Perjuangan Seorang Ibu, Jualan Nasi Tengah Malam agar Anaknya Bisa Sekolah - Bima News

Selasa, 02 Maret 2021

Perjuangan Seorang Ibu, Jualan Nasi Tengah Malam agar Anaknya Bisa Sekolah

Rubiah

Rubiah saat menjajakan nasi bungkus dinihari depan warung warga di Jalan Soekarno Hatta Kota Bima.

 

BimaNews.id,KOTA BIMA- Tuntutan kebutuhan hidup ekonomi terkadang orang bekerja tanpa mengenal waktu, siang atau malam untuk mencari nafkah.

Kondisi itu dialami Rubiyah, asal Kelurahan Pane, Kota Bima. Ketika orang-orang masih terlelap dengan mimpi-mimpi indahnya,  sekitar pukul 02.00 Wita dinihari wanita 53 tahun ini justru keluar dari rumahnya untuk menjajakan nasi bungkus.

Rubiyah jalan kaki sambil menjunjung nasi bungkus jualannya ke tempat biasa dia mangkal, di Jalan Soekarno Hatta. Tepatnya, di sebelah Oppo Senter.

Jika daganganya tidak laku, Rubiyah kembali menjajakan di pasar Ama Hami pada pagi hari. Setelah terjual habis baru kembali ke rumah untuk  istirahat.

Rubiyah memanfaatkan peluang menjual nasi pada dinihari, karena pada waktu seperti itu, warung  sudah tutup. Kendati jualannya  tak selaris seperti tahun 2000-an, namun ibu tiga anak ini mengaku tetap sabar melakoninya. Karena dari situlah rejeki bisa dia jemput. Untuk jualan siang hari, banyak warga lain yang melakukannya.

"Sekitar Rp 50 ribu setiap malam saya dapat. Kadang tidak laku sama sekali," bebernya pada media ini.

Meski sudah puluhan tahun jalan kaki ke tempat mangkal, Rubiyah mengaku, tidak pernah diganggu orang yang beritikad buruk. Malah, ketika ada yang melintas, melihat dirinya berjalan sambil menenteng dan menjunjung jualan, ada yang menawarkan diantar ke tempat jualan.

"Mungkin mereka kasihan melihat saya. Karena hanya saya yang jualan pada waktu seperti itu," katanya.

Dari hasil kerja kerasnya, Rubiyah berhasil menyekolahkan anaknya, bahkan telah mengantarkan mereka bekerja di RSUD Kota Bima dan Rumah Sakit Muhammadiyah. Sementara anak bungsu, bekerja di Kantor PLN Kota Bima.

"Alhamdullilah mereka sudah bekerja semua, meskipun tidak PNS," akunya.

Biaya pendidikan untuk tiga orang anaknya itu tersebut dari hasil jerih payahnya  sebagai penjual nasi. Sementara suami jarang pulang  pasca kelahiran anak mereka yang kedua.

Kala itu rumah tangga mereka morat-marit, hingga suami menikah dengan wanita lain. Dari situlah Rubiyah berperan ganda, sebagai seorang ibu sekaligus bapak bagi anak-anaknya.

"Saat itu saya mulai bekerja keras, karena saya takut anak saya putus sekolah,," bebernya.

Sebelum mangkal di warung milik warga setempat, ibu yang rajin ibadah ini sudah belasan tahun mangkal di perempatan lampu merah, dekat Kantor Bank NTB Syariah (dulu BPD). Saat itu, ia menjual nasi bungkus  dengan harga Rp 4 ribu.

"Dagangan saya saat itu laris, karena banyak orang kabupaten yang datang di kota. Kalau sekarang sudah jarang," tandasnya.

Disinggung sampai kapan dia akan menjalani aktivitasnya sebagai penjual nasi, Rubiyah mengaku belum bisa memastikan kapan akan mengakhirinya  "InsyaAllah saya tetap jualan, semasih diberikan kekuatan," tandasnya. (cr-jul)

 

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda