagai literature yang juga diperkuat
oleh penuturan pelaku sejarah, maka kita akan menelisik pada beberapa aspek: 1);
Iklim
sosiopolitik
. Bahwa kita sebagai bangsa pernah mengalami masa suram berdemokrasi.
Dimana otoritarianisme orde baru telah mengekang segala bentuk kontrol rakyat pada
penguasa. Lebih dari itu, sikap kritis dianggap duri dalam daging. Perbedaan
pendapat jadi hal tabu. Jika gerakan perlawanan dianggap massif dan merongrong
wibawa pemerintah, maka rakyat harus siap berhadapan dengan negara. Pengadilanpun
sudah siap mengahantam dengan pasal “makar”. Pintu penjarapun sudah menganga.
Bahkan Nyawa tak lagi bernilai.





Namun
demikian, justru rakyat Donggo dengan gagah berani menentang tirani itu
meskipun ancaman ada di depan matanya. Tak peduli lagi apa yang harus
dikorbankan. Harta, bahkan nyawa. Mereka hanya tahu menuntut keadilan dan
kesetaraan. Anti diksrimnasi. Mereka menuntut pemimpin yang amanah. Yang tidak
tulus memimpin layak mundur.





Bisa
dibayangkan betapa efek gerakan begitu luas. Tidak heran media masa turut
meramaikan berita peristiwa ini. Dalam Buku Peristiwa Donggo 1972 (hal. 65), H.
Mustahid mencatat lebih dari sepuluh media cetak dan elektronik nasional maupun
internasional ikut merilis berita peristiwa tersebut termasuk di dalamnya BBC
London dan VOA Amerika.





Bagi
pemerintah saat itu gerakan peristiwa Donggo membawa dampak yang cukup luas,
baik dari sisi politik maupun keamanan. Maka sesegera mungkin harus diatasi.
Karena begitu besar gaung dari peristiwa ini Panglima Kodam Udayana waktu itu
langsung menyambut kedatangan pimpinan demonstran di Bandara Ngurah Rai Bali.





2);Iklim Sosioekonomi. Bisa dibayangkan, pada tahun
1970an, Donggo masih jauh dari kata maju. sarana jalan hanya dari warisan
jepang. Itupun sudah dipersempit oleh rimbunan semak belukar yang akhirnya
tersisa menjadi jalan setapak. Sarana perkantoran pemerintah belum ada. Kehidupan
masyarakatnya masih tampak alami bahkan primitive. Kehidupan ekonomi hanya
bergantung pada bidang pertanian. Aktivitas jual beli mayoritas masih
menggunakan sistem barter (tukar barang/jasa).





 Namun di balik semuanya, terselip
pikiran-pikiran cerdas, yang jauh melampaui masanya. Mereka sadar dengan kemajuan
zaman yang kelak dijalani. Sebagian kecil generasi mudanya sudah ada yang
merantau ke daerah maju (terutama di Jakarta dan sekitarnya) untuk menimba ilmu
dan mencari penghidupan yang lebih layak. Sebagian lagi generasi mudanya sudah
aktif di organisas-organisasi keagamaan, sosial bahkan politik.





Akhirnya,
di tengah kondisi yang serba terbatas bahkan tertinggal, justru menjadi energy
tersendiri dalam memupuk semangat perubahan. Di sisi lain, sinergi yang baik
masyarakat terpelajar dengan yang awam akhirnya menjadi Trigger lahirnya jiwa cerdas dan kritis, sehingga wajar kemudian
berhasil merumuskan sebuah gerakan demokratis, yang akhirnya menjadi atensi
khusus pemerintah saat itu. Catatan: Belum ada catatan daerah
(apalagi daerah tingkat kecamatan) pernah melakukan hal tersebut pada masa-masa
awal orde baru.





3); Iklim Sosiokultural. Sebagai sebuah daerah yang
digadang-gadang sebagai “suku Asli Bima” maka secara kultural Donggo begitu
kuat dalam memegang prinsip-prinsip tradisionalitanya. Meskipun hal ini menjadi
ciri umum dari sebuah entitas budaya. Namun ada beberapa hal yang memang masih
melekat pada masyarakat Donggo. Salah satunya adalah kebersamaan dan sifat
gotong royong. Pada masa itu ikatan emosional dan primordialisme warga Donggo
begitu kuat. Kedekatan kekeluargaan menjadi kekuatan tersendiri dalam menghadapi
masalah. Soliditas dan solidaritas seolah menjadi senjata yang bisa melawan
apapun. Tingkat penghargaan dan penghormatan pada tokoh-tokoh begitu kuat.
Norma adat-istiadat serta agama masih dipegang teguh. Sehingga apapun masalah
yang terjadi dapat diserahkan pada orang yang dianggap mampu mengatasi melalui
musyawarah adat.





Maka dalam konteks ini, sikap
kekeluargaan dan kebersamaan itulah yang kemudian menjadi spirit dalam melawan
segala bentuk intimidasi dan sikap represif negara saat itu. Bahkan menjadi
rujukan generasi muda Donggo hingga kini.





Meskipun aroma Pemilu 1971 masih
terasa, namun perbedaan pilihan saat Pemilu tidak membuat perbedaan sikap pada
saat peristiwa Donggo berlangsung. Mereka bersama untuk isu yang sama. Mereka
sadar tidak ada kepentingan pilitik apapun yang mampu menggugah keyakinan
rakyat Donggo saat itu selain berbicara tentang kesejahteraan, keadilan, dan
menentang tirani. Tidak saja tentang Donggo, tapi Kabupaten Bima umumnya.





Esensi Nilai-Nilai





Ada banyak esensi nilai yang dapat
kita petik dari Peristiwa Donggo 1972:





1). Rakyat sadar Konstitusi. Hakikatnya mayarakat Donggo saat
itu, meyakini bahwa gerakan yang mereka lakoni adalah hak yang dijamin
undang-undang sebagaimana tertera pada pasal 28 UUD 1945.





2). Kebersamaan dan gotong royong. Bahwa apa yang ditujnjukkan oleh
peristiwa tersebut adalah bagaimana masyarakat mengesempingkan urusan mereka
pribadi demi kepentingan yang lebih besar. Maka sebagai bangsa yang masih
membangun, sikap-sikap Altruistik seperti 
itu merupakan cara ampuh mempercepat tercapainya tujuan.





3). Keberanian menyatakan kebenaran
meskipun pahit.
Peristiwa
tersebut menggambarkan pula bagaimana sikap taat dan hormat, harus “berbalik arah”
menjadi berontak jika ada keganjilan terjadi. Sikap objektif harus di
kedepankan ketimbang harus berlindung dibalik kekuasaan yang sifatnya
sementara. Karena di situlah tampak kemurnian perjuangan.





4). Tanggung Jawab dan rela
berkorban.

Sebuah perjuangan tentu ada konsekwensinya, terlebih jika harus melawan kekuasaan.
Tokoh yang di cap sebagai penggerak berani bertanggung jawab. 7 pintu penjara bagi
mereka seolah pintu istana. Tak tehitung berapa kali popor senapan menghantam
tubuh mereka. Berapa tulang yang patah karena dibanting, kuku dicabut, darah
bercucuran bahkan nyawa hampir melayang. Tapi tak ada keluh apalagi sesal.
Bahkan mereka bangga dengan apa yang rasakan.





Tidak banyak orang mampu seperti itu.
Namun selayaknya kita teladani. Karena generasi kita terlalu banyak tantangan





5); Simbolik berbasis kearifan lokal. Bahwa Peristiwa Donggo 1972 juga sarat
dengan nilai-nilai simbol. Harapan untuk diangkatnya Abdul Kahir Salahuddin/Putera
Kahir (putra Sultan Bima terakhir Sultan Salahuddin) sebagai Bupati Bima, adalah
bagian dari gerakan politik simbol dan primordial. Dalam konteks ini, bukan
pada upaya pelanggengan sikap feodalistik pada keturunan raja, namun lebih pada
representasi identitas kebudayaan “Mbojo
yang terkesan mulai terkikis. Dengan itu, diharapkan mampu menetralisir
berbagai kepentingan politik saat itu yang sangat “Militeristik”. Tuntutan mengangkat Putera Kahir sebagai Bupati Bima
juga sebagai antithesis dari kesewenangan pemerintah Pusat atas berkuasanya
“orang luar” yang tidak teruji integritasnya, yang berpotensi membawa kabur
kekayaan daerah.





pada level yang lebih kecil, Aksi
simbolik juga ditunjukkan dengan pemakaian atribut tradisional seperti “Sambolo”
yakni topi khas Dou Donggo pada saat demonstrasi berlangsung. Selain itu
senjata-senjata tradisional diikut sertakan sebagai identitas budaya yang turut
mempengaruhi spirit dan membangkitkan gelora perjuangan kala itu.





Dalam konteks keindonesiaan hari ini,
gerakan ini sebagai bagian dari upaya pelestarian kearifan lokal budaya, sebagai
bagian pertahanan budaya. Sisi lain juga sebagai representasi dari kebhinekaan
yang selama ini kita junjung.





6); Etis Dan Religius. Pada sisi nilai-nilai etik, gerakan
peristiwa Donggo 1972 tidak melupakan sisi-sisi manusia sebagai “homoreligius”.
Dimana gerakan harus dilandasi oleh sikap spiritual dan nilai-nilai keTuhanan,
sebagai implemetasi Habluminallah.





Sebagai gambaran, Pada saat peristiwa
berlangsung, pekikan Takbir selalu menggema. Begitupun ketika masuk waktu
sholat wajib, semua demonstran melakukan shalat berjamaah. Hal ini menandakan
bahwa, gerakan itu semata-mata mengharapkan perlindungan hanya dari Sang Maha
Kuasa, Allah SWT.





Sikap santun dan sopan yang
ditunjukkan para demonstran juga membuat simpatik warga Kecamatan Bolo yang
juga ikut memberikan dukungan moril maupun materil pada saat itu. Bantuan logistik
diberikan warga di sepanjang perjalanan memberikan gambaran betapa besar
dukungan warga kecamatan lain dalam gerakan tersebut.





Hakikatnya sebuah gerakan yang
dilakukan secara etik yang landasi sikap religious niscaya akan berbuah
simpatik. Karena sesungguhnya, ada sebuah misi besar yang ingin kita capai,
ketimbang sekadar mencari sensasi dengan hal-hal yang mencederai hakikat
perjuangan.





Kesimpulan





Peristiwa Donggo 1972 tentu jadi
inspirasi dalam kehidupan berdemokrasi kita hari ini. Baik kita sebagai rakyat
maupun bagi mereka yang berkuasa. Bagi rakyat (siapapun) niscaya memahami
esensi dari sebuah gerakan. Bahwa halangan, keterbatasan, kekurangan jangan
menjadi penghalang misi perjuangan. Perjuangan yang didasari dengan iman dan
niat tulus pasti akan tercapai. Pola yang dilakukanpun tidak mesti harus
mengadopsi budaya orang (Barat), karena kita tidak mungkin jadi seperti mereka.
Kita punya kearifan norma, adat dan tradisi. Ambil saja ilmunya, terapkan
menurut cara kita.





Bagi para pemimpin, harus sadar,
bahwa apa yang menjadi kebijakan selalu terpantau oleh rakyatnya. Rakyat
sekarang sudah cerdas. Kebebasan terlampau liar. Teknologi Informasi terlanjur
membanjir. Bahwa rakyat selalu punya cara untuk berkata dan bertindak.





Membangun bangsa adalah hasil
sinergi. Dan butuh energy. Rakyat dan pemimpin niscaya berbagia peran. Tidak
ada yang saling menindih dan menindas. Tidak apa ada air mata, yang penting
untuk mecari mata air. Semoga Indonesia makin sejahtera. (*)


Minggu, 23 Februari 2020

Media Massa dan Peran Pendidikan Pemilih di Bima

Oleh : Ady Supriadin

Peningkatankualitas pemilih dalam perhelatan pemilu maupun pemilihan menjadi harapan kitabersama. Harapan itu bukan hal yang mustahil untuk dapat dicapai ketikaterbangun kesadaran kolektif memperbaiki hal yang kurang, sembarimempertahankan hal yang baik dari praktik demokrasi kita.

Keterlibatanperan berbagai komponen masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas pemilihmelalui pendidikan pemilih (voter education) menjadi sangat penting.Mengingat peran ini tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh penyelenggara pemiluyakni KPU maupun Bawaslu. Satu diantara komponen penting yang dapat berperanmembantu tugas itu yaknimedia massa.

Keberadaanmedia massa baik cetak, elektronik dan online di Bima menduduki posisi yangsangat strategisterutama dalam memberikan akses bagi masyarakat yangmembutuhkaninformasi. Sesuai sifat kodrati manusia, yakni rasa ingin tahuterhadap segalasesuatu, kehadiran media massa dianggap dapat membantu manusiadalammemberikan akses bagi orang-orang untuk memperoleh informasi yangmereka butuhkan.

Seiringdengan perkembangan, kebutuhan manusia yangsemakin kompleks, peran media punsemakin berkembang. Media tidakhanya berperan memberikan akses informasisemata, namun secara tidak sadar media dapat mempengaruhi opini publik danmenggiring persepsimasyarakat sesuai tujuannya.

Begitu puladalam pelaksanaan pemilu maupun pilkada, peranan media sangat penting sekali.Antara lain,melaporkan fakta, memberikan informasi, mendidik publik,memberikomentar, serta menyampaikan dan membentuk opini publik. Karena itulah,peran media apabila diarahkan untuk pendidikan pemilih sangat tepat sehinggaharapan peningkatan kualitas demokrasi di Kabupaten Bima dapat tercapai.

Semangat iniselaras dengan amanat UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 3 Ayat 1 yang menyebutkan,“Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburandan kontrol sosial”. Begitu pula di Pasal 6 huruf adisebutkan bahwaPers nasional melaksanakan peranan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,tentu dalam hal ini terkait dengan kebutuhan informasi.

Selain itu,dalam ketentuan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sosialisasi,Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur danWakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil WalikotaPasal 29 Ayat 2 disebutkan bahwa semua pihak termasuk media massa dapatberperan dalam tugas sosialisasi dan pendidikan pemilih.

“Setiapwarga negara, kelompok, organisasikemasyarakatan, organisasi keagamaan,kelompok adat,badan hukum, lembaga pendidikan, dan media massacetak atauelektronik dapat melaksanakan PendidikanPemilih”.

Apa sajabentuk sosialisasi dan pendidikan pemilih yang bisa dilakukan media massa?Tentu saja keterlibatan media dan partisipasi masyarakat dalam Pemilihan inidapat dilakukan dalam banyak bentuk. Sepertiketerlibatan dalampenyelenggaraanPemilihan, pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, SosialisasiPemilihan dan Pendidikan Pemilih melalui layanan iklan dan pemberitaan,Pemantauan Pemilihan dan Survei atau Jajak Pendapat tentang PemilihandanPenghitungan Cepat Hasil Pemilihan yang bertujuan membangun pengetahuanpolitik, menumbuhkan kesadaran politik danmeningkatkan partisipasi politik.

Melihatbesarnya peranan media massa, memberikan gambaran bahwa kesuksesan agenda demokrasidi Bima tidak bisa kita lepaskan dari peranan media dalammemberitakannya. PadapenyelenggaraanPemilu 2019yang baru saja berlalu misalnya, peran media sangatbesar di Kabupaten Bima karena turut menggoalkan angka capaian partisipasimasyarakat sebesar 79 persen dari target nasional 77,5 persen.

Tanpamengesampingkan peran elemen masyarakat lainnya, melalui mediamassa masyarakat lebih mengenal dan mengetahui suatu partai politik, figuryang akan dipilih, proses danmekanisme pemilu, informasi tahapan, tata carapemungutan suara dan waktu pelaksanaan pemilu. Media juga sebagaisarana yangdapat membentuk dan mempengaruhi opini publik,termasuk hubungan yang terjalinantara media dengan para pelaku elitpolitik, seperti politisi, partai politik,masyarakat umum hinggga penyelenggara pemilu.

Kita berharap pada hajatan demokrasi penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bima Tahun 2020 yang sudah mulai berjalan saat ini, media massa juga turut andil dalam mengawal dan menyukseskannya hingga pelaksanaan pemilihan pada Hari Rabu 23 September 2020 mendatang.(*)

Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Bima (Divisi SDM, Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Parmas

Media Massa dan Peran Pendidikan Pemilih di Bima






Oleh : Ady Supriadin









Peningkatan
kualitas pemilih dalam perhelatan pemilu maupun pemilihan menjadi harapan kita
bersama. Harapan itu bukan hal yang mustahil untuk dapat dicapai ketika
terbangun kesadaran kolektif memperbaiki hal yang kurang, sembari
mempertahankan hal yang baik dari praktik demokrasi kita.





Keterlibatan
peran berbagai komponen masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas pemilih
melalui pendidikan pemilih (voter education) menjadi sangat penting.
Mengingat peran ini tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh penyelenggara pemilu
yakni KPU maupun Bawaslu. Satu diantara komponen penting yang dapat berperan
membantu tugas itu yakni
media massa.





Keberadaan
media massa baik cetak, elektronik dan online di Bima menduduki posisi yang
sangat strategisterutama dalam memberikan akses bagi masyarakat yang
membutuhkaninformasi. Sesuai sifat kodrati manusia, yakni rasa ingin tahu
terhadap segalasesuatu, kehadiran media massa dianggap dapat membantu manusia
dalammemberikan akses bagi orang-orang untuk memperoleh informasi yangmereka butuhkan.





Seiring
dengan perkembangan, kebutuhan manusia yangsemakin kompleks, peran media pun
semakin berkembang. Media tidakhanya berperan memberikan akses informasi
semata, namun secara tidak sadar media dapat mempengaruhi opini publik dan
menggiring persepsimasyarakat sesuai tujuannya.





Begitu pula
dalam pelaksanaan pemilu maupun pilkada, peranan media sangat penting sekali.
Antara lain,melaporkan fakta, memberikan informasi, mendidik publik,
memberikomentar, serta menyampaikan dan membentuk opini publik. Karena itulah,
peran media apabila diarahkan untuk pendidikan pemilih sangat tepat sehingga
harapan peningkatan kualitas demokrasi di Kabupaten Bima dapat tercapai.





Semangat ini
selaras dengan amanat UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 3 Ayat 1 yang menyebutkan,
Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan
dan kontrol sosial”. 
Begitu pula di Pasal 6 huruf adisebutkan bahwa
Pers nasional melaksanakan peranan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,
tentu dalam hal ini terkait dengan kebutuhan informasi.





Selain itu,
dalam ketentuan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sosialisasi,
Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota
Pasal 29 Ayat 2 disebutkan bahwa semua pihak termasuk media massa dapat
berperan dalam tugas sosialisasi dan pendidikan pemilih.





“Setiap
warga negara, kelompok, organisasikemasyarakatan, organisasi keagamaan,
kelompok adat,badan hukum, lembaga pendidikan, dan media massacetak atau
elektronik dapat melaksanakan PendidikanPemilih”.





Apa saja
bentuk sosialisasi dan pendidikan pemilih yang bisa dilakukan media massa?
Tentu saja keterlibatan media dan partisipasi masyarakat dalam Pemilihan ini
dapat dilakukan dalam banyak bentuk. Sepertiketerlibatan dalam
penyelenggaraanPemilihan, pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, Sosialisasi
Pemilihan dan Pendidikan Pemilih melalui layanan iklan dan pemberitaan,
Pemantauan Pemilihan dan Survei atau Jajak Pendapat tentang Pemilihan
danPenghitungan Cepat Hasil Pemilihan yang bertujuan membangun pengetahuan
politik, menumbuhkan kesadaran politik danmeningkatkan partisipasi politik.





Melihat
besarnya peranan media massa, memberikan gambaran bahwa kesuksesan agenda demokrasi
di Bima tidak bisa kita lepaskan dari peranan media dalammemberitakannya. Pada
penyelenggaraanPemilu 2019yang baru saja berlalu misalnya, peran media sangat
besar di Kabupaten Bima karena turut menggoalkan angka capaian partisipasi
masyarakat sebesar 79 persen dari target nasional 77,5 persen.





Tanpa
mengesampingkan peran elemen masyarakat lainnya, melalui media
massa masyarakat lebih mengenal dan mengetahui suatu partai politik, figur
yang akan dipilih, proses danmekanisme pemilu, informasi tahapan, tata cara
pemungutan suara dan waktu pelaksanaan pemilu. Media juga sebagaisarana yang
dapat membentuk dan mempengaruhi opini publik,termasuk hubungan yang terjalin
antara media dengan para pelaku elitpolitik, seperti politisi, partai politik,
masyarakat umum hinggga penyelenggara pemilu.





Kita berharap pada hajatan demokrasi penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bima Tahun 2020 yang sudah mulai berjalan saat ini, media massa juga turut andil dalam mengawal dan menyukseskannya hingga pelaksanaan pemilihan pada Hari Rabu 23 September 2020 mendatang.(*)









Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Bima (Divisi SDM, Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Parmas


Ad Placement

Kota Bima

Bima

Dompu