Pelibatan Anak Sebagai Joki Kuda Pacuan Disorot Budayawan, Gubernur; Mulai Ada Perubahan Secara Perlahan - Bima News

Minggu, 13 Maret 2022

Pelibatan Anak Sebagai Joki Kuda Pacuan Disorot Budayawan, Gubernur; Mulai Ada Perubahan Secara Perlahan

Pacuan
Ilustrasi

BimaNews.id,MATARAM–Dua kasus joki cilik meninggal  menjadi catatan buruk event pacuan kuda di NTB. Selain Muhammad Alfian yang meninggal saat latihan di arena Pacuan Kuda Desa Panda, Kabupaten Bima, Minggu (5/3).

Kejadian serupa tahun 2019lalu, korbannya  Salsabila, asal Desa Roka, Kecamatan Palibelo. Bocah 9 tahun itu meninggal setelah terjatuh dari kuda pacuan yang ditunggangi saat event pacuan kuda di arena Sambinae, Kecamatan Mpunda, Kota Bima.

Kejadian itu mendorong Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan pemerhati budaya untuk menghentikan praktik eksploitasi anak di arena pacuan kuda. Sementara di sisi lain, pemerintah dan pecinta pacuan menganggap joki cilik sebagai warisan budaya nenek moyang.

Pemerhati Budaya, Paox Iben Mudhaffar melalui laman media sosialnya menyoroti kebijakan pemerintah terkait pelibatan anak pada di arena pacuan kuda.

“Saya tidak mau terseret dengan hiruk pikuk atau euforia MotoGP Mandalika. Sama-sama balapan, tapi perlakuannya sungguh berbeda dengan pacuan kuda yang menggunakan joki anak-anak,” sorot Paox Iben.

Pelibatan anak pada pacuan kuda menurut dia, sangat disayangkan. Padahal sudah tak terhitung lagi berapa nyawa anak-anak yang menjadi korban di arena pacuan kuda.

“Kemana pemerintah daerah dalam hal ini. Apakah pemilik kuda-kuda itu bisa dituntut. Apakah aparat penegak hukum bergerak,” tanya Paox.

Menurut Paox, Zulkieflimansyah sebagai Gubernur NTB dan pemilik kuda-kuda juara harus turun tangan soal ini. Hentikan pacuan bila belum ada pengaman yang standar dan sistem yang memadai. Seperti batas usia, klasifikasi kuda dan penunggang, serta sertifikasi atau kelayakan joki.

Sorotan Paox ditanggapi warganet. Termasuk Gubernur NTB Zulkieflimansyah ikut menanggapi di kolom komentar. Bang Zul sapaan akrab Gubernur sepakat dengan ide tersebut. Kalau panitia disiplin semua persyaratan keamanan dan kesehatan harus lengkap dan tersedia.

“Tapi, persoalan  joki cilik ini memang pelik. Melarangnya pasti akan dapat tantangan keras atas nama kebiasaan dan budaya,” kata Gubernur.

Bang Zul mengaku, sebenarnya sedang terjadi perubahan secara perlahan dengan semakin banyaknya kuda-kuda besar yang dipacu di NTB. Dengan demikian, klasifikasi joki harus diterapkan sesuai dengan ukuran kuda berdasarkan standar nasional.

“Semakin besar kudanya maka joki harus besar pula. Ketika standar nasional mulai diberlakukan, maka saat itu nggak ada lagi joki-joki cilik. Standar nasional itu ketat, menyangkut berat joki, usia, peralatan joki dan lain-lain,” terangnya. (red)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda