Rubiah saat menjajakan nasi
bungkus dinihari depan warung warga di Jalan Soekarno Hatta Kota Bima.
BimaNews.id,KOTA BIMA- Tuntutan
kebutuhan hidup ekonomi terkadang orang bekerja tanpa mengenal waktu, siang
atau malam untuk mencari nafkah.
Kondisi itu dialami
Rubiyah, asal Kelurahan Pane, Kota Bima. Ketika orang-orang masih terlelap
dengan mimpi-mimpi indahnya, sekitar
pukul 02.00 Wita dinihari wanita 53 tahun ini justru keluar dari rumahnya untuk
menjajakan nasi bungkus.
Rubiyah jalan kaki sambil
menjunjung nasi bungkus jualannya ke tempat biasa dia mangkal, di Jalan
Soekarno Hatta. Tepatnya, di sebelah Oppo Senter.
Jika daganganya tidak
laku, Rubiyah kembali menjajakan di pasar Ama Hami pada pagi hari. Setelah
terjual habis baru kembali ke rumah untuk
istirahat.
Rubiyah memanfaatkan
peluang menjual nasi pada dinihari, karena pada waktu seperti itu, warung sudah tutup. Kendati jualannya tak selaris seperti tahun 2000-an, namun ibu
tiga anak ini mengaku tetap sabar melakoninya. Karena dari situlah rejeki bisa
dia jemput. Untuk jualan siang hari, banyak warga lain yang melakukannya.
"Sekitar Rp 50 ribu
setiap malam saya dapat. Kadang tidak laku sama sekali," bebernya pada
media ini.
Meski sudah puluhan tahun
jalan kaki ke tempat mangkal, Rubiyah mengaku, tidak pernah diganggu orang yang
beritikad buruk. Malah, ketika ada yang melintas, melihat dirinya berjalan
sambil menenteng dan menjunjung jualan, ada yang menawarkan diantar ke tempat
jualan.
"Mungkin mereka
kasihan melihat saya. Karena hanya saya yang jualan pada waktu seperti
itu," katanya.
Dari hasil kerja kerasnya,
Rubiyah berhasil menyekolahkan anaknya, bahkan telah mengantarkan mereka
bekerja di RSUD Kota Bima dan Rumah Sakit Muhammadiyah. Sementara anak bungsu,
bekerja di Kantor PLN Kota Bima.
"Alhamdullilah mereka
sudah bekerja semua, meskipun tidak PNS," akunya.
Biaya pendidikan untuk tiga
orang anaknya itu tersebut dari hasil jerih payahnya sebagai penjual nasi. Sementara suami jarang
pulang pasca kelahiran anak mereka yang
kedua.
Kala itu rumah tangga mereka
morat-marit, hingga suami menikah dengan wanita lain. Dari situlah Rubiyah
berperan ganda, sebagai seorang ibu sekaligus bapak bagi anak-anaknya.
"Saat itu saya mulai
bekerja keras, karena saya takut anak saya putus sekolah,," bebernya.
Sebelum mangkal di warung
milik warga setempat, ibu yang rajin ibadah ini sudah belasan tahun mangkal di
perempatan lampu merah, dekat Kantor Bank NTB Syariah (dulu BPD). Saat itu, ia
menjual nasi bungkus dengan harga Rp 4
ribu.
"Dagangan saya saat
itu laris, karena banyak orang kabupaten yang datang di kota. Kalau sekarang
sudah jarang," tandasnya.
Disinggung sampai kapan dia
akan menjalani aktivitasnya sebagai penjual nasi, Rubiyah mengaku belum bisa
memastikan kapan akan mengakhirinya "InsyaAllah
saya tetap jualan, semasih diberikan kekuatan," tandasnya. (cr-jul)