Kebangkitan Ekonomi, Pulihkan Negeri - Bima News

Jumat, 21 Mei 2021

Kebangkitan Ekonomi, Pulihkan Negeri

Triana
Penulis : Triana Pujilestari, S.Si, M.SE (Fungsional Umum BPS Kota Bima)
 

Pandemi Covid-19 sudah hampir empat belas bulan lamanya mendera Indonesia sejak pemerintah mengonfirmasi infeksi korona pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Tak hanya menciptakan krisis kesehatan masyarakat, pandemi Covid-19 secara nyata juga mengganggu aktivitas ekonomi nasional.

Keputusan pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak April 2020 berdampak luas dalam proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya mengganggu kinerja perekonomian. Ekonomi Indonesia 2020 diperkirakan tumbuh negatif. Angka pengangguran dan kemiskinan meningkat.

Untuk membangkitkan kembali ekonomi nasional di tengah pandemi, pemerintah telah menerbitkan beragam regulasi dengan tujuan agar roda ekonomi nasional kembali bergerak ke arah positif.

Beragam kebijakan ekonomi telah ditetapkan pemerintah untuk menahan dampak negatif Covid-19 sepanjang 2020. Tahun 2021 ini, strategi pemulihan ekonomi nasional tetap dilanjutkan agar roda ekonomi nasional pulih kembali.

Harkitnas


Potret ekonomi Indonesia selama Covid-19

Secara umum, pandemi Covid-19 telah berdampak buruk pada ekonomi nasional sepanjang tahun 2020 lalu kendati mulai triwulan empat 2020 mulai membaik. Kondisi ekonomi  nasional itu tampak dari sejumlah indikator perekonomian, seperti pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan dan tingkat pengangguran.

Laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97 persen (yoy), tetapi memasuki kuartal II terkontraksi hingga 5,32 persen (yoy).

Kuartal II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh sektor usaha ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. PSBB sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada sejumlah daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi pada pada triwulan II 2020.

Memasuki kuartal III, saat PSBB mulai dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai menggeliat. Kontraksi ekonomi mulai berkurang menjadi 3,49 persen. Namun, karena dua kuartal berturut-turut kontraksi, maka ekonomi Indonesia secara teknis masuk dalam resesi. Pada kuartal I-2021, pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi sebesar 0,74 persen (yoy), tetapi sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan kuartal IV 2020 yang terkontraksi sebesar 2,19 persen (yoy). 

Daya beli masyarakat

Pertumbuhan ekonomi yang memburuk sepanjang 2020 tak terlepas dari daya beli masyarakat yang tergerus selama pandemi. Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sepanjang 2020, pandemi membuat jutaan pekerja harus kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan. Kebijakan PSBB untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 menyebabkan terbatasnya mobilitas dan aktivitas masyarakat yang berdampak pada penurunan permintaan domestik.

Seiring dengan kondisi tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2020 tercatat 2,83 persen (yoy), kemudian pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi 5,51 persen (yoy), triwulan III terkontraksi 4,04 persen (yoy), dan triwulan IV terkontraksi 3,61 persen (yoy).

Daya beli masyarakat turun terutama karena berkurangnya penghasilan di samping karena terbatasnya aktivitas. Di tengah semua ketidakpastian, masyarakat terutama golongan menengah ke atas mengerem pembelian barang-barang yang dianggap tidak pokok.

Penghasilan masyarakat yang menurun karena pandemi menyebabkan sebagian besar sektor usaha mengurangi aktivitasnya atau tutup total. Angka pengangguran pun meningkat. Badan Pusat Statistik dalam Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020 menunjukkan, Covid-19 berimbas pada sektor ketenagakerjaan. Sebanyak 29,12 juta orang atau 14,28 persen dari 203,97 juta orang penduduk usia kerja terdampak pandemi.

Jumlah pengangguran meningkat sejumlah 2,56 juta orang menjadi 9,77 juta orang. Jumlah pekerja formal turun 39,53 persen menjadi 50,77 juta orang dari total 128,45 juta penduduk yang bekerja. Sebaliknya, jumlah pekerja informal melonjak 60,47 persen menjadi 77,68 juta orang.

Regulasi pemulihan ekonomi nasional

Untuk meredam dampak ekonomi Covid-19 seperti disebut di atas, sepanjang tahun 2020, pemerintah telah menerbitkan beragam regulasi dan kebijakan untuk menahan dampak buruk di bidang ekonomi sekaligus mengupayakan pemulihan ekonomi.

Pemulihan ekonomi nasional dilakukan dengan mengambil kebijakan fiskal dan moneter yang komprehensif. Di samping itu, pemerintah juga mengalokasikan dana APBN 2020 untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 695,23 triliun.

Pemulihan ekonomi nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III 2020. Meskipun tidak bertumbuh positif, diharapkan, ekonomi nasional tidak berkontraksi sebesar triwulan II. Selanjutnya, pada triwulan IV 2020, diharapkan ekonomi nasional bertumbuh positif sehingga kontraksi tahun 2020 bisa ditekan sekecil mungkin.

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga kebijakan yang dilakukan pemerintah, yaitu peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha, serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekspansi moneter. Kebijakan tersebut dilaksanakan secara bersamaan dengan sinergi antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan moneter, dan institusi terkait.

Terkait daya beli masyarakat, pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp 172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui bantuan langsung tunai (BLT), Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik, dan lain-lain. Pemerintah juga mendorong konsumsi kementerian/lembaga serta pemerintah daerah melalui percepatan realisasi APBN/APBD. Selain itu, konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga memberikan multiplier effects.

Di sektor dunia usaha, pemerintah berusaha menggerakkan melalui pemberian insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Untuk UMKM, pemerintah antara lain memberikan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (Umi), penjaminan modal kerja sampai Rp 10 miliar dan pemberian insentif pajak, misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) ditanggung pemerintah.

Untuk korporasi, pemerintah memberikan insentif pajak, antara lain bebas PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pengembalian pendahuluan PPN serta menempatkan dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur. Pemerintah juga memberikan penjaminan modal kerja untuk korporasi yang strategis, prioritas, atau padat karya.

Untuk  mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia berupaya tetap menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian surat berharga negara (SBN), dan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tujuan penurunan suku bunga adalah meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.

Strategi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional 2021

Pemerintah menyakini, tahun 2021 akan menjadi titik balik perekonomian Indonesia. Untuk membangkitkan kembali ekonomi, pemerintah tetap melanjutkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Melalui PEN ini, diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat di tahun 2021 sekaligus untuk memperluas penciptaan lapangan kerja di Indonesia.

Anggaran untuk program PEN 2021 ditetapkan sebesar Rp 553,09 triliun. Dimana nilai tersebut hampir setara dengan realisasi angggaran PEN 2020, yakni Rp 579,78 triliun.

Strategi PEN tahun 2021 akan difokuskan pada empat kegiatan. Pertama, belanja kesehatan akan menjadi prioritas pertama, termasuk pengadaan testing, obat-obatan, alat kesehatan, insentif tenaga kesehatan dan rumah sakit, serta memastikan ketersediaan vaksin.

Kedua, melanjutkan stimulus fiskal, baik kementerian/lembaga (K/L) maupun non-K/L pada sektor-sektor yang memberi dampak multiplier tinggi terhadap penciptaan lapangan pekerjaan maupun pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, belanja pemerintah akan diarahkan kepada pembelian barang yang diproduksi dalam negeri sehingga dapat memberikan dampak besar terhadap permintaan barang dalam negeri.

Keempat, belanja bantuan sosial, program cash for work, program sembako, PKH, subsidi tenaga kerja baik sektor formal maupun informal, sehingga dapat menambah daya beli kelompok berpenghasilan rendah yang  selanjutnya dapat mendorong konsumsi masyarakat. 

Harapan

Program PEN tahun 2020 telah mendongkrak roda perekonomian yang telah lesu dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini tampak dari laju pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik di kuartal keempat tahun 2020 dan menurunnya angka pengangguran pada Februari 2021.

Selain itu, program PEN membangkitkan optimisme bagi perekonomian tahun 2021 yang diproyeksikan akan membaik secara perlahan, yang didukung juga oleh penyelenggaraan vaksinasi Covid-19 di berbagai daerah.

Dari sisi permintaan (demand side), stimulus dari bantuan sosial tunai diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Fokus program pada sektor UMKM juga diharapkan mampu mengembangkan pasar UMKM Indonesia, yang nantinya mampu membuka lapangan-lapangan pekerjaan baru.

Tentu saja harapan pemulihan perekonomian melalui program PEN 2021 ini tak luput dari komitmen pemerintah dalam menjalankannya. Harus ada koordinasi yang baik antarsektor kementerian/lembaga agar anggaran ini bisa tersalurkan secara utuh dan tepat sasaran.

Sistem penyelenggaraan yang baik dan keseriusan pemerintah juga sangat diperlukan agar mampu menarik kepercayaan para investor untuk masuk ke Indonesia, yang nantinya akan turut berperan dalam pemulihan serta pertumbuhan ekonomi nasional. (*)

 


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda