Nenek 70 Tahun Harus Terus Bekerja, PP Bolo-Kota Bima Untuk Jual Jajan Khas Bima - Bima News

Sabtu, 22 Januari 2022

Nenek 70 Tahun Harus Terus Bekerja, PP Bolo-Kota Bima Untuk Jual Jajan Khas Bima

Jaenab
Jaenab, penjual jajan khas Bima keliling dari kantor ke kantor saat istirahat di Kantor DPRD Kabupaten Bima
 

HIDUP sebagai single parent sejak ditinggalkan sang suami 16 tahun silam, membuat Jaenab harus kuat. Menjadi ibu sekaligus ayah bagi dua orang anaknya.  Hingga usainya kini masuk senja, Jaenab  masih terus bekerja.

---------------------------

Tidak seperti kebanyakan Lanjut Usian (Lansia). Memasuki usia ujur, banyak menghabiskan waktu untuk bercengkerama dengan cucu dan beribadah.

Bagi Jaenab, tidak ada waktu untuk berleha-leha. Setiap hari dia harus bekerja, agar asap di rumahnya bisa mengepul.

Wanita asal Desa Kananga, Kecamatan Bolo ini, setiap hari berangkat ke Kota Bima menjajakan kue khas Bima. Keluar masuk kantor menawarkan dagangannya.

Ditemui di Kantor DPRD Kabupaten Bima, Jaenab  mengisahkan perjalanan hidupnya.  Menikah tahun 1975 dengan mendiang Ibrahim.

Dua tahun menikah, mereka dikarunia anak yang kini sudah berkeluarga. Beberapa tahun kemudian melahirkan anak kedua.

"Anak kedua belum nikah, dia masih tinggal bersama saya,"  katanya.

Kebahagiaan rumah tangga kecilnya tidak bertahan lama. Suami tercinta meninggal tahun 2006. Sejak saat itu, Jaenab menjadi tulang punggung bagi dua orang anaknya.

Karena hidup harus terus dijalani. Jaenab bekerja apa saja untuk mendapatkan uang untuk hidup bersama dua anaknya, asal halal.

Pada musim tanam atau panen, dia bekerja sebagai buruh tani. Itupun ketika diajak oleh tetangga. Dari pekerjaan itu, dia hanya dapat upah Rp 50 ribu per hari.

Karena usia makin tua, tenaga banyak berkurang. Jaenab tidak kuat lagi bekerja sebagai buruh tani. Enam tahun terakhir, dia mulai jual keliling menjajakan kue khas Bima.

"Saya sudah tidak kuat lagi kerja sebagai buruh,’’ aku nenek dua cucu ini.

Setiap hari Jaenab harus pulang pergi (PP) dari Bolo ke Kota Bima, kecuali hari Sabtu dan Minggu, menjajakan kue khas Bima. Barang yang dijual bukan miliknya, melainkan punya orang. Dia hanya dapat prosentase.

Dari rumah, ia  berangkat naik bis sekitar pukul 08.00 Wita dari Bolo ke Kota Bima. Sore sekitar pukul 17.00 Wita baru kembali ke rumah.

Tidak banyak yang diperoleh dari menjual jajan itu. Jika dagangannya habis terjual, hanya mendapat Rp 30 ribu. Kalau  masih ada sisa, hanya dapat Rp 20 hingga Rp 25 ribu.

"Hanya cukup beli beras dan sayur. Untuk beli yang lain pasti tidak cukup," katanya sendu.

Selama melakoni pekerjaan  sebagai penjual jajan, Jaenab mengaku kerap diminta keluarga untuk berhenti. Permintaan itu bisa saja ia dituruti, asal ada yang sanggup membiayai hidupnya. Paling tidak,  rutin memberikan beras setiap bulan.

Namun hal itu dirasa sulit, karena kondisi ekonomi mereka sendiri juga pas-pasan. "Keluarga ada yang rutin ngasih beras tiap bulan, tapi tidak banyak. Hanya dua sampai tiga kilogram," sebutnya.

Dengan kondisi seperti itu, Jaenab  harus terus menjalani aktivitasnya sebagai penjual jajan keliling. Dia akan berhenti ketika tenaganya sudah benar-benar sudah tidak kuat lagi untuk jalan. (Juliadin)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda