Bima News: Inspirasi
Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Januari 2022

Puluhan Tahun Jadi Penjual Keliling, H Abas Tidak Pernah Pakai Sandal

H Abas
H Abas keliling  jualan tanpa memakai alas kaki ditemui di Desa Mpili, Kecamatan Donggo, Selasa (25/1).

BimaNews.id, BIMA-Bagi warga Kecamatan Donggo dan Soromandi, nama H Abas atau biasa disapa Aba atau Iba tidak asing. Pria yang sudah puluhan tahun sebagai penjual pakaian keliling ini sudah akrab bagi mereka.

H Abas telah menjalani pekerjaan sebagai penjual keliling sejak tahun 1976. Selama ini bapak 67 tahun tidak pernah mengenakan sandal. Padahal setiap hari jalan kaki, keluar masuk kampung menjajakan barang dagangannya.

Warga Dusun Langgentu, Desa O'o, Kecamatan Donggo ini  mengaku sudah terbiasa jalan tanpa alas kaki.  "Sudah terbiasa saya jualan seperti ini. Berjalan sambil memikul barang jualan,  keliling tanpa alas kaki,’’ katanya ditemui, Selasa (25/1) saat menjajakan barangnya di Desa Mpili, Kecamatan Donggo.

Setiap hari katanya,  dia keluar rumah untuk menjual sekitar pukul 07.00 Wita. Kemudian pulang istirahat sekitar pukul 11.00 Wita.  Sekitar pukul 14.00 Wita keluar lagi, hanya keliling sekitar kampung di Dusun Langgentu atau dusun tetangga di Desa Oo.

Barang yang dijual, berupa pakaian. Seperti baju, celana, tikar, sepatu dan lain-lain. Setiap barang  dia hanya ambil untung  Rp 20 ribu per lembar.

"Tergantung  juga, kadang saya ambil untung Rp 10  atau Rp 5 ribu per lembar. Kadang pula  saya jual kembali sesuai  modal kalau barang sudah lama tidak laku,’’ bebernya.

Barang yang laku diakui tidak banyak. Kalau lagi ramai, omzetnya bisa Rp 1 juta, kalau lagi sepi, tidak ada yang laku.

Namun H Abas tidak pernah berpikir untuk alih pekerjaan. Meski tidak banyak untung, dia mengaku nyaman dengan pekerjaan itu.

Apalagi katanya, pakaian yang dia jual itu dia ambil dari sejumlah pedagang di pasar Sila, Kecamatan Bolo. H Abas hanya menjualnya, jika tidak laku bisa dikembalikan.

Dari hasil sebagai penjual keliling itu, H Abas bisa menafkahi isteri dan tujuh orang anak. Bahkan satu diantaranya  berhasil menjadi anggota TNI.

Sedangkan 6 orang anaknya yang  lain, ada yang menjadi pedagang sepertinya.

Selain jualan jualan, dia juga bertani jagung. Untuk  tanaman jagung diurus istrinya Maemunah. Ia hanya fokus jualan keliling.

"Tidak bisa saya tinggalkan jualan seperti ini. Sudah menjadi kebiasaan. Mungkin kalau sudah tidak kuat jalan, saya istirahat jualan,"  katanya.

Menjadi penjual keliling telah dijalaninya sejak duduk di bangku SMP sekitar tahun 1976 silam. Saat itu, ia menyukai pelajaran ekonomi, tentang usaha.

Karena sering membaca buku ekonomi usaha, ia coba membuka jaringan dengan mendekati para pedagang di Pasar Sila. Beberapa hari kemudian, ia menemukan pemilik toko yang mempercayainya.

Seiring berjalannya waktu, banyak pemilik toko yang mempercayainya hingga saat ini. Praktis dia sama sekali tidak mengeluarkan modal untuk usahanya tersebut. (ar)

Sabtu, 22 Januari 2022

Nenek 70 Tahun Harus Terus Bekerja, PP Bolo-Kota Bima Untuk Jual Jajan Khas Bima

Jaenab
Jaenab, penjual jajan khas Bima keliling dari kantor ke kantor saat istirahat di Kantor DPRD Kabupaten Bima
 

HIDUP sebagai single parent sejak ditinggalkan sang suami 16 tahun silam, membuat Jaenab harus kuat. Menjadi ibu sekaligus ayah bagi dua orang anaknya.  Hingga usainya kini masuk senja, Jaenab  masih terus bekerja.

---------------------------

Tidak seperti kebanyakan Lanjut Usian (Lansia). Memasuki usia ujur, banyak menghabiskan waktu untuk bercengkerama dengan cucu dan beribadah.

Bagi Jaenab, tidak ada waktu untuk berleha-leha. Setiap hari dia harus bekerja, agar asap di rumahnya bisa mengepul.

Wanita asal Desa Kananga, Kecamatan Bolo ini, setiap hari berangkat ke Kota Bima menjajakan kue khas Bima. Keluar masuk kantor menawarkan dagangannya.

Ditemui di Kantor DPRD Kabupaten Bima, Jaenab  mengisahkan perjalanan hidupnya.  Menikah tahun 1975 dengan mendiang Ibrahim.

Dua tahun menikah, mereka dikarunia anak yang kini sudah berkeluarga. Beberapa tahun kemudian melahirkan anak kedua.

"Anak kedua belum nikah, dia masih tinggal bersama saya,"  katanya.

Kebahagiaan rumah tangga kecilnya tidak bertahan lama. Suami tercinta meninggal tahun 2006. Sejak saat itu, Jaenab menjadi tulang punggung bagi dua orang anaknya.

Karena hidup harus terus dijalani. Jaenab bekerja apa saja untuk mendapatkan uang untuk hidup bersama dua anaknya, asal halal.

Pada musim tanam atau panen, dia bekerja sebagai buruh tani. Itupun ketika diajak oleh tetangga. Dari pekerjaan itu, dia hanya dapat upah Rp 50 ribu per hari.

Karena usia makin tua, tenaga banyak berkurang. Jaenab tidak kuat lagi bekerja sebagai buruh tani. Enam tahun terakhir, dia mulai jual keliling menjajakan kue khas Bima.

"Saya sudah tidak kuat lagi kerja sebagai buruh,’’ aku nenek dua cucu ini.

Setiap hari Jaenab harus pulang pergi (PP) dari Bolo ke Kota Bima, kecuali hari Sabtu dan Minggu, menjajakan kue khas Bima. Barang yang dijual bukan miliknya, melainkan punya orang. Dia hanya dapat prosentase.

Dari rumah, ia  berangkat naik bis sekitar pukul 08.00 Wita dari Bolo ke Kota Bima. Sore sekitar pukul 17.00 Wita baru kembali ke rumah.

Tidak banyak yang diperoleh dari menjual jajan itu. Jika dagangannya habis terjual, hanya mendapat Rp 30 ribu. Kalau  masih ada sisa, hanya dapat Rp 20 hingga Rp 25 ribu.

"Hanya cukup beli beras dan sayur. Untuk beli yang lain pasti tidak cukup," katanya sendu.

Selama melakoni pekerjaan  sebagai penjual jajan, Jaenab mengaku kerap diminta keluarga untuk berhenti. Permintaan itu bisa saja ia dituruti, asal ada yang sanggup membiayai hidupnya. Paling tidak,  rutin memberikan beras setiap bulan.

Namun hal itu dirasa sulit, karena kondisi ekonomi mereka sendiri juga pas-pasan. "Keluarga ada yang rutin ngasih beras tiap bulan, tapi tidak banyak. Hanya dua sampai tiga kilogram," sebutnya.

Dengan kondisi seperti itu, Jaenab  harus terus menjalani aktivitasnya sebagai penjual jajan keliling. Dia akan berhenti ketika tenaganya sudah benar-benar sudah tidak kuat lagi untuk jalan. (Juliadin)

Ad Placement

Kota Bima

Bima

Dompu